Sabtu, 18 Oktober 2025
Selular.ID -

Belum Ada Keputuskan Soal Verifikasi Biometrik untuk Medsos

BACA JUGA

Selular.id – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menyatakan bahwa rencana penerapan verifikasi biometrik, seperti pemindaian wajah dan sidik jari, untuk mengakses media sosial masih dalam tahap dialog.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan belum ada kesimpulan atau pembaruan terbaru mengenai kebijakan yang sempat mengundang perhatian publik ini.

Nezar memberikan keterangan singkat mengenai hal ini usai menghadiri acara “Indonesia Merdeka AI” di Auditorium Abdulrahman Saleh RRI, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025).

“Belum, belum (ada pembaruan). Ya masih dalam dialog,” ujarnya ketika ditanya mengenai perkembangan rencana verifikasi biometrik tersebut.

Pernyataan ini mengonfirmasi bahwa pembahasan kebijakan masih berlangsung tanpa keputusan final.

Rencana verifikasi biometrik untuk media sosial pertama kali diungkapkan sebagai bagian dari upaya pemerintah menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan bertanggung jawab.

Gagasan ini bertujuan untuk memastikan keaslian identitas setiap pengguna, sehingga dapat mengurangi praktik-praktik negatif seperti akun palsu, penipuan, dan ujaran kebencian yang dilakukan secara anonim.

Sekretaris Jenderal Kemkomdigi, Ismail, dalam kesempatan sebelumnya telah menjelaskan filosofi di balik wacana ini.

Menurutnya, alat verifikasi biometrik dimaksudkan agar setiap individu yang masuk ke ruang digital dapat dipertanggungjawabkan.

“Ini kan alat-alat yang bisa digunakan untuk membuat ketika orang masuk di ruang digital itu bertanggung jawab, filosofinya kira-kira seperti itu,” kata Ismail.

Ismail juga menekankan bahwa rencana ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi masyarakat.

Dia meminta publik untuk tidak memandang inisiatif ini sebagai ikhtiar membelenggu kebebasan berpendapat.

“Saya mohon untuk tidak melihat bahwa ini sebagai ikhtiar untuk membatasi kebebasan masyarakat untuk berekspresi, memberikan pendapat, dan sebagainya, bukan itu,” tegas Ismail.

“Tapi bagaimana membuat ruang ini menjadi sehat, produktif, aman, yang kita dambakan bersama,” imbuhnya.

Latar Belakang dan Tujuan Kebijakan

Wacana verifikasi biometrik muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran akan keamanan dan kesehatan ruang digital Indonesia.

Maraknya akun-akun anonim yang digunakan untuk menyebar hoaks, penipuan, dan konten negatif lainnya mendorong pemerintah mencari solusi yang lebih efektif.

Verifikasi biometrik dianggap sebagai salah satu metode yang dapat menjamin bahwa setiap akun media sosial terhubung dengan identitas nyata seorang individu.

Penerapan teknologi serupa sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru di dunia digital.

Beberapa platform telah mencoba menerapkan sistem verifikasi identitas, meski belum sepenuhnya menggunakan biometrik.

Sebagai contoh, Instagram pernah memperkenalkan sistem verifikasi video selfie untuk memastikan keaslian pengguna dalam situasi tertentu.

Sementara itu, industri lain yang memerlukan keamanan tinggi, seperti industri kripto, juga semakin mengencangkan perlindungan pengguna menyusul maraknya jual beli akun ilegal.

Teknologi pengenalan wajah sendiri terus berkembang. Baru-baru ini, Meta juga menguji coba teknologi pengenalan wajah untuk mencegah penipuan yang dikenal sebagai ‘celebrity bait’ atau penipuan yang mengatasnamakan selebritas.

Tantangan dan Proses Dialog yang Berlangsung

Meski tujuannya mulia, rencana verifikasi biometrik menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Isu privasi data menjadi perhatian utama banyak pihak.

Data biometrik seperti sidik jari dan pemindaian wajah merupakan data yang sangat sensitif dan bersifat permanen.

Kebocoran data semacam ini dapat berakibat jauh lebih fatal dibandingkan kebocoran password biasa.

Tantangan teknis juga tidak kalah besar. Penerapan sistem verifikasi biometrik yang akurat, aman, dan dapat diakses secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat memerlukan infrastruktur dan teknologi yang mumpuni.

Hal ini termasuk menjamin keamanan penyimpanan data di server dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Proses dialog yang disebutkan oleh Wamenkominfo Nezar Patria kemungkinan besar melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Mulai dari penyedia platform media sosial, pakar keamanan siber, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada perlindungan data pribadi, hingga perwakilan masyarakat umum.

Dialog semacam ini crucial untuk menimbang berbagai aspek, menilai kelayakan teknis, dan merumuskan regulasi yang tepat sasaran tanpa mengabaikan hak-hak dasar pengguna.

Keterbukaan pemerintah dalam menyampaikan bahwa kebijakan ini masih dalam pembahasan menunjukkan pendekatan yang hati-hati.

Pemerintah tampaknya menyadari kompleksitas dan sensitivitas issue ini, sehingga tidak terburu-buru mengambil keputusan.

Masyarakat pun dapat terus mengikuti perkembangan dan memberikan masukan selama proses dialog masih berlangsung.

Selain aspek teknis dan privasi, integrasi dengan data kependudukan juga mungkin menjadi bahan pembahasan.

Sistem verifikasi mungkin akan dikaitkan dengan data dasar seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk memastikan konsistensi identitas.

Pemahaman tentang karakter dan perilaku pengguna digital Indonesia juga penting untuk merancang sistem yang sesuai dengan konteks lokal.

Ke depan, hasil dari dialog ini akan menentukan apakah Indonesia akan menjadi salah satu negara yang menerapkan verifikasi biometrik untuk media sosial secara nasional.

Apapun keputusannya, yang pasti adalah bahwa upaya menciptakan ruang digital yang aman dan bertanggung jawab akan terus menjadi prioritas.

Perkembangan teknologi dan dinamika ruang digital menuntut kebijakan yang adaptif dan tepat sasaran, dengan keseimbangan antara keamanan dan kebebasan sebagai prinsip utamanya.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU