Jumat, 19 September 2025
Selular.ID -

APJII dan Apjatel Khawatir Pemda Jadikan Infrastruktur Telekomunikasi Objek PAD

BACA JUGA

Selular.id – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) menyuarakan kekhawatiran terkait potensi pemanfaatan infrastruktur telekomunikasi sebagai objek Pendapatan Asli Daerah (PAD) oleh pemerintah daerah.

Kekhawatiran ini muncul menyusul pemangkasan alokasi transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp269 triliun, dari sebelumnya Rp919 triliun menjadi hanya Rp650 triliun.

Ketua Umum APJII, Muhammad Arif, menegaskan bahwa infrastruktur telekomunikasi seharusnya tidak dijadikan sumber PAD karena merupakan tulang punggung masyarakat.

“Saya berharap tentunya infrastruktur telekomunikasi ini tidak menjadi objek PAD karena ini menjadi backbone masyarakat,” ujarnya seperti yang Selular kutip, Rabu (10/9/2025). Arif mengkhawatirkan bahwa jika hal tersebut terjadi, harga layanan internet akan meningkat dan pada akhirnya merugikan masyarakat.

Sementara itu, Ketua Umum Apjatel, Jerry Siregar, menyatakan bahwa pemangkasan TKD berpotensi memicu peningkatan beban retribusi bagi industri telekomunikasi, khususnya operator seluler dalam penyelenggaraan jaringan kabel.

Jerry menambahkan bahwa penurunan alokasi dana tersebut dapat mendorong pemerintah daerah lebih agresif dalam mencari sumber PAD, termasuk dari sektor telekomunikasi.

Meskipun telah terjadi perubahan regulasi melalui Permendagri Nomor 19/2016 menjadi Permendagri Nomor 7/2024 yang dinilai positif, praktik di lapangan masih menunjukkan banyak daerah yang memberlakukan pungutan retribusi.

Jerry mencontohkan praktik di Surabaya yang didasarkan pada Perda Nomor 5/2017 dan Perwali Nomor 80/2018 yang masih berlaku hingga kini.

Beban biaya regulasi tidak hanya datang dari pemerintah daerah, tetapi juga berbagai instansi lain. Misalnya, PT Kereta Api Indonesia (KAI) memungut biaya crossing railway untuk kabel yang melintasi jalur kereta api, sementara di sektor kehutanan perizinan masih sulit dengan biaya yang dinilai menantang.

“Ada banyak ongkos regulator. Sangat berasa terlihat dari keluhan para pelaku usaha. Ini sesuatu yang terus berulang seperti kaset rusak,” kata Jerry.

Jerry juga menyoroti bahwa biaya regulasi yang dikenakan pemerintah membebani industri. “Jadi negara hadir cuma untuk memungut biaya regulasi USO 1,25%. Jadi ongkos kami ada karena regulasi yang dibuat pemerintah,” imbuhnya.

Padahal, keberadaan infrastruktur internet memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kajian International Telecommunication Union (ITU), konektivitas internet berpotensi mendorong pertumbuhan PDB sebesar 2–3%.

Namun, menurut Jerry, hal tersebut belum sepenuhnya dipandang penting oleh pemerintah daerah, padahal dapat menggerakkan ekonomi formal maupun informal.

Ia berharap ada keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam menyelaraskan kebijakan agar tidak menambah beban industri telekomunikasi yang saat ini tengah menghadapi tantangan besar, termasuk tren konsolidasi operator.

Jerry menambahkan, “Kami mohon pimpinan terkait, turbolensi terhadap ekosistem ini makin terlihat dengan banyaknya pemain usaha yang kemudian merger. Yang besar aja terdampak, apalagi kita yang kecil. Itu bisa berdampak ke seluruh sektor.”

Pernyataan ini mengindikasikan bahwa beban regulasi yang tinggi dapat memperparah kondisi industri yang sudah menghadapi persaingan ketat dan konsolidasi.

Infrastruktur telekomunikasi memegang peran krusial dalam mendukung berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Pemulihan infrastruktur telekomunikasi yang rusak dalam waktu cepat menjadi bukti betapa vitalnya jaringan ini bagi masyarakat. Upaya menjaga keberlangsungan dan keterjangkauan layanan internet harus menjadi prioritas bersama.

Selain itu, komitmen penyedia layanan dalam membangun dan memelihara infrastruktur juga patut diapresiasi. Seperti yang dilakukan Telkom dalam menyiapkan infrastruktur telekomunikasi di IKN serta melakukan pemeriksaan kesiapan infrastruktur secara berkala. Langkah-langkah seperti ini menunjukkan dedikasi industri dalam memberikan layanan terbaik kepada masyarakat.

Kedepannya, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku industri untuk menciptakan regulasi yang mendukung pertumbuhan sektor telekomunikasi tanpa membebani operator dengan biaya yang tidak perlu.

Dengan demikian, masyarakat dapat terus menikmati layanan internet yang terjangkau dan berkualitas, sambil mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU