Selular.id – Fenomena pengibaran bendera bajak laut Topi Jerami dari serial One Piece viral di media sosial jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025. Aksi ini diinisiasi masyarakat, terutama generasi muda, sebagai bentuk ekspresi kritis terhadap kondisi politik dan sosial di Tanah Air.
Bendera yang dikenal sebagai “Jolly Roger” dalam dunia One Piece ini memiliki filosofi mendalam. Desainnya yang khas, dengan tengkorak dan tulang bersilang, melambangkan kebebasan, perlawanan terhadap tirani, serta tekad untuk meraih impian. Pengibarannya di Indonesia diinterpretasikan sebagai simbol harapan akan keadilan dan perubahan.
Filosofi Bendera One Piece dan Resonansinya di Indonesia
Dalam serial One Piece, Jolly Roger adalah identitas setiap kru bajak laut. Bendera Topi Jerami milik Monkey D. Luffy, misalnya, mencerminkan semangat petualangan dan persahabatan. Filosofi ini yang kemudian diadopsi oleh penggemar di Indonesia sebagai metafora perlawanan terhadap ketidakadilan.
Beberapa poin filosofi bendera tersebut antara lain:
- Simbol Identitas: Setiap desain Jolly Roger unik dan mewakili nilai-nilai kapten bajak laut.
- Kebebasan: Seperti dalam kisah Luffy memberikan bendera kepada Momonosuke, bendera menjadi janji perlindungan dan kemerdekaan.
- Perlawanan: Contohnya, kekalahan Eustass Kid dalam Chapter 1079 menunjukkan konsekuensi dari perjuangan.
Baca Juga:
Respons Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah menegaskan bahwa pengibaran bendera Merah Putih tetap wajib dilakukan selama perayaan HUT RI. Namun, fenomena ini memicu pro-kontra di masyarakat. Sebagian melihatnya sebagai kritik kreatif, sementara lainnya menganggapnya tidak sesuai dengan semangat nasionalisme.
Fenomena ini juga menyoroti peran media sosial, khususnya TikTok, dalam menyebarkan gerakan simbolis. Seperti viralnya kisah Buggy yang bendera-nya bernilai tinggi, aksi ini menjadi pembicaraan luas tanpa koordinasi resmi.
Ke depan, pengibaran bendera One Piece mungkin akan terus menjadi bagian dari ekspresi generasi muda, sekaligus mencerminkan dinamika nasionalisme di era digital.