Selular.id – Hangusnya kuota internet oleh operator selular kembali menjadi sorotan publik. Polemik ini mencuat lantaran sisa kuota yang belum terpakai otomatis hangus begitu masa aktif berakhir.
Ahmad Alamsyah Saragih, Pakar Kebijakan Publik sekaligus mantan anggota Ombudsman RI menyebutkan sistem kuota hangus belum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran, meski terdapat potensi ketimpangan dalam praktiknya.
“Tidak ada kerugian langsung pada produk, kecuali jika ada subsidi kuota yang ternyata hangus sebelum terpakai,”ujar Ahmad Alamsyah Saragih, dalam Selular Business Forum (SBF), di Jakarta, (16/06/25).
Meski tidak ada pelanggaran, David M. L. Tobing, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat.
Ia menyarankan agar operator dan pemangku kepentingan rutin memberikan sosialisasi mengenai mekanisme kuota data hangus.
“Misalnya, kalau kuota masih banyak dan masa aktif tinggal sedikit, operator bisa kirimkan SMS peringatan agar kuota segera digunakan untuk hal yang bermanfaat,” ujarnya.
Menurut David, perubahan sistem yang tidak hati-hati justru bisa merusak ekosistem industri telekomunikasi dan berdampak buruk ke konsumen itu sendiri.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David M. L. Tobing, mendesak operator seluler untuk lebih transparan dalam menyampaikan informasi terkait masa aktif dan ketentuan kuota internet kepada pelanggan.
Ia menegaskan, pelanggan berhak mengetahui sejak awal bahwa kuota mereka bisa hangus jika tidak digunakan dalam periode tertentu.
“Pelanggan harus tahu sejak awal bahwa kuota mereka akan hangus jika tidak digunakan,” tegas David dalam keterangannya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi yang lebih tegas dan matang terkait sistem kuota internet, terutama dalam hal kuota hangus, demi perlindungan konsumen yang lebih baik.
Transparansi sebagai Kunci Perlindungan Konsumen
David menekankan bahwa transparansi informasi menjadi kunci utama dalam melindungi hak konsumen. Operator, menurutnya, wajib memberikan penjelasan yang mudah dipahami mengenai masa aktif kuota, ketentuan akumulasi, dan risiko kuota hangus.
Tanpa informasi yang jelas, pelanggan berpotensi dirugikan karena ketidaktahuan mereka terhadap kebijakan operator.
Praktik serupa juga pernah menjadi sorotan di sektor lain, seperti dalam tata kelola keamanan siber, di mana keterbukaan dan transparansi menjadi prinsip utama untuk membangun kepercayaan pengguna.
Baca Juga:
Regulasi yang Lebih Matang Diperlukan
Dukungan terhadap regulasi kuota hangus juga datang dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI).
Marwan O. Baasir Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan bahwa model bisnis kuota internet memang perlu diatur dengan melibatkan operator dan rekomendasi dari asosiasi. Bisnis modelnya harus diregulasikan.
“Harus ada kerja sama dengan pihak operator dan rekomendasi dari penyelenggara, agar masyarakat juga bisa mendapatkan manfaat maksimal,” ujarnya.
ATSI menilai, regulasi yang matang diperlukan untuk menyeimbangkan kepentingan bisnis operator dan hak konsumen. Dengan aturan yang jelas, operator dapat menjalankan bisnisnya secara sehat, sementara masyarakat mendapatkan manfaat optimal dari layanan internet yang mereka gunakan.
Isu ini juga relevan dengan perkembangan industri telekomunikasi di kawasan, seperti yang terjadi di Malaysia, di mana pemerintah setempat sempat mempertimbangkan pembagian spektrum 5G untuk meningkatkan kompetisi dan transparansi di antara operator.
Di sisi lain, upaya meningkatkan transparansi juga dilakukan oleh perusahaan teknologi global seperti Huawei, yang membuka pusat transparansi keamanan siber untuk memberikan pemahaman lebih jelas kepada publik tentang praktik keamanan digital mereka.
Dengan semakin tingginya tuntutan terhadap transparansi dan regulasi yang adil, diharapkan kebijakan terkait kuota internet di Indonesia dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi konsumen sekaligus mendorong industri telekomunikasi yang sehat.