Selasa, 29 Juli 2025
Selular.ID -

Bagaimana Huawei Melampaui Sanksi AS Untuk Memimpin Kemajuan AI di China

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Anda mungkin ingat pada pertengahan 2019 ketika Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar hitam perdagangan AS, dan ambisinya dalam kecerdasan buatan (AI) tampak sangat terancam.

Padahal hanya beberapa bulan sebelumnya, vendor jaringan telekomunikasi yang berbasis di Shenzhen itu, dengan bangga meluncurkan apa yang diklaimnya sebagai chip AI paling canggih di dunia—Ascend 910.

Namun perayaan itu tidak berlangsung lama. Pada Agustus 2020, Departemen Perdagangan AS telah memperketat aturan, melarang produk atau layanan semikonduktor apa pun yang melibatkan teknologi AS untuk dijual ke Huawei tanpa izin khusus.

Hal itu memaksa Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC), pembuat chip paling canggih sekaligus terbesar di dunia, untuk memutuskan hubungan dengan Huawei.

Sejak prahara itu, para ahli memperkirakan kelangsungan hidup Huawei sebagai pusat kekuatan teknologi mungkin sangat diragukan.

Maju cepat ke 2025, dan ceritanya sangat berbeda. Huawei telah beradaptasi dan muncul sebagai pesaing serius dalam perlombaan chip AI global, menunjukkan ketahanan yang bahkan menarik perhatian CEO Nvidia Jensen Huang.

Tanpa ragu, Huang menyebut Huawei “tangguh” dan “perusahaan teknologi kelas dunia.”

Di sisi lain, Huang yang berdarah Taiwan, baru-baru ini mengakui bahwa kontrol ekspor AS telah “gagal” dan memperingatkan bahwa Huawei dapat menyalip perusahaan AS dalam perangkat keras AI—terutama jika pembatasan tetap ada.

Huang mengakui kesenjangan antara chip AS dan China semakin menyempit, dan minggu lalu menyebut upaya AS untuk membatasi ekspor chip AI ke China sebagai kegagalan.

Milyuner itu, mendesak pemerintahan Trump untuk mengubah peraturan yang mengatur ekspor chip AI dari AS.

Seruan itu menjadikan Huang segelintir CEO yang berani bersuara keras terhadap kebijakan AS yang dinilai merugikan banyak pihak.

Menurut Huang, meskipun China mungkin tidak unggul, negara itu mengikuti AS dengan ketat dalam perlombaan teknologi ini.

Seruan Huang untuk perubahan regulasi muncul pada saat yang kritis ketika AS sedang berjuang untuk mempertahankan keunggulan teknologinya di tengah meningkatnya persaingan dari negara-negara lain.

Ia menambahkan bahwa pembatasan ekspor saat ini tidak hanya membatasi jangkauan global teknologi AS, tetapi juga berpotensi menghambat inovasi di AS sendiri.

Sebaliknya, dengan melonggarkan pembatasan, AS dapat mendorong lingkungan yang lebih kompetitif yang mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi AI mutakhir.

“Siapa pun yang mengira bahwa satu langkah catur untuk melarang China dari H20 akan memutus kemampuan mereka untuk membuat AI adalah orang yang sangat tidak berpengetahuan.”

Ia menambahkan bahwa pasar AI China bernilai $50 miliar per tahun.

“China melakukannya dengan fantastis, 50% peneliti AI dunia adalah orang China dan Anda tidak akan menahan mereka, Anda tidak akan menghentikan mereka untuk memajukan AI,” katanya kepada Thompson, yang menerbitkan wawancara tersebut di buletinnya, Stratechery akhir Mei lalu.

Baca Juga: Taiwan Masukan Huawei Techologies dan SMIC ke Daftar Hitam

Munculnya CloudMatrix dan Chip Buatan Huawei

Kembali ke terobosan dan inovasi tanpa henti yang dilakukan Huawei.

Tak dapat dipungkiri, kekuatan Huawei terletak pada sistem AI barunya yang disebut CloudMatrix 384, yang dibangun di atas chip Ascend 910C miliknya sendiri.

Dikombinasikan dengan 192 CPU Kunpeng, prosesor ini memberikan kinerja yang kuat untuk melatih model AI yang besar.

Sebuah makalah bersama oleh Huawei dan perusahaan rintisan SiliconFlow menunjukkan bahwa CloudMatrix mengungguli kerangka kerja SGLang populer Nvidia di area utama seperti inferensi dan dekode.

Ini adalah masalah besar. Desain chip Huawei, yang menggunakan dua dies pemrosesan dalam satu paket dan berbagi memori bandwidth tinggi, telah memungkinkannya untuk mengimbangi para pemimpin global—bahkan saat menggunakan arsitektur chip yang secara teknis tertinggal satu generasi.

Namun, pendekatan tingkat sistemlah yang membedakan Huawei. “Ini bukan tentang satu chip yang melakukan segalanya,” kata Kevin Xu, pendiri Interconnected Capital.

“Ini tentang seberapa baik chip-chip tersebut bekerja bersama. Dan itulah kekuatan Huawei.”

Efisiensi Huawei memunculkan momentum baru di seluruh industri AI Tiongkok. CloudMatrix dapat memproses 1.943 token per detik per prosesor neural, dengan kecepatan di bawah 50 milidetik per token—sangat efisien menurut standar apa pun.

Analis menyarankan solusi yang dapat diskalakan ini dapat menjadi platform terdepan untuk beban kerja AI, menyaingi solusi pusat data Nvidia sendiri.

Baca Juga: Saat Ren Zhengfei Remehkan Dampak Kontrol AS Terhadap Huawei

China Menggandakan Produksi Chip Lokal

Meskipun pembatasan AS masih berlangsung, Huawei telah berhasil meningkatkan produksi. Keberhasilan ini mungkin sebagian disebabkan oleh upaya China yang lebih luas untuk membangun rantai pasokan semikonduktor yang lengkap.

Perusahaan seperti SiCarrier telah menarik perhatian atas peralatan pembuatan chip mereka, yang mungkin berkontribusi pada kemajuan Huawei.

Akibatnya, analis di Mizuho Securities memperkirakan bahwa Huawei dapat mengirimkan sebanyak 700.000 chip seri Ascend 910 pada 2025, jauh lebih banyak dari 200.000 yang diharapkan oleh pejabat AS.

Sementara itu, perusahaan seperti iFlytek dan SenseTime telah beralih ke chip domestik, menerima beberapa penundaan sebagai imbalan atas keamanan pasokan.

Namun tantangan tetap ada. Perusahaan teknologi China terkemuka seperti Alibaba dan Tencent masih menggunakan stok chip Nvidia. Setelah stok habis, permintaan untuk alternatif lokal seperti Huawei akan diuji.

Di bidang lain industri chip—perangkat lunak otomatisasi desain elektronik (EDA)—perusahaan China seperti Empyrean mulai melangkah maju.

Dengan penyedia EDA terkemuka seperti Synopsys dan Cadence yang dipaksa keluar dari pasar China, Empyrean mengatakan bahwa mereka sekarang menyediakan 80% dari 58 alat yang dibutuhkan untuk mendesain chip.

Perusahaan berharap dapat menyediakan semuanya tepat waktu, dengan dukungan dari ekosistem semikonduktor China.

Namun, menggunakan chip buatan dalam negeri tidak selalu mudah. ​​Pengembang harus mempertimbangkan bagaimana model AI mereka akan diterima di luar negeri, di mana kepatuhan terhadap standar internasional mungkin dipertanyakan.

Meski begitu, Huawei terus melangkah maju. Pendiri Ren Zhengfei mengatakan bahwa mengkhawatirkan sanksi AS adalah “tidak ada gunanya”—ia lebih suka melakukan sesuatu selangkah demi selangkah.

Dalam wawancara dengan People’s Daily yang diterbitkan pada Selasa (10/5) di halaman depan surat kabar tersebut, Ren mengatakan bahwa Huawei tidak perlu khawatir tentang tantangan chip.

Menghadapi blokade dan penindasan eksternal, “tidak perlu terlalu banyak memikirkan kesulitan, ambil tindakan dan maju selangkah demi selangkah”, katanya.

Ren menguraikan strategi pragmatis perusahaannya untuk mengatasi pembatasan teknologi AS, dengan menekankan investasi dan pelaksanaan penelitian teoritis yang tiada henti.

Menanggapi peringatan Washington tentang penggunaan chip AI Ascend Huawei, ia mengatakan: “Banyak perusahaan chip China berkinerja baik. Huawei hanyalah salah satunya. AS melebih-lebihkan pencapaian kami — kami masih tertinggal satu generasi dalam kinerja chip tunggal.”

Meskipun Huawei belum menyamai perusahaan AS dalam hal chip-per-chip, inovasi dan kemampuan beradaptasi di seluruh sistemnya mungkin akan segera memungkinkannya untuk maju pesat, terutama jika kontrol ekspor tetap berlaku.

Pesannya jelas: Huawei akan terus maju jika perusahaan AS dan sekutu-sekutunya tidak menjual ke China. Justru yang rugi adalah Nvidia, AMD, Intel, Micron, dan deretan perusahaan teknologi lainnya, seperti AMSL, TSMC, dan lainnya.

Tengok saja pada April lalu, Nvidia yang mengumumkan mencatat kerugian sebesar 5,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp92 triliun (1USD = Rp 16.846) karena larangan ekspor chip AI H20 ke China.

Kebijakan tegas dari pemerintah AS itu, membuat saham Nvidia turun, mengikuti jejak AMD yang juga terdampak lewat chip MI308-nya.

Baca Juga: AS Makin Gerah, Setahun Lagi Huawei Siap Produksi Chip 3 Nanometer

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU