JAKARTA, SELULAR.ID – Setelah mengalami kenaikan yang luar biasa bahkan harganya tertinggi sepanjang sejarah, harga aset kripto Bitcoin mulai turun.
Sebelumnya aset kripto, Bitcoin sempat menyentuh angka tertinggi yakni US$ 73.682 atau setara dengan Rp 1,151 miliar.
Namun setelah itu, harga Bitcoin anjok hingga US$ 67.919 atau turun 7% dalam waktu 24 jam hari Jumat (15/3/2024) lalu.
Apa pemicu harga Bitcoin yang sempat tembus rekor hingga akhirnya turun drastis dalam waktu yang cepat.
TONTON JUGA:
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur mengatakan, penurunan ini karena turunnya arus masuk dana investasi ETF Bitcoin dan rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan keadaan inflasi begitu keras dari perkiraan sebelumnya.
Fyqieh mengatakan, lonjakan arus keluar bersih dari Grayscale Bitcoin Trust (GBTC) dan kemunduran arus masuk bersih iShares Bitcoin Trust (IBIT) juga berdampak pada penurunan.
Baca juga: Bitcoin Cetak Rekor Harga Tertinggi Sepanjang Masa di $72.800
“GBTC melihat arus keluar bersih sebesar US$276.5 juta, naik dari US$79.0 juta pada Kamis (14/3/2024),” kata Fyqieh.
“IBIT melihat arus masuk bersih turun dari US$849,0 juta menjadi US$586,5 juta di hari yang sama,” kata Fyqieh, (15/3/2024).
Lebih lanjut, Fyqieh menjelaskan bahwa kenaikan Indeks Harga Produsen (PPI) dan Indeks Harga Konsumen (CPI) menandakan inflasi yang lebih tinggi, sehingga mendorong spekulasi bahwa The Fed akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat daripada yang diharapkan sebelumnya.
“Data PPI bulan Februari yang baru rilis Kamis (14/3) malam kemarin, naik 0,6%, dua kali lipat dari bulan Januari dan melampaui ekspektasi para ekonom,” kata dia.
Fyqieh bilang, meski PPI inti tidak memperhitungkan biaya pangan dan energi, namun melambat menjadi 0,3% dari 0,5%, dan angka tersebut masih di atas perkiraan sebesar 0,2%.
“Dan laporan ini mengikuti CPI yang juga menunjukkan inflasi tahunan sebesar 3,2%, dengan inflasi inti naik menjadi 3,8%,” kata dia.
Peningkatan inflasi ini telah mempengaruhi pasar obligasi, dengan imbal hasil Treasury 10-tahun naik menjadi 4,30%. Indeks Dolar AS (DXY) yang naik juga mempengaruhi aset berisiko, seperti Bitcoin. DXY tercatat naik sekitar 1% dalam seminggu terakhir.
Dengan kondisi tersebut, Fyqieh mengatakan dapat mengurangi minat investor terhadap aset berisiko, termasuk Bitcoin.
Padahal, pasar telah mengalami penyesuaian ekspektasi terhadap kebijakan moneter The Fed.
Awal tahun ini, pasar memprediksi pemotongan suku bunga sebesar 150 basis poin pada tahun 2024.
“Namun, data ekonomi terbaru menghapus harapan tersebut, dengan peluang pemotongan suku bunga pada pertemuan FOMC mendatang menjadi semakin tidak mungkin,” imbuhnya.
Bitcoin Anjlok, Meski Naik Signifikan pada Awal Tahun
Baca juga: Harga Bitcoin Capai Rp1 Miliar, Ini Saran Bagi Para Investor