Selular.ID – Perusahaan teknologi asal Jerman SAP sedang ketimpa masalah hukum. Raksasa software yang berbasis di Baden-Württemberg itu, terbukti melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Luar Negeri AS (Foreign Corrupt Practices Act/FCPA).
Alhasil, SAP diwajibkan membayar denda senilai US$ 220 juta atau setara Rp 3,4 triliun.
Denda sebesar itu dijatuhkan berdasarkan hasil investigasi Departemen Kehakiman AS (DOJ) bersama Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
Untuk diketahui, FCPA adalah undang-undang federal Amerika Serikat yang melarang warga negara dan entitas AS menyuap pejabat pemerintah asing demi kepentingan bisnis mereka.
Sejak diumumkan pada 1977, FCPA berlaku di seluruh dunia dan berlaku khusus untuk perusahaan publik dan personelnya, termasuk pejabat, direktur, karyawan, pemegang saham, dan agen.
Setelah amandemen yang dibuat pada 1998, Undang-undang tersebut juga berlaku bagi perusahaan dan orang asing yang, baik secara langsung atau melalui perantara, membantu memfasilitasi atau melakukan pembayaran korupsi di wilayah AS.
Sesuai dengan tujuan anti-penyuapannya, FCPA mengamandemen Securities Exchange Act tahun 1934 yang mewajibkan semua perusahaan dengan sekuritas yang tercatat di AS untuk memenuhi ketentuan akuntansi tertentu, seperti memastikan pencatatan keuangan yang akurat dan transparan serta menjaga pengendalian akuntansi internal.
FCPA ditegakkan bersama oleh Departemen Kehakiman (DOJ) dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), yang masing-masing menerapkan hukuman pidana dan perdata.
Baca Juga: Menkominfo Tanggapi Kasus Bakti – SAP: Orangnya Sudah Almarhum, Angkanya Juga Kecil
Sejak disahkan, FCPA telah menjadi sasaran kontroversi dan kritik,yaitu apakah penerapannya menghalangi perusahaan-perusahaan AS untuk berinvestasi di luar negeri.
Alih-alih menerima tekanan dari mereka yang kontra, undang-undang tersebut malah semakin diperkuat. Amandemen pada 1988 meningkatkan standar pembuktian atas temuan suap.
Seperti diketahui, regulator AS menemukan SAP secara ilegal melakukan skema pembayaran suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.
“SAP telah menerima tanggung jawab atas praktik korupsi yang merugikan bisnis jujur yang terlibat dalam perdagangan global,” kata Jessica Aber, pengacara AS untuk Distrik Timur Virginia, Senin (8/1/2024).
“Kami akan terus mengadili kasus-kasus suap untuk melindungi perusahaan-perusahaan domestik yang mematuhi hukum saat berpartisipasi di pasar internasional.”
Sementara Departemen Kehakiman AS dalam keterangan resminya menyebutkan bahwa pemeriksa pos, bersama dengan mitra penegak hukum FBI dan jaksa Departemen Kehakiman, mengikuti jejak suap dan korupsi yang meluas dari Afrika Selatan hingga Indonesia.
“Upaya bersama ini mengakibatkan perusahaan terdakwa membayar hukuman pidana yang signifikan dan menyetujui tindakan perbaikan jangka panjang”, demikian pernyataan Departemen Kehakiman AS, dikutip Jumat 12 Januari 2024.
SAP telah menerima tuduhan pelanggaran praktik korupsi tersebut. Dalam dokumen penyelidikan, SAP dan mitranya telah memberikan suap dan hal-hal bernilai lainnya untuk memenuhi kepentingan pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia.
Penyuapan itu antara lain dalam bentuk uang tunai, sumbangan politik, transfer elektronik, serta beragam barang mewah.
Dalam periode tahun 2015-2018, SAP disebutkan terlibat dalam skema penyuapan terhadap beberapa pejabat di Indonesia untuk mendapat keuntungan bisnis secara ilegal.
Hal tersebut memuluskan langkah SAP mendapatkan kontrak dengan berbagai departemen atau lembaga di Indonesia.
Termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (saat ini bernama BAKTI Kominfo), Kementerian Sosial, Pertamina, Pemda DKI Jakarta, PT Mass Rapid Transit (MRT), PT Angkasa Pura I dan II.
Baca Juga: 8 BUMN, Kementerian dan Pemda yang Terseret Kasus Korupsi SAP