JAKARTA, SELULAR.ID – Tahun 2024 bakal menjadi tahun pesta demokrasi di Indonesia karena adanya pemilihian umum atau Pemilu.
Masyarakat akan memilih pemimpinnya mulai dari presiden dan wakil presiden, para wakil rakyat pada 14 Februari 2024 hingga pemilihan kepala daerah bulan November 2024 nanti.
Sorotan paling utama tentu saja kepada pemilihan presiden dan wakil presiden, di mana sudah ada tiga pasangan capres dan cawapres yang bakal rakyat pilih.
Sejumlah gagasan dan program kerja sudah tiga pasangan capres dan cawapres rancang dan sampaikan kepada rakyat Indonesia.
Tetapi, industri telekomunikasi dan digital masih menunggu pasangan capres dan cawapres mana yang berani mengeluarkan regulasi terkait pengaturan over the top (OTT).
TONTON JUGA:
Pasalnya menjelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum ada regulasi di Indonesia yang mengatur terkait perusahaan over the top (OTT) seperti Netflix, YouTube, TikTok dan lainnya.
Padahal Jokowi hampir 10 tahun menjabat sebagai presiden di Republik Indonesia sejak tahun 2014 lalu.
Para OTT asing tersebut mampu meraup banyak cuan tanpa memberikan kontribusi terkait pembangunan infrastruktur digital di negara ini.
Hal tersebut yang menjadi pembahasan di acara diskusi Selular Business Forum (SBF) 2023 di Jakarta, Rabu (27/12/2023).
Pada diskusi tersebut beban infrastruktur digital di Indonesia menjadi tugas bagi para operator telekomunikasi.
Tidak hanya menanggung beban infrastruktur telekomunikasi, tetapi para operator ini kerap menanggung beban lainnya seperti penerimaan negara bukan pajak alias PNBP yang nilainya di atas 12%.
Baca juga: Tanpa Regulasi, OTT Bisa Ancam Kedaulatan Negara
Nilai itu lebih besar dari PNBP global yang menerapkan 5% hingga di bawah 10%.
Ketika operator telekomunikasi berdarah-darah dengan PNBP, OTT asing justru asik mendapatkan cuan meski sekadar ‘menumpang’ di jalur infrastruktur digital di Indonesia.
Belum lagi, operator telekomunikasi kini mendapat tuntutan segera melaksanakan pemerataan jaringan 5G di negeri ini.
Menurut Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indinesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot belum adanya regulasi terkait OTT ini dikarenakan kemampuan lobby para pemilik perusahaan OTT ini sangat dahsyat.
Bahkan kemampuan lobby para OTT ini melebihi kemampuan pejabat Indonesia yang tugasnya membuat regulasi.
“Kalau kita sedang bahas untuk membuat PP (peraturan pemerintah) atau PM (peraturan menteri), mereka lobby-nya bisa beberapa level di atas yang tugasnya membuat PP atau PM,” kata Sigit di ajang Selular Business Forum.
Lebih lanjut menurut Sigit monen Pemilu 2024 ini menjadi saat yang tepat untuk mennatang ketiga pasangan Capres – Cawapres untuk bisa membuat regulasi terkait OTT mengingat potensi pendapatan negara akan sangat besar.
Pendapatan Timpang
Baca juga: Guru Jadi Profesi yang Paling Banyak Gunakan Pinjol