JAKARTA, SELULAR.ID – Indonesia tertinggal dari Malaysia dalam hal mendorong pertumbuhan industri berbasis digital.
Pasalnya, pada akhir tahun 2023 lalu, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim membentuk Kementerian Digital.
Hal itu dia lakukan saat mengumumkan hasil reshuffle kabinet pada tanggal 12 Desember 2023.
Hasil reshuffle kabinet yang sebelumnya hanya 28 kementerian, kini menjadi 31 kementerian.
Salah satu pemekaran yang Anwar Ibrahim lakukan yakni memisahkan Kementerian Komunikasi dan Digital yang sebelumnya menjadi satu kesatuan.
TONTON JUGA:
Perdana Menteri Anwar Ibrahim berargumentasi bahwa diperlukan kementerian yang berdedikasi untuk mengelola sektor digital yang sedang berkembang seiring dengan transformasi industri.
Media utama Malaysia The Star, melaporkan bahwa Fahmi Fadzil, Menteri Komunikasi dan Digital, diangkat menjadi Menteri Komunikasi.
Baca juga: 10 Juta Penduduk Indonesia Sudah Beralih dari e-KTP ke Digital ID
Kemudian Gobind Singh Deo, Menteri Komunikasi dan Multimedia, diangkat menjadi Menteri Digital.
Surat kabar tersebut mengutip Ibrahim yang mengatakan: “Ada pusat data baru yang bermunculan dan kecerdasan buatan harus diperhatikan. Ada juga kebutuhan untuk meningkatkan pemahaman digital.”
Malaysia terus berusaha mengakselerasi teknologi 5G setelah terlambat memulainya menyusul kontroversi mengenai keputusan pada 2021 untuk mengadopsi jaringan 5G grosir nasional tunggal (single national wholesale 5G network).
Indonesia Tertinggal
Baca juga: Guru Jadi Profesi yang Paling Banyak Gunakan Pinjol
Sementara itu, Indonesia harus tertinggal lantaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang saat ini masih menangungi industri digital.
Padahal, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan, masyarakat Indonesia tidak boleh hanya menjadi konsumen karena potensi ekonomi digital di Indonesia dapat menembus angka Rp11.250 triliun.
Hal ini disampaikan Jokowi saat memberi arahan kepada peserta PPSA XXIV dan alumni PPRA LXV Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
“Harus saya ingatkan karena potensinya tadi Rp11.250 triliun, hati-hati. Kita tidak boleh hanya menjadi pasar saja, ada potensi tapi kita hanya jadi pasarnya saja, oleh sebab kita harus jadi pemain,” kata Jokowi.
Jokowi memaparkan, potensi ekonomi digital Indonesia berada di angka 44 miliar dollar AS pada 2020, 77 miliar dollar AS pada 2022, 146 miliar dollar AS pada 2025, dan 360 miliar dollar AS atau Rp5.000 triliun pada 2030.
Dia menyebutkan, angka itu dapat bertambah apabila negosiasi mengenai Digital Economy Framework Agreement di antara negara-negara ASEAN dapat rampung pada 2025.
“Angka yang terakhir tadi yang 360 billion US dollar itu akan lipat jadi 2 kali. Artinya 720 miliar US dollar, kalau dirupiahkan Rp11.250 triliun potensi ekonominya sangat besar sekali,” kata Jokowi.
Ia menjelaskan, Digital Economy Framework Agreement akan mengatur soal perdagangan digital, pembayaran digital, dan keamanan data.
Menurut dia, hal ini harus menjadi perhatian karena terdapat laporan bahwa ada 123 juta orang yang tercatat masuk ke sebuah aplikasi hanya dalam waktu satu bulan.
“Artinya perilaku konsumen kita sudah dipegang, mood-nya mau ke mana sudah dipegang, arahnya mau ke mana sudah bisa ditebak dan kita terlambat,” kata Jokowi.
Jokowi menambahkan, Indonesia juga hanya punya waktu dua tahun untuk bisa menguasai pasar ekonomi digital.
“Bagaimana kita menyiapkan talenta-talenta digital kita, ini bukan barang yang mudah, dan kita tidak boleh hanya menjadi konsumen saja,” ujar mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Baca Juga: Indonesia dan Singapura Bahas Enam Isu Transformasi Digital