Rabu, 13 Agustus 2025

Ekspansi Starlink: Melenggang di Singapura dan Filipina Namun Terganjal di Indonesia

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Menurut laporan Market Digits, pasar internet satelit global bernilai USD 4,2 miliar pada 2023 dan diproyeksikan mencapai USD 12,2 miliar pada 2030. Angka itu tumbuh pada CAGR sebesar 16,5% selama periode perkiraan 2023-2030.

Dengan tingginya potensi pasar, SpaceX, perusahaan yang menaungi Starlink, terus melanjutkan kampanye peluncuran satelit secara agresif.

Hingga saat ini, raksasa yang berbasis di Hawthorne, California itu, telah meluncurkan lebih dari 3.400 satelit untuk memperluas cakupan global. Jumlah itu menempatkan Space X sebagai penyedia satelit internet orbit rendah terbesar di dunia.

Untuk diketahui sepanjang 2023, layanan Starlink telah hadir di lebih dari 40 negara. Belakangan perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk ini, mulai membangun daya tariknya di Asia, khususnya Asia Tenggara.

Di antara kawasan lainnya di dunia, pasar Asia Tenggara memang terbilang paling sexy. Didukung oleh stabilitas politik, pengguna internet terus melonjak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan itu.

Uniknya, kita jika kita tengok ke belakang, persisnya lebih dari satu dekade yang lalu, empat dari lima orang Asia Tenggara tidak memiliki konektivitas internet karena akses yang terbatas. Faktanya, saat ini penduduk Asia Tenggara adalah yang terbanyak melibatkan pengguna internet selular di dunia.

Baca Juga: Kominfo Sebut Starlink Masih Terbuka Masuk Indonesia

Terdapat hampir 400 juta pengguna internet di wilayah ini. Alih-alih bergantung pada fixed broadband, sebanyak 90% dari pengguna terhubung ke internet terutama melalui ponsel mereka.

Dengan pertumbuhan yang berlipat ganda setiap tahunnya, wajar jika Starlink berusaha memperkuat pijakan di kawasan Asia Tenggara.

Teranyar, Starlink menggandeng operator terbesar di Singapura Singtel.  Dalam pernyataan resmi (18/1/2024), Singtel menyebutkan bahwa pihaknya mengidentifikasi peluang untuk mendorong aplikasi digital bagi pemilik kapal menggunakan AI, 5G, dan komputasi edge.

Kerjasama konektivitas melalui satelit yang disediakan oleh Starlink, diyakini akan memperkuat rangkaian produk dan layanan Sintel yang bermanfaat untuk industri maritim.

Operator mencatat penggunaan teknologi canggih di segmen tersebut dapat meningkatkan keselamatan, menciptakan efisiensi, sekaligus meningkatkan kesejahteraan kru.

Kesepakatan dengan Starlink memungkinkan Singtel untuk menambahkan broadband orbit rendah Bumi ke penawaran satelit geostasioner yang ada untuk sektor ini.

Konektivitas akan diterapkan ke dalam layanan digital yang dirancang lebih luas untuk kapal-kapal bermerek iShip.

CEO Singtel Digital InfraCo Bill Chang mengatakan, dalam industri maritim yang kompleks di mana sejumlah besar data dikirimkan antara ribuan terminal, kapal, dan pelabuhan secara global, pihaknya “melihat meningkatnya permintaan akan konektivitas yang lebih cepat, lebih tangguh, dan berlatensi rendah seiring dengan mulai berkembangnya industri ini, merangkul transformasi digital”.

Chang  menambahkan, kerjasama dengan Starlink adalah “bagian dari strategi multi-orbit kami untuk meningkatkan ketahanan konektivitas satelit di industri dan memungkinkan adopsi teknologi digital secara cepat”.

Keputusan Singtel menggandeng Starlink untuk memperluas pasar, menjadikan Singapura sebagai negara kedua setelah Filipina yang menjalin kemitraan dengan perusahaan milik taipan Elon Musk itu di Asia Tenggara.

Baca Juga: Satelit Internet Starlink Terancam Gagal Masuk Indonesia Karena Ulah Elon Musk

Sekedar diketahui, pada Juli 2022, Filipina telah menyetujui rencana Starlink untuk mendirikan anak perusahaan lokal di negara tersebut untuk “mempercepat peluncuran layanan ini,” seiring upaya mereka untuk menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengakses Starlink.

Peta ketersediaan Starlink menunjukkan layanan mulai tersedia untuk negara kepulauan itu pada kuartal keempat 2022, namun peluncurannya telah ditunda dari Desember hingga paruh pertama 2023.

Selain Singapura dan Filipina, Jepang juga menjadi basis pasar yang cukup kuat bagi Starlink. Lewat kerjasama dengan dua operator setempat, KDDI dan Softbank, layanan broadband Starlink telah dapat dinikmati masyarakat Jepang sejak 2021.

Starlink saat ini tersedia di sekitar Tokyo dan sebagian wilayah negara yang membentang di utara kota metropolitan tersebut, menurut peta ketersediaannya. Perusahaan berusaha untuk terus memperkuat cakupan layanan di kawasan lain di Jepang.

Starlink Belum Memenuhi Persyaratan Regulasi di Indonesia

Berbeda dengan Singapura, Filipina, dan Jepang, ekspansi Starlink di Indonesia sejauh ini masih mengalami banyak hambatan.

Padahal, upaya Starlink menghadirkan layanannya di Indonesia mendapat dukungan penuh dari Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP).

Diketahui, perusahaan yang berkantor pusat di Dubai, UEA itu, langsung melobi LBP. Hasilnya, LBP menilai perizinan layanan internet satelit milik miliarder Elon Musk, Starlink, seharusnya berjalan mulus dan tidak ada masalah.

“Ya sedang kita proses semua mestinya tidak ada masalah,” kata LBP usai meresmikan EdgeConnex Indonesia di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023).

Berbekal pernyataan LBP itu, Starlink pun cukup yakin jika Kominfo juga memuluskan rencana mereka menggarap pasar internet ritel di Indonesia.

Perwakilan Starlink pada akhirnya menemui Menkominfo Budi Arie Setiadi. Namun berbeda dengan LBP,  Budie Arie Setiadi menyatakan bahwa pihaknya tak akan memberi keistimewaan untuk Starlink soal regulasi.

“Nggak ada, semuanya ke semua pemain kita equal treatment,” tegas Budi kepada awak media ditemui di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Kamis (20/9/2023).

Budi Arie menegaskan, kerjasama ini dapat berlangsung apabila Starlink mematuhi regulasi akses internet yang berlaku di Indonesia.

Baca Juga: Apa Itu Lawful Interception yang Jadi Salah Satu Syarat Starlink Beroperasi di Indonesia?

Ditambahkan oleh Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kementerian Kominfo, Wayan Toni Supriyanto, pemerintah tidak akan memberikan izin kepada Starlink masuk ke pasar ritel jika perusahaan tersebut tidak mengikuti aturan yang berlaku.

“(Demi) menjaga level playing field sesama (pemain industri telekomunikasi) kepada semua. Kemarin yang kita sampaikan (ke perwakilan Starlink) Online Single Submission atau OSS-nya seperti ini, itu yang punya ini BKPM, regulasinya seperti ini,” tutur Wayan.

Untuk diketahui, salah satu regulasi yang wajib dipenuhi oleh Starlink adalah izin sebagai Penyelenggara Jaringan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah 5/2021 dan Peraturan Menteri Kominfo 5/2021. Sebagai Penyelenggara Jaringan, maka Starlink wajib memenuhi sejumlah kewajiban.

Seperti menggunakan Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang telah memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan tersertifikasi badan yang berwenang. Kemudian secara teknis harus mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis (fundamental technical plan) Telekomunikasi Nasional.

Sesuai aturan modern lisencing, seperti halnya operator selular, Starlink juga wajib memenuhi kewajiban pembayaran biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi atau BHP Tel sebesar 0,5% dan BHP USO (universal service obligation) sebesar 1,25% dari pendapatan kotor.

Di sisi lain, seperti Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), XL Axiata dan Smartfren, Starlink juga wajib melaksanakan komitmen Pembangunan dan/atau penyediaan jaringan telekomunikasi secara menyeluruh ke seluruh wilayah Indonesia.

Dengan regulasi yang telah berjalan selama ini, maka operasi Starlink tidak cukup hanya dengan negosiasi dan memiliki nomor induk izin berusaha saja, kemudian bisa langsung berjualan layanan internet di Indonesia.

Terlepas dari ketatnya regulasi, Indonesia sendiri merupakan negara yang layak menjadi bidikan Starlink. Pasalnya, bersama dengan India, Indonesia memiliki jumlah pengguna internet yang sangat besar.

Menurut laporan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 213 juta orang per Januari 2023. Jumlah ini setara 77% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 276,4 juta orang pada awal 2023.

Jumlah itu naik 5,44% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pada Januari 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia baru sebanyak 202 juta orang.

Meski jumlah pengguna terus meningkat setiap tahunnya, namun di sisi lain, terungkap fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak penduduknya belum terkoneksi internet.

We Are Social melaporkan, ada 63,51 juta penduduk di seluruh Tanah Air yang belum terkoneksi internet hingga awal 2023.

Adapun jumlah tersebut menjadi yang terbesar kedelapan secara global. Sementara, posisi pertama ditempati oleh India dengan 730,02 juta penduduk belum terkoneksi internet.

Sejatinya, kehadiran Starlink bisa menjadi solusi bagi sebagian masyarakat Indonesia. Terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).

Namun tentu saja, untuk bisa membidik segmen internet ritel, Starlink harus memenuhi semua persyaratan yang diperlukan.

Hal ini agar tidak mengorbankan operator selular lain yang selama ini beroperasi dan telah memberikan kontribusinya kepada masyarakat dan negara.

Baca Juga: Bahayanya Starlink Jika Masuk ke Indonesia Tanpa Regulasi yang Jelas

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU