Dari Denda Jutaan Dollar Hingga Menghadang Upaya Akuisisi
Tak dapat dipungkiri, industri teknologi telah berkembang pesat selama dua dekade terakhir berkat sedikitnya peraturan pemerintah.
Perusahaan-perusahaan tersebut mengatakan bahwa hal ini memungkinkan mereka mengembangkan produk yang bermanfaat bagi konsumen, seperti layanan internet gratis dan belanja online.
Panel yang dibentuk pemerintah Inggris mengatakan bahwa pendekatan lepas tangan ini mempunyai manfaat bagi konsumen, namun juga menimbulkan konsekuensi terkait privasi dan kurangnya persaingan.
Para pengkritik berpendapat bahwa undang-undang persaingan usaha yang ada tidak dapat mengimbangi laju dan pertumbuhan pesat industri teknologi.
Ketika pihak berwenang mengeluarkan keputusan, teknologi yang mendasarinya telah berubah dan perusahaan-perusahaan mulai bergerak dengan kekuatan yang lebih besar.
Baca Juga: Paksa Metode Pembayaran Tertentu, Apple dan Google Didenda Rp790 Miliar
Dari Denda Jutaan Dollar Hingga Menghadang Upaya Akuisisi
Dalam upaya meredam perusahaan-perusahaan teknologi, selain memperketat aturan juga mengeluarkan denda besar.
Tahun lalu, Komisi Eropa mengeluarkan denda tertinggi terhadap Google sebesar 4,34 miliar euro, atau sekitar $4,89 miliar, atas pelanggaran antimonopoli terkait sistem operasi seluler Android miliknya.
Namun kasus ini membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun untuk diselesaikan. Google pun masih belum puas sehingga mengajukan banding.
Selama 10 tahun terakhir, menurut laporan tersebut, lima perusahaan teknologi terbesar telah melakukan lebih dari 400 akuisisi secara global. Tidak ada yang diblokir, dan hanya sejumlah kecil yang memiliki persyaratan persetujuan.
“Kebijakan persaingan perlu diperbarui untuk mengatasi tantangan baru yang ditimbulkan oleh ekonomi digital,” kata laporan itu.
Panel Mr. Furman menyerukan pembentukan “unit pasar digital” yang mengharuskan perusahaan mengizinkan konsumen memindahkan data dari satu layanan ke layanan lainnya.
Perusahaan-perusahaan besar juga harus menyediakan data bagi para pesaing, sebagai upaya untuk menurunkan hambatan masuk dengan memaksa mereka berbagi informasi. Laporan tersebut juga menyerukan agar kode etik dirancang untuk perusahaan teknologi terbesar yang dapat ditegakkan dengan denda.
Rekomendasi tersebut merupakan bagian dari tinjauan yang lebih luas terhadap kebijakan industri teknologi seiring dengan persiapan negara tersebut untuk keluar dari Uni Eropa.
Para pejabat Inggris juga mempertimbangkan pajak terhadap perusahaan-perusahaan teknologi dan membuat perusahaan-perusahaan internet bertanggung jawab atas penyebaran informasi yang salah, ujaran kebencian, dan konten teroris di platform mereka.
Sejauh ini, peraturan apa pun masih perlu disetujui oleh Parlemen. Termasuk rencana untuk memperketat aturan terhadap praktek monopoli yang baru.
Baca Juga: Mengapa Inggris Menentang Akuisisi Microsoft Terhadap Activision Bliz zard?
Belum lama ini regulator kompetisi di Inggris akhirnya menyetujui langkah Microsoft untuk mengakuisisi pengembang game terkemuka Activision Blizzard, setelah raksasa teknologi itu merestrukturisasi kesepakatan untuk meredakan kekhawatiran, sehingga membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan.
Di Amerika Serikat, rencana peraturan Warren akan memaksa raksasa teknologi untuk membatalkan beberapa akuisisi, termasuk pembelian WhatsApp dan Instagram oleh Facebook, kesepakatan Amazon dengan Whole Foods, dan pembelian perusahaan pemetaan Waze oleh Google. Perusahaan juga akan dilarang mentransfer atau membagikan data masyarakat kepada pihak ketiga.
Furman, ekonom Harvard dan mantan penasihat Obama, mengatakan pembubaran perusahaan belum diperlukan. Namun dia menyuarakan penyesalannya karena Gedung Putih tidak berbuat lebih banyak untuk mengatur industri teknologi selama dia berada di sana.
“Saya berharap kita bisa mengatasi beberapa masalah persaingan lebih cepat,” katanya.
Argumen umum yang menentang peraturan persaingan usaha adalah bahwa perusahaan-perusahaan baru akan muncul seiring dengan perubahan teknologi, sama seperti Google dan Facebook yang mengambil alih teknologi lama.
Laporan Inggris mengatakan alasan tersebut tidak lagi berlaku karena hambatan masuk bagi perusahaan-perusahaan muda jauh lebih tinggi.
Perusahaan-perusahaan terbesar, termasuk Google, Facebook, Amazon dan Microsoft, adalah pemimpin dalam teknologi baru yang paling menjanjikan, seperti kecerdasan buatan.
“Perusahaan yang paling bisa mengambil keuntungan dari hal ini mungkin adalah perusahaan-perusahaan besar yang sudah ada karena pentingnya data untuk keberhasilan penggunaan alat-alat ini,” kata laporan itu.
Australia Bakal Paksa Raksasa Teknologi Menindak Konten Berbahaya
Tak hanya Inggris, UE dan AS, Australia juga terus berupaya menekan para raksasa teknologi yang dinilai tidak cukup ‘berbuat lebih’ terhadap konten-konten yang bertebaran pada platform-platform media sosial.
Ujungnya, pengawas internet Australia ingin memaksa raksasa teknologi untuk menindak materi pelecehan anak palsu dan “konten pro-teror” di bawah protokol baru yang dikembangkan di seluruh industri di negara tersebut.
Seperti dilansir AFP, Komisioner eSafety Australia Senin (20/11) mengatakan bahwa standar yang diterapkan akan mengharuskan perusahaan teknologi berbuat lebih banyak untuk mengatasi konten yang sangat berbahaya, termasuk materi “pelecehan seksual terhadap anak-anak sintetis” yang dibuat dengan kecerdasan buatan.
Baca Juga: Australia Keluarkan Protokol Baru, Paksa Raksasa Teknologi Menindak ‘Konten Berbahaya’
Regulator mengatakan mereka terpaksa turun tangan setelah memberi waktu dua tahun kepada industri teknologi untuk mengembangkan kodenya sendiri.
Kode-kode ini “gagal memberikan perlindungan yang memadai”, kata Komisaris eSafety, dan tidak memiliki “komitmen yang kuat untuk mengidentifikasi dan menghapus materi pelecehan seksual terhadap anak-anak”.
Standar baru ini, yang telah dirilis untuk konsultasi dan masih memerlukan persetujuan parlemen, akan berdampak pada perusahaan seperti Meta, Apple dan Google.
“Kode dan standar terdepan di dunia ini mencakup konten online terburuk dari yang terburuk termasuk materi pelecehan seksual terhadap anak-anak dan konten pro-teror,” kata Komisaris eSafety Julie Inman Grant, mantan karyawan Twitter.
Aturan tersebut akan berlaku untuk situs web, layanan penyimpanan foto, dan aplikasi perpesanan, kata Inman Grant.
“Fokus kami adalah memastikan industri mengambil langkah-langkah yang berarti untuk mencegah penyebaran konten yang sangat berbahaya seperti materi pelecehan seksual terhadap anak-anak.”
Upaya Australia sebelumnya untuk meminta pertanggungjawaban raksasa teknologi terbukti sulit untuk ditegakkan.
Sebelumnya negeri kanguru itu, telah meloloskan “Undang-Undang Keamanan Online” yang inovatif pada 2021.
Beleid ini menjadi ujung tombak upaya global untuk meminta pertanggungjawaban raksasa teknologi atas apa yang diunggah pengguna di media sosial.