Kamis, 31 Juli 2025
Selular.ID -

ATSI Sebut Kondisi Operator Seluler Indonesia Serupa Nakes Era Pandemi Covid-19

BACA JUGA

Pada acara tersebut, Merza Fachys, Wakil Ketua Umum ATSI mengatakan jika operator seluler di Indonesia saat ini serupa dengan tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19 lalu.

Merza mengatakan kondisi tersebut berdasarkan dari kajian yang Global System for Mobile Communications Association atau GSMA keluarkan.

Bahkan kajian tersebut sudah ATSI laporkan ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga Presiden Joko Widodo.

Merza menyebut kondisi perusahaan operator seluler saat ini tidak sehat dan sering berkorban seperti nakes yang menyelamatkan kepentingan bangsa.

“Pertumbuhan operator seluler saat ini tidak sehat dengan regulatory charge yang tinggi yakni sekitar 12 persen. Padahal yang wajar regulatory charge seharusnya di bawah 10 persen,” ujarnya.

“Di sisi lain, pertumbuhan pendapatan operator seluler juga tidak seperti masa jayanya dahulu. Ini yang wajib diperhatikan pemerintah supaya operator seluler yang menjadi tulang punggung perekonomian digital justru harus menjadi korban,” sambungnya.

Menanggapi hal tersebut, Denny Setiawan, Direktur Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo menyebut Kominfo menyadari permasalahan yang ada dalam operator seluler di Indonesia.

“Pak Menteri (Kominfo) sudah bertemu para CEO sudah berproses untuk menyiapkan sejumlah aturan yang tidak memberatkan siapapun dan tidak menurunkan kualitas layanan seluler maupun internet kita,” ujarnya.

“Untuk mencapai 5G, hal yang pertama akan Kominfo lakukan tentu saja dengan melelang spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz yang sedang pemerintah godok peraturannya,” sambungnya.

Sementara itu, Sigit Puspito Wigati Jarot, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel menyebut ada tiga isu penting dalam lelang spektrum.

“Pertama yakni harganya harus terjangkau. Lalu, idealnya hanya satu pemenang tetapi pemenang wajib lakukan sharing kepada yang lainnya. Ketiga adalah pengalaman pengguna yang menyenangkan sehingga semakin semangat menggunakan 5G,” ungkapnya.

DI sisi lain, Mareta Pratiwi, Executive Secretary to PIDI 4.0 (Pusat Industri Digital Indonesia) Kementerian Perindustrian menyebut teknologi 5G yang memiliki potensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) manufaktur global 4% atau hanya di bawah $740 miliar.

“Bisnis potensi 5G ini sudah diprediksi sejak 2019 dan sangat luar biasa, bisnis yang sangat menjanjikan. Hal ini sebenarnya peluang bagi dunia teknologi dan butuh implementasi jaringan teknologi 5G,” ungkap Mareta.

Baca juga: 5G Summit 2023 Eksplorasi Penggunaan 5G dan Adopsinya di Indonesia

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU