Kamis, 31 Juli 2025
Selular.ID -

Data BPS Tunjukkan Industri Telekomunikasi Sedang Tidak Sehat

BACA JUGA

JAKARTA, SELULAR.ID – Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa industri telekomunikasi tidak baik-baik saja. Data ini disampaikan langsung di Selular Business Forum (SBF) 2023 yang diselenggarakan oleh Selular Media Network, Senin (2/10/2023).

Data tersebut menunjukkan industri telekomunikasi tumbuh melambat ke level 7,19% secara tahunan. Fakta ini menjadi alarm bagi ekosistem industri teknologi digital yang mampu tumbuh tinggi saat pandemi Covid-19.

Padahal operator seluler telah menopang kemajuan dari industri digital di Indonesia. Bahkan pemerintah dan pemangku kepentingan memberikan dukungan yang kuat dan memastikan kondisi yang kondusif bagi operator telekomunikasi.

TONTON JUGA:

“Keberhasilan industri dan perekonomian digital Indonesia sangat tergantung pada peran operator telekomunikasi dalam menyediakan konektivitas yang luas, cepat, dan andal kepada masyarakat serta membantu menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan inovatif,” ujar Uday Rayana, CEO Selular Media Network, di acara SBF 2023 bertema ‘Sustainability Operator Telekomunikasi Kunci Tangguhnya Ekosistem Digital di Indonesia’, di Jakarta Selatan.

Baca juga: Pinjol Meningkat 71 Persen, Pada Juni 2023, Pinjaman Untuk Pemuda Capai Rp2,3 Juta

Kemunduran dari industri telekomunikasi terlihat sejak memasuki masa kejenuhan pada 2013, pertumbuhan industri telekomunikasi khususnya selular yang sebelumnya double digit, sekarang sudah single digit. Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dari ARPU (average revenue per user) yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.

Tiga dekade lalu sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai Rp 75.000 – Rp 100.000. Namun akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pasca bayar) menyentuh angka Rp 50.000.

Uday sempat menyimpulkan permasalahan dalam industri telekomunikasi ada enam, yaitu:
1. Regulasi super ketat
2. Tarif data yang terbilang murah
3. Kebutuhan frekuensi terus meningkat namun harga spektrum sangat mahal
4. Besarnya regulatory chargers, dari BHP frekuensi hingga USO
5. Kewajiban membangun hingga pelosok namun minim insentif
6. Ketimpangan kebijakan operator selular dibandingkan penyelenggara OTT (over the top)

Imbas dari berbagai permasalahan tersebut membuat industri telekomunikasi tidak maksimal dalam mengembangkan peran sebagai enabler di era digital yang berkembang pesat saat ini. Untuk kembali sehat, diperlukan solusi-solusi yang bersifat komprehensif.

“Kolaborasi yang erat antara operator telekomunikasi, pemerintah, dan sektor lainnya akan membantu memajukan industri dan perekonomian digital Indonesia, serta mempersiapkan masa depan yang lebih cerah di era digital yang terus berkembang,” ungkap Uday.

Baca juga: BHP Frekuensi Operator Seluler Bisa Ringan, PP No 80 Tunggu Tanda Tangan Jokowi

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU