JAKARTA, SELULAR.ID – Google dan YouTube Indonesia berjanji bakal berantas informasi hoaks atau misinformasi dalam momen pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Brand Marketing Manager Google Indonesia, Muriel Makarim yang mengungkapkan komitmen kuat Google dan YouTube Indonesia berantas info hoaks atau misinformasi di Pemilu 2024.
Misinformasi, menurut Muriel adalah permasalahan yang kompleks.
Kemunculan misinformasi menjadi momok di tengah masyarakat, terlebih pada tahun-tahun politik.
TONTON JUGA:
Berdasarkan data yang Kementerian Komunikasi dan Informasi himpun, bahwa 60% dari masyarakat Indonesia mengaku pernah mendapatkan kabar hoaks atau misinformasi.
Selama rangkaian proses pemilu, Google dan YouTube Indonesia sadar bahwa penting bagi masyarakat Indonesia untuk membuat keputusan yang matang.
Baca juga: Android dan Google Play Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Namun, keputusan yang matang perlu juga berdasar atas informasi yang kredibel serta terpercaya.
“Meskipun kami sudah berusaha sedemikian rupa untuk menjaga keamanan pengguna, pasti pelaku yang tidak bertanggung jawab akan selalu ada,” ujar Muriel di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
“Oleh karena itu, kami percaya bahwa penting sekali untuk mempersiapkan pemilih dalam melawan misinformasi,” sambungnya.
Google dan YouTube Indonesia punya 2 strategi untuk mengikis risiko misinformasi di masyarakat.
Pertama, mengedukasi pengguna dalam mengenali dan mengevaluasi misinformasi.
Dalam hal ini, Google dan YouTube Indonesia berupaya agar dapat membantu pemilih untuk mendeteksi karakter misinformasi.
“Dengan itu, kami bekerja sama dengan Jigsaw, unit di dalam Google yang fokusnya melakukan riset untuk mengatasi misinformasi dengan metode prebunking,” tutur Muriel.
Prebunking merupakan metode yang mengedukasi pengguna mengenai taktik-taktik dalam misinformasi. Metode ini, lanjut Muriel telah ada di beberapa negara.
Berdasarkan riset yang Google lakukan di Indonesia, ada temu 3 taktik yang paling populer atau banyak terjadi dalam Pemilu.
Pertama, merusak reputasi. Biasanya, konten khusus untuk mencemarkan nama baik seseorang atau untuk menurunkan reputasi suatu pihak.
Taktik kedua yakni manipulasi gambar atau video.
Biasanya, berisikan konten-konten yang sengaja menggunakan gambar atau video yang para oknum edit dan mereka tambahkan dengan headline yang menyesatkan.
Ketiga, ada taktik memancing emosi.
“Taktik ini biasanya itu mempunyai ciri-ciri memakai kata-kata yang berlebihan untuk memancing emosi seperti sedih, takut, marah atau kalau video, dengan tambahan lagu yang mendramatisir,” katanya.
Google Gandeng Kominfo hingga Bawaslu
Baca juga: Sering Kecolongan Tangkal Hoaks, Kemenkominfo Meminta Bantuan
Pada momen ini, Google dan YouTube Indonesia meluncurkan kampanye untuk mengedukasi masyarakat melalui jargon ‘Recheck sebelum Kegocek’.
Kampanye ini merupakan hasil kolaborasi dengan multimitra, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), CekFakta, Safer Internet Lab, serta mitra-mitra lain.
Strategi kedua yang Google dan YouTube Indonesia lakukan adalah membekali pemilih atas informasi yang mereka dapatkan.
Melalui kampanye ‘Pause Dulu’ di YouTube, terdapat berbagai video sharing yang mengajak pengguna untuk melakukan pause atau menjeda dahulu video yang masyarakat tonton dan memahami konteks di baliknya.
“Lalu, cari tahu apakah sumber kontennya kredibel atau tidak. Kita pause dulu, kita pikir dulu, ini kira-kira kredibel atau bukan sebelum kita share ke semua orang,” kata dia.
Google dan YouTube Indonesia juga memberikan pembekalan bagi kelompok rentan untuk keterampilan literasi media digital.
Namun, hal itu tak mudah Google dan YouTube jangkau bila berjalan sendiri.
Sebagai jalan keluarnya, mereka memberikan hibah senilai $2,5 juta USD untuk Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).
Mafindo merupakan organisasi masyarakat sipil yang peduli terhadap pemberantasan konten informasi negatif atau berita hoaks.
“Ini adalah inisiatif untuk tular nalar mereka dalam meningkatkan dan membekali masyarakat kelompok rentan, termasuk anak muda dan lansia,” kata Muriel.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Kominfo Sebut Jumlah Konten Hoaks Meningkat Tahun Ini