Selular.ID – Bank Indonesia bersinergi dengan Pemerintah dalam implementasi Peraturan Pemerintah (PP) DHE SDA tentang Devisa Hasil Ekspor dan Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA) dalam bentuk penetapan instrumen penempatan DHE SDA serta pengaturan pemantauan dan pengawasannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar berkumpul di Kantor Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sri Mulyani baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 73/2023 tentang Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif atas Pelanggaran Ketentuan DHE dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Baca juga: BI Gratiskan Layanan QRIS Untuk Transaksi Di Bawah Rp100.000
Aturan yang diteken pada 24 Juli 2023 tersebut berisikan teknis sanksi administratif bagi para eksportir nakal atau yang melanggar dalam memarkirkan DHE di dalam negeri.
Sebagai informasi tambahan, PMK ini juga merupakan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2023 tentang DHE yang diteken pada 12 Juli 2023, oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pemerintah memproyeksikan cadangan devisa akan meningkat sebesar 60 miliar dolar AS sampai dengan 100 miliar dolar AS setelah penerbitan aturan baru devisa hasil ekspor sumber daya alam.
Adapun aturan baru tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2023 yang merevisi PP Nomor 1 Tahun 2019 itu.
Aturan ini akan mewajibkan devisa hasil ekspor sumber daya alam dapat disimpan sistem keuangan dalam negeri minimal tiga bulan. Adapun nilai devisa ekspor yang wajib ditahan ini di atas 250 ribu dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga hartato mengatakan potensi ekspor sumber daya alam dari empat sektor yakni pertambangan, perikanan, perhutanan dan perkebunan, cukup besar. Pada 2022, penerimaan ekspor dari sektor-sektor ini sebesar 203 miliar dolar AS atau 69,5 persen dari ekspor.
“Dengan ketentuan DHE SDA maka minimal 30 persen dari 203 miliar dolar AS sebesar 60 miliar dolar AS per tahun sampai dengan 100 miliar dolar AS,” ujar Airlangga.
Empat sektor tersebut, pertambangan menyumbang kontribusi tertinggi sebesar 66 persen atau 133,98 miliar dolar AS.
Disusul sektor perkebunan sebesar 18 persen atau 5,52 miliar dolar AS dimana komoditas sawit menyumbang sebesar 27,8 miliar dolar AS atau 50,3 persen.
Sektor kehutanan sebesar 11,9 miliar dolar AS atau 4,1 persen dan terbesar palm and paper industry. Terakhir, sektor perikanan sebesar 6,9 miliar dolar AS, mayoritas komoditas udang dan lainnya.
“Penerbitan aturan baru tersebut bertujuan pembangunan ekonomi, meningkatkan investasi, meningkatkan kualitas sumber daya alam, sekaligus menjaga stabilitas makro ekonomi dan pasar domestik,” kata Airlangga.
Jika nantinya berdasarkan hasil pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) eksportir tidak melakukan kewajiban DHE, maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu yang akan melayangkan saksi administratif.
Sanksi administratif hanya akan dicabut jika eksportir telah melaksanakan penempatan DHE SDA sesuai dengan aturan yang berlaku tersebut.
“Hasil pengawasan Bank Indonesia dan/atau OJK yang menunjukkan Eksportir telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mencabut pengenaan sanksi administratif berupa Penangguhan Pelayanan Ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepabeanan,” bunyi pasal 6 ayat (1).
Adapun, meski saat ini untuk DHE telah hadir aturan mulai dari PP, PMK, dan kebijakan term deposit valas dari BI, masih belum ada aturan teknis dari BI dan kebijakan insentif fiskal.
Baca juga: Survei: Konsumen Indonesia Sadar Bagaimana Datanya Digunakan