Selular.ID – Menteri Perdagangan Malaysia Zafrul Abdul Aziz ingin memikat Microsoft dan Google dalam upayanya untuk menjadi pusat data dan memposisikan diri sebagai basis rantai pasokan netral di tengah meningkatnya ketegangan AS-China.
“Kami menarik sebanyak yang kami bisa,” dan “perlahan memantapkan diri” sebagai hub pusat data, kata Zafrul dalam sebuah wawancara pada Jumat (9/6) dengan harian Hong Kong terkemuka, SCMP.
Kesuksesan investasi Malaysia tahun ini termasuk menarik dua perusahaan raksasa, Tesla dan Amazon Web Services (AWS).
Tesla berencana untuk mengimpor kendaraan listriknya ke negara Asia Tenggara dan membangun jaringan supercharger, sementara AWS akan menginvestasikan 25,5 miliar ringgit (US$6 miliar) dalam infrastruktur komputasi awan pada tahun 2037.
Ketegangan yang terus meningkat antara Washington dan Beijing semakin mendorong bisnis global untuk mencari lokasi di luar China.
Malaysia bersaing dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Thailand untuk investasi yang ditujukan untuk membangun rantai pasokan baru.
“Kami melihat banyak penataan kembali rantai pasokan, Anda tahu, melihat ketahanan dan keamanan yang datang ke wilayah ini,” kata Zafrul.
Baca Juga: Malaysia Pamer Investasi Tesla dan AWS, Tamparan Keras ke Indonesia
Malaysia telah sukses menarik 71,4 miliar ringgit dalam investasi yang disetujui pada kuartal pertama tahun ini, naik 67 persen dari tahun sebelumnya, menurut Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia.
Investasi asing langsung menyumbang lebih dari 52 persen arus masuk. Pada awal bulan ini, negara jiran itu mengamankan 23 miliar ringgit investasi potensial selama misi perdagangan yang dipimpin Zafrul Abdul Aziz ke Jepang.
Tesla memilih Malaysia karena ekosistem yang telah terbukti dibangun selama 50 tahun terakhir, kata Zafrul. Malaysia juga berusaha memanfaatkan daya tariknya sebagai pusat semikonduktor di tengah geopolitik regional yang tidak pasti, dengan menteri mencatat bahwa “terkadang kita harus oportunistik”.
“Kami berada dalam posisi netral dan menjadi bagian dari rantai pasokan kritis,” katanya. “Malaysia telah menjadi penerima manfaat bersih.”
Malaysia melayani sekitar 13 persen dari permintaan dunia untuk pengujian dan pengemasan chip, dan yang diperkirakan Zafrul sebagai seperempat dari kebutuhan pengujian dan perakitan chip AS.
Perusahaan di sektor tersebut sudah menyediakan layanan lebih dari 200 juta ringgit ke Tesla, menurut Zafrul.
Perekonomian Malaysia sangat bergantung pada perdagangan dan rentan terhadap guncangan akibat gangguan dalam perdagangan, terutama yang melibatkan China, mitra terbesarnya sejak 2009.
Ketegangan perdagangan berasal dari upaya AS untuk menekan akses China ke teknologi semikonduktor penting dan kontrol ekspor.
Guyuran Investasi Dari Intel dan Microsoft
Kehadiran Tesla dan AWS menambah deretan raksasa teknologi yang telah berinvestasi di Malaysia. Negara itu mendapat “durian runtuh” dari kekurangan pasokan chip yang kini mendera industri ICT global.
Negeri Jiran itu menjadi sasaran Intel yang tengah mempertimbangkan peningkatan kapasitas produksi di negara itu.
Intel diperkirakan akan memperluas kapasitas produksi di Malaysia dengan investasi yang signifikan dalam fasilitas baru.
Raksasa teknologi itu ingin mendongkrak kinerjanya di tengah kekurangan chip global yang masih mendera banyak manufaktur teknologi dan diperkirakan baru akan pulih pada akhir 2023.
Seperti dilaporkan Bloomberg, Intel berencana untuk menginvestasikan MYR30 miliar ($7,1 miliar) dalam kemampuan pengemasan semikonduktor. Sekedar diketahui, pabrik Intel yang berlokasi di Penang, adalah salah satu yang terbesar di dunia.
Jenis chip yang dirakit di tempat ini, mencakup portfolio yang paling luas di antara negara-negara lain di Asia yang sama-sama menjadi lokasi pabrik Intel. Mencakup fasilitas perakitan, pengujian, dan pengembangan produk.
Sebelum Intel, Microsoft juga telah menandatangani kerjasama dengan pemerintah Malaysia, untuk membangun pusat data pertamanya di negeri jiran pada 2018.
Nilai investasi proyek ini ditaksir mencapai USD 1 miliar atau sekitar Rp 14,5 triliun (estimasi kurs USD 1 = Rp 14.500)
Proyek ini dinamai ‘Bersama Malaysia’, yang akan menjadi langkah paling signifikan perusahaan setelah 28 tahun beoperasi di Malaysia.
Kerjasama ini bukan hanya mencakup rencana pembangunan pusat data, melainkan juga target perusahaan untuk melatih 1 juta penduduk Malaysia di bidang bisnis digital.
Termasuk akan membentuk MyDigital Alliance Leadership Council, kolaborasi perusahaan dengan pemerintah dalam merekomendasikan beberapa kebijakan berbasis cloud-fist dan digital-native.
Microsoft juga mengklaim investasinya tersebut dapat membantu menyumbang pendapatan baru bagi negara hingga USD 4,6 miliar atau sekitar Rp 66,7 triliun. Termasuk bakal membantu menciptakan 19 ribu lapangan pekerjaan baru, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga:Indonesia Dan Malaysia Kenalkan Pembayaran Antarnegara Berbasis QR Code