Banyak yang mengapresiasi sejumlah perusahaan teknologi Indonesia kini masuk ke pasar modal.
Pasalnya, mereka melihat pasar modal di Amerika Serikat yang peringkat teratasnya telah perusahaan teknologi kuasai.
Misalnya saja Amazon, Tesla, Google, Apple hingga Microsoft begitu menguasai pasar modal di negara Paman Sam.
Tetapi berbeda dengan Indonesia yang masih perusahaan perbankan yang mendominasi.
Para perusahaan teknologi khususnya e-commerce masih belum begitu masyarakat minati.
Tentunya hal itu bukan tanpa sebab karena para perusahaan e-commerce ini masih mengalami kerugian dan belum berhasil meraih pembukuan yang positif alias laba.
Berbeda dengan perusahaan perbankan di Indonesia yang setiap kuartal selalu mengalami hasil positif bahkan labanya miliaran hingga triliuan rupiah.
Nasib saham BUKA juga anjlok dari saat IPO hingga setahun berlalu atau hingga akhir tahun 2022 ini.
Saat penawaran IPO tahun lalu, harganya sekitar Rp850 per lembar hingga sempat naik sampai Rp1.110 per lembar.
Tetapi hingga pertengahan Desember tahun ini harganya menjadi Rp268 per lembar.
Hal serupa juga GOTO alami di mana harganya Rp388 per lembar saham kini harganya di bawah Rp100 per lembarnya.
Turunya harga saham GOTO yang sempat auto reject bawah (ARB) selama berhari-hari ini karena pembukaan lock-up awal Desember ini.
Sementara itu, BELI yang baru sebulan IPO, harganya naik meskipun secara perlahan.
Harga Rp450 per lembar saat IPO, kini harga saham BELI Rp466 per lembarnya.
Hal tersebut mungkin karena masyarakat percaya dengan grup Djarum yang menjadi naungan perusahaan ini.
Selain itu, dana segara yang BELI peroleh mereka gunakan secara bijak untuk membayar utang sehingga beban perusahaan menjadi lebih ringan.
Meski demikian, sejumlah investor berpendapat bahwa nantinya sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia dapat berjaya di pasar modal seperti yang terjadi di Amerika Serikat.
Baca juga: Setelah ARB Berhari-hari, Saham GOTO Rebound hingga 20%
