Selular.ID – Sepanjang tahun 2021, jumlah timbulan limbah elektronik ( e-waste) di Indonesia mencapai 2 juta ton.
Salah satu solusi pemerintah dalam mengurangi e-waste, misalnya diatur melalui pengesahan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kebijakan tentang pengelolaan e-waste juga dimandatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik yang fokus kepada tahapan penanganan menyeluruh, mulai dari proses pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, sampai pengolahan akhir sampah spesifik.
Baca Juga:Hari Bumi 2022, Google Doodle Tampilkan Dampak Perubahan Iklim
“Penerapan Ekonomi sirkular mencakup pengelolaan sumber daya alam pada kelima sektor prioritas (Elektronik, Makanan dan Minuman, Tekstil, Konstruksi, dan Retail yang berfokus pada kemasan plastik) berpotensi meningkatkan PDB pada kisaran Rp593 triliun, hingga Rp 638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030. ” ujar Arifin Rudiyanto, Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Secara khusus di dalam studi tersebut juga diketahui bahwa penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik berpotensi meningkatkan PDB Rp12,2 triliun pada 2030.
Pada aspek lingkungan, penerapan ekonomi sirkular pada industri elektronik diprediksi dapat membantu Indonesia menghindari hampir 0,4 juta ton emisi CO2 dan menghemat 0,6 miliar meter kubik air pada 2030.
Dari sisi sosial, sirkularitas di sektor elektronik juga dapat menghasilkan penghematan rumah tangga tahunan senilai sekitar Rp88.000 atau 0,2 persen dari rata-rata pengeluaran rumah tangga tahunan saat ini.
“Alat elektronik multifungsi dengan daya pakai yang pendek membuat banyak pihak, termasuk kami, perlu memikirkan solusi yang efisien agar e-waste di Indonesia bisa lebih terkendali.
Dengan ekonomi sirkular, alur industri elektronik tidak lagi terdiri atas produksi, konsumsi, dan buang, melainkan produksi, konsumsi, dan kelola dengan bijak,” jelas Vanessa Letizia, Direktur Eksekutif dari Greeneration Foundation.
Prinsip 9R ekonomi sirkular yang terdiri dari Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle menjadi kunci dalam penggunaan barang elektronik yang lebih berkelanjutan.
Beberapa prinsip 9R yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi atau mengganti penggunaan bahan dasar alat elektronik berbahaya (refuse).
Contohnya, produsen alat elektronik dapat mengganti refrigeran halokarbon pada pendingin udara dengan refrigeran berbahan hydrocarbon (HC) yang hemat energi.
Tahapan siklus 9R selanjutnya, alat elektronik yang rusak dapat dibawa ke tempat reparasi (repair) untuk memperpanjang masa pakainya atau ke tempat reparasi resmi yang menyediakan layanan peremajaan alat elektronik (refurbish).
Selain itu, penggunaan komponen alat elektronik lama untuk memperbaiki alat elektronik yang masih relatif baru (remanufacture) dan membawa alat elektronik ke fasilitas daur ulang (recycle) juga menjadi upaya untuk menerapkan ekonomi sirkular.
Baca Juga:Oppo Manfaatkan Teknologi Ramah Lingkungan untuk Memperingati Hari Bumi
Penerapan prinsip ekonomi sirkular 9R di masyarakat dapat menjadi langkah awal transisi ekonomi sirkular di Indonesia sebagai upaya meningkatkan efisiensi sumber daya dan pengelolaan e-waste.
Pada akhirnya, upaya tersebut tidak hanya akan berkontribusi terhadap lingkungan, tetapi juga pada pembangunan ekonomi negara yang lebih hijau dan berkelanjutan.