Faktor-faktor itu diantaranya adalah:
Rugi Menggunung
Persoalan kinerja memang membayangi IPO GoTo. Valuasi GoTo yang sangat tinggi, dinilai tidak sejalan dengan kinerja perusahaan yang masih merugi.
Berdasarkan laporan keuangannya, GoTo mencatatkan kerugian sebesar Rp 14,20 triliun sepanjang 2020. Sedangkan per September 2021, total kerugian GoTo Rp 11,58 triliun. Jika dihitung sejak berdirinya, GoTo total merugi Rp65 triliun.
Tapi memang justru karena GoTo lebih jor-joran dalam urusan ‘bakar duit’ inilah, maka hasilnya Gojek sukses menjadi pemimpin pasar ojol di Indonesia, melebihi rival terdekatnya Grab. Sedangkan Tokopedia juga sukses sebagai pemain terbesar di industri marketplace, meski posisinya cukup mepet dengan Shopee.
Valuasi Terlalu Tinggi
Saat ini kapitalisasi pasar GoTo diperkirakan mencapai antara Rp 376,6 triliun sampai Rp 413,7 triliun. Lebih tinggi dari PT Astra International Tbk (ASII) yang kapitalisasi pasar sebesar Rp 255 triliun. Meski valuasinya lebih rendah dibandingkan GoTo, namun ASII memiliki kinerja yang cemerlang.
Tercatat Astra International membukukan pendapatan sebesar Rp233,49 triliun dan laba bersih Rp25,2 triliun pada 2021. Terjadi peningkatan pendapatan sebesar 33% dan peningkatan laba bersih sebesar 25% dibanding tahun 2020.
Baca Juga: Gotong Royong Swasta & BUMN Wujudkan Kendaraan Listrik di Indonesia
Dibayangi Ambruknya Saham Bukalapak
Meski harga yang ditetapkan terkesan lebih murah dibanding Bukalapak (BUKA) saat IPO, nasib GoTo diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari saham rivalnya tersebut. Sejak IPO, saham BUKA telah turun drastis dari Rp 850 hingga saat ini berada pada posisi terendahnya di level Rp 276.
“Kalau GoTo ini dilihat dari harga sahamnya kelihatannya memang lebih murah dari BUKA waktu IPO. Namun seluruh sahamnya di Bursa dihargai Rp 400 triliun, lebih tinggi dari BUKA, artinya valuasi GoTo ini sangat mahal,” kata Teguh, Selasa (15/3/2022), seperti dilansir dari laman Republika.
Opsi Greenshoe Tak Menjamin Penurunan Harga Saham
Teguh menilai opsi greenshoe yang digunakan untuk menjaga stabilisasi harga saham setelah IPO dinilai tidak cukup menjamin GoTo tidak akan bernasib sama dengan BUKA.
Meski dapat menahan penurunan, menurut Teguh, kesempatan harga saham GoTo untuk naik sangat berat karena perusahaan masih rugi dan valuasinya sangat tinggi.
Baca Juga: Ini yang Dilakukan GoTo Guna Tingkatkan Daya Saing UMKM Lokal Maju Digital
Sentimen Negatif Saham-Saham Teknologi Dunia
Selain faktor fundamental perusahaan, Teguh yang juga Direktur Avere Investama, mengatakan sebaiknya investor bersikap wait and see. Pasalnya, saat ini bukan momentum yang tepat bagi perusahaan teknologi untuk IPO.
“Pada saat Bukalapak IPO memang momentum saham-saham teknologi sangat diminati, tapi saat ini tidak. Amazon, Facebook, Alibaba, dan Netflix bahkan sudah turun semua, jadi momentumnya sudah lewat,” pungkas Teguh.