Jakarta, Selular.ID – Rakasa telekomunikasi asal Singapura, Singtel melaporkan penurunan laba dua digit dan pertumbuhan pendapatan di akhir 2018.
Menurunnya kinerja keuangan Singtel, merupakan imbas dari melemahnya pencapaian unit-unit bisnis regional dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Optus Australia mencatat migrasi pelanggan NBN (national broadband network) yang rendah. Hal itu dibarengi dengan njloknya pendapatan suara, dan melemahnya dolar Australia terhadap mata uang kuat lainnya.
Optus di Australia mengalami penurunan 3,5% dalam pendapatan layanan seluler menjadi AUD897 juta, karena ARPU yang lebih rendah sebagian dimitigasi oleh pertumbuhan pelanggan pasca bayar.
ARPU prabayar turun 9,6% menjadi AUD18, dan pasca bayar turun 6,8% menjadi AUD41. Namun penjualan peralatan melonjak 31,1% menjadi AUD634 juta.
Basis pelanggan selular naik 3% menjadi 10,2 juta, tetapi pelanggan prabayar turun 140.000 menjadi 3,53 juta. Penetrasi LTE naik menjadi 64 persen.
Pendapatan konsolidasi juga terpukul oleh penurunan kontribusi laba dari unit-unit regional lain, terutama Bharti Airtel di India.
Laba bersih untuk kuartal yang berakhir 31 Desember 2018, turun 14,2% tahun ke tahun menjadi SGD823 juta (US$ 607 juta), dengan pendapatan grup naik 0,9% menjadi SGD4,63 miliar.
Kontribusi laba sebelum pajak dari perusahaan afiliasi turun 33%, dengan Airtel membukukan kerugian sebelum pajak sebesar SGD120 juta dibandingkan dengan laba SGD46 juta pada tahun sebelumnya.
Pendapatan kelompok layanan selular tercatat turun sebesar 7,7% menjadi SGD1, 33 miliar, namun penjualan peralatan meningkat 13,4% menjadi SGD932 juta.
Ditengah penurunan kinerja, Chua Sock Koong, CEO Singtel Group, mengatakan bahwa pihaknya tetap bertahan meskipun persaingan semakin ketat dan kondisi pasar dan ekonomi yang menantang.
“Kami terus menambahkan pelanggan selular pasca bayar di seluruh bisnis inti kami di Singapura dan Australia. Hal ini dibarengi dengan langkah positif dalam industri TIK dan bisnis digital”, ujarnya.
Perusahaan mengatakan, keseluruhan kinerja dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global dan sentimen yang lebih lemah.
“Persaingan yang ketat di India juga berdampak negatif terhadap pendapatan Airtel, meskipun ada tanda-tanda awal stabilisasi pasar”, kata Chua.
Di Indonesia, dengan selesainya pendaftaran ulang kartu SIM prabayar, kinerja Telkomsel kembali ke jalur pertumbuhan, seperti sebelum diberlakukannya kebijakan ini oleh pemerintah pada akhir 2017 lalu.
Di Thailand, pendapatan AIS meningkat dari tahun ke tahun. Namun laba turun karena biaya pemasaran yang lebih tinggi dan besarnya investasi jaringan.
Sedangkan di Filipina, pendapatan Globe Telecom naik karena pertumbuhan pendapatan data yang kuat dalam mobile dan broadband.
Chua menyatakan bahwa, pandangan jangka panjang Singtel pada rekanan regional tetap positif karena mereka terus meningkatkan pertumbuhan data dan mengeksekusi dengan baik terhadap tantangan dan persaingan.
“Kami berharap pasar regional kembali ke struktur pasar yang lebih berkelanjutan dan memberikan pertumbuhan menguntungkan jangka panjang”, tambah Chua.
Di Singapura sendiri, kondisi pasar terus menjadi sangat kompetitif dengan pendapatan ponsel yang dipengaruhi oleh subsidi handset yang lebih tinggi dan peningkatan campuran penjualan handset premium.
Alhasil, pendapatan operasional Singtel di pasar dalam negeri, turun 5,7% tahun-ke-tahun menjadi SGD598 juta, omset layanan selular turun 4,2% menjadi SGD261 juta dan penjualan peralatan konsumen turun 7,4% menjadi SGD188 juta.
Tercatat basis pelanggan selular tumbuh sekitar 70.000 tahun-ke-tahun. Hingga akhir Desember Singtel memiliki 4,2 juta pelanggan. Namun ARPU pascabayar dan prabayar turun masing-masing 11% dan 3% menjadi SGD43 dan SGD18.
Unit Digital Life Singtel mencatat peningkatan pendapatan 16,7 persen menjadi SGD 379 juta, didorong oleh bisnis iklan terprogram Amobee dan kontribusi dari Videology, yang diakuisisi pada Agustus 2018.
Untuk tahun fiskal penuh, Singtel memperkirakan pendapatan layanan selular grup yang stabil di Australia, peningkatan satu digit lebih rendah dalam pendapatan kelompok ICT dan penurunan satu digit lebih rendah dalam EBITDA untuk bisnis inti grup operator.