Jakarta, Selular.ID – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2017 tentang Tata Cara Seleksi Pengguna pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz. Lelang yang sejatinya ditujukan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, seharusnya dalam peraturan menteri tersebut wajib mencantumkan kemampuan teknis dan kekuatan finansial operator yang akan ikut lelang. Dengan kekuatan finansial tersebut dapat diketahui komitmen operator tersebut dalam mengelola dan memanfaatkan frekuensi yang kelak akan dimenangkannya.
“Karena merupakan barang publik, sudah seharusnya lelang frekuensi dilakukan secara cermat. Frekuensi harus jatuh dan dikelola oleh operator telekomunikasi yang memiliki komitmen terhadap pembangunan sarana telekomunikasi diseluruh Indonesia. Tanpa terkecuali. Sehingga peningkatan pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan PNBP dapat dicapai,” terang Yustinus.
Dalam Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2017, Yustinus menilai ada beberapa kejanggalan yang berpotensi membuat pendapatan negara menjadi tak optimal. Evaluasi teknis menurutnya harus dilakukan oleh Kominfo sebelum lelang dilakukan. Tujuannya agar bisa mengetahui secara pasti profil perusahaan peserta lelang, komitmen membangunnya, kemampuan finansialnya serta utilisasi frekuensi yang telah dimiliki.
Yustinus juga meminta agar Kominfo mau mengikuti masukan dari Kementerian Keuangan untuk dapat memaksimalkan PNBP dari lelang frekuensi.
“Jadi harus ada evaluasi yang menjamin komitmen membangun dan kompetensi operator dalam memanfaatkan frekuensi. Seharusnya KPK dan Kementerian Keuangan dapat melakukan pemantauan lelang frekuensi ini agar PNBP dari sektor telekomunikasi dapat optimal,” ujar Yustinus.
Jika KPK dan Kementerian Keuangan tidak mengawasi dengan ketat lelang frekuensi kali ini, Yustinus memperkirakan akan banyak peserta lelang yang hanya berlaku sebagai calo atau pemburu rente saja. Jika peserta lelang banyak berlaku sebagai pemburu rente, maka bisa dipastikan pajak dan domino efek yang akan diharapkan dari pertumbuhan industri telekomunikasi tak akan terjadi. Bahkan akan terjadi high cost economy di industri telekomunikasi nasional. Yang berakibat akan membebani masyarakat dan ekonomi nasional.
Sebelumnya Saut Situmorang, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada media menyampaikan bahwa lembaganya akan mengawasi dengan ketat proses lelang frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo. Jika ada indikasi kerugian negara, kick back atau korupsi lainnya, maka lembaga antirasuah ini akan segera masuk untuk memeriksanya. Lebih lanjut Saut menjelaskan, seharusnya pemenang lelang adalah pembeli yang berani menetapkan harga tertinggi dari harga dasar.
Selain memantau indikasi kerugian negara, KPK juga akan menaruh perhatian lebih terhadap prinsip keadilan dalam distribusi sumber daya alam ini Termasuk di dalamnya adalah frekuensi. Hingga saat ini KPK masih menelisik tatakelola spektrum frekuensi yang berlaku.