Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Menakar Peluang Tri Berebut Lelang Sisa Frekuensi

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

IMG_20170223_140809Jakarta, Selular.ID – Lama dinanti, akhirnya pemerintah memastikan bahwa lelang sisa frekuensi di 1.200 Mhz dan 2.300 Mhz akan digelar pada Maret mendatang. Kepastian tersebut disampaikan langsung oleh Menkominfo Rudiantara, saat menjadi keynote speech pada acara diskusi bertajuk “Optimalisasi Penggunaan Spektrum Radio untuk Akselerasi Program Nawacita”, di Jakarta Senin (20/2). Menteri yang akrab dipanggil Chief RA ini menargetkan, pertengahan tahun ini sudah diketahui siapa pemenang dari tender kedua frekuensi tersebut.

Saat ini alokasi frekuensi yang siap ditenderkan di spektrum 2,1Ghz tersedia dua kanal (10 Mhz). Sedangkan di 2,3 Ghz hanya tersedia satu kanal. Seperti diketahui, spektrum frekuensi 2,1 GHz memiliki total lebar pita 60 MHz yang dihuni oleh Tri, Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Sementara untuk spektrum 2,3 GHz memiliki total lebar pita 90 MHz yang sudah dihuni oleh Smartfren Telecom dan Internux (Bolt).

Tentu saja, kepastian digelarnya tender disambut hangat oleh operator di Tanah Air. Pasalnya, penguasaan frekwensi yang dimiliki hampir semua operator tak lagi sebanding dengan trafik data yang tumbuh gila-gilaan. Alhasil, penambahan frekwensi mutlak dilakukan, demi menambah kapasitas dan memperkuat jaringan agar pelanggan tak pindah ke operator pesaing.

Selain Telkomsel dan Indosat, Tri bisa disebut sebagai operator yang sudah kelebihan beban. Dengan jumlah pelanggan mencapai 55 juta dan mayoritas pengguna data, Tri mengaku sudah maksimal, baik dari sisi upgrade teknologi untuk meningkatkan efisiensi spectrum, maupun menambah jumlah BTS, terutama BTS baru berbasis 4G.

Menurut Wakil Direktur Utama Tri Danny Buldansyah, Tri saat ini memiliki trafik data yang sama dengan dua operator lain. Padahal, kepemilikan spektrum mereka hanya setengahnya. Oleh karena itu, Danny berharap pihaknya bisa mendapatkan spektrum tambahan.

Meski punya spectrum terbatas, masing-masing 10 Mhz (1.800 Mhz dan 2.100 Mhz) namun Danny mengklaim Tri terbukti sangat efisien dalam mengelola jaringan.  Disebutkannya, jaringan Tri setiap harinya menghantar 1200-1300 Terabyte/hari atau sekitar 40.000 Tb/ bulan. Artinya 1/3 dari trafik industri ada di jaringan Tri

“Penguasaan frekwensi Tri memang paling kecil. Namun dengan keterbatasan itu, kami mampu mengelola 2,9 juta pelanggan per Mhz”, ungkapnya.

Dengan kondisi yang nyaris congest, Tri yang mengincar salah satu kanal di 2.100 Ghz, berharap pemerintah bisa memberikan penambahan frekwensi baru. Danny mengatakan, penambahan frekwensi nantinya akan sangat mendukung upaya Tri yang ingin menyokong program pemerintah memberikan akses internet handal yang menjangkau Nusantara. Sekaligus menopang pertumbuhan industri kreatif digital Indonesia.

Seperti diketahui, saat ini lebar spectrum yang dimiliki Tri hanya 20 MHz. Masing-masing 5 MHz untuk 2G dan 4G di 1.800 MHz, dan 10 MHz untuk 3G di 2,1 GHz. Jumlah itu terbilang kontras dengan penguasaan frekwensi operator pesaing.
XL Axiata misalnya, punya lebar spektrum 47,5 MHz. Masing-masing 10 MHz di 900 MHz, 22,5 MHz di 1.800 MHz (pasca mengakusisi Axis Telekomunikasi Indonesia pada 2014 lalu), dan 15 MHz di spektrum frekuensi 2,1 GHz. Indosat Ooredoo punya 45 MHz. Masing-masing 10 MHz di 900 MHz (jadi 15 MHz dengan bekas spektrum StarOne di 800 MHz), kemudian 20 MHz di 1.800 MHz, dan 10 MHz di 2,1 GHz.

Smartfren punya 40 MHz. Masing-masing menempati 10 MHz di 800 MHz (bekas peninggalan Bakrie Telecom dan Mobile-8 Telecom), kemudian 30 MHz di 2,3 GHz sebagai kompensasi untuk pindah dari 1.900 MHz yang rawan interferensi dengan 2,1 GHz.

Bagaimana dengan Telkomsel? Anak usaha Telkom ini jadi yang terbesar. Total mereka punya lebar spektrum 52,5 MHz. Masing-masing 15 MHz di 900 MHz (jika digabung dengan spektrum bekas Flexi di 800 MHz), kemudian 22,5 MHz di 1.800 MHz, lalu 15 MHz di 2,1 GHz. Di luar seluler, Telkomsel (melalui bendera Telkom Group) dan Indosat Ooredoo, juga masih punya spektrum broadband wireless access (BWA) yang cukup lebar. Namun cakupannya hanya sebatas area tertentu.
Meski penambahan frekwensi menjadi mutlak bagi Tri demi memperkuat amunisi, namun dengan sistem lelang, tentu tak mudah bagi operator yang bermarkas di Hong Kong itu bisa mulus mendapatkan tambahan kanal. Pasalnya, baik Teklkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata dan juga Smartfren berminat mengikuti tender tersebut. XL misalnya, meski saat ini punya kavling frekwensi terbesar kedua setelah Telkomsel, anak usaha Axiata Group ini tetap mengincar tambahan spektrum di 2,1 GHz. Pasalnya posisinya paling menguntungkan. Kanal yang saat ini dikuasai, yakni di blok 8, 9, dan 10, berdampingan (contiguous) dengan blok 11 dan 12 (bakal dilelang) bekas peninggalan Axis yang dikembalikan ke pemerintah sebagai syarat merger akuisisi dengan XL. Posisi contiguous sangat penting karena terkait dengan efisiensi jaringan.

“Jika bisa menguasai kanal 11 dan 12, kami akan menggunakan metode carrier aggregation dengan menggabungkan tiga spectrum berbeda yakni di 900 MHz, 1800 MHz, dan 2,1 GHz. Hal ini jelas akan menguntungkan bagi perusahaan dan pelanggan karena meningkatkan kualitas akses internet”, ujar Dirut XL Axiata beberapa waktu lalu.

Saat ini proses penyusunan tender tengah dilakukan oleh pemerintah. Semua operator itu pun tidak masalah melihat skema lelang yang akan digunakan oleh pemerintah. Pasalnya, secara ketentuan hukum, skema yang diwajibkan adalah lelang. Rencananya pada Maret nanti pemerintah akan melakukan uji publik RPM mengenai lelang frekwensi dan membuka dokumen tender kepada publik. 

Meski harus bersaing dengan tiga kompetitornya untuk memenangkan tambahan satu atau dua blok kanal frekuensi yang tentunya tidak murah itu, Danny hanya berharap keadilan dapat dilakukan di dalam proses lelang ini.

“Masalah berapa besarnya nanti akan ditentukan oleh pemerintah. Namun, sebaiknya pemerintah memberikan satu operator satu artinya pemenang masing-masing blok adalah operator yang berbeda. Di samping itu, kinerja, jumlah pelanggan, trafik dan investasi pun harus dilihat,” paparnya.

Harapan Danny tersebut tampaknya tak bertepuk sebelah tangan. I Ketut Prihadi Kresna, Komisioner BRTI, mengatakan bahwa dalam tender tersebut nantinya operator hanya bisa memenangkan satu kanal saja.

“Dalam dokumen tender peserta hanya boleh memilih ikut yang 2,3Ghz atau 2,1Ghz, tidak boleh keduanya. Jadi nantinya akan ada tiga pemenang,”terang Ketut.

Di sisi lain, Rudiantara menegaskan bahwa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai satu-satunya KPI di Kementrian yang dipimpinnya.

“Karena kalau tender yang fokusnya kuat-kuatan uang, rusak industri kita. Memang saya harus fokus pada PNBP, tapi PNBP bukan satu-satunya KPI untuk Kominfo. Kita fokus pada sustainability industry, pendapatan pemerintah juga bisa didapat dari pajak kalau indstrinya sehat”, kilahnya.

Pernyataan Ketut dan Rudiantara itu apakah bisa disebut sebagai green light bagi Tri untuk merebut salah satu kanal frekwensi tersisa? Kita tunggu saja.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU