Sabtu, 2 Agustus 2025
Selular.ID -

Line Closing The Distance (Interview Eksklusif)

BACA JUGA

Ongky Line1
Jakarta, Selular.ID – Indonesia menjadi negara ke empat dengan basis pengguna Line terbesar didunia. Oleh karenanya Line semakin serius mengekspansi pasar Indonesia dengan layanan mesenggernya yang semakin diminati khususnya kalangan muda usia.

Demi memantapkan posisinya di Tanah Air, Line telah menunjuk mantan eksekutif XL, Ongki Kurniawan, sebagai Managing Director. Posisi tersebut baru pertama kali diisi sejak Line beroperasi di Indonesia tiga tahun lalu.

Berbagai jurus telah disiapkan oleh Ongki Kurniawan untuk membesarkan Line Indonesia. Sejalan dengan misi Line global, yakni mendekatkan jarak alias “Closing the Distance”.

Bagaimana peluang dan tantangan bisnis aplikasi messenger di tengah animo yang tinggi terhadap layanan data? Mampukah Line menggandakan jumlah pengguna lebih banyak lagi? Berikut petikan perbincangan Selular bersama Ongki Kurniawan selaku Managing Director Line Indonesia.

Bagaimana aplikasi messenger bisa tumbuh dan digandrungi di Indonesia?

Kalau kita tarik balik beberapa tahun yang lalu, kebutuhan messaging sudah ada sejak adanya SMS. Orang butuh sesuatu untuk sifatnya lebih personal. Gak mau diganggu lewat telepon. Jadi mulailah SMS. Nah dengan adanya data, ada alternatif lain dari SMS itu sendiri. Malah lebih murah, sifatnya free, dan sangat interaktif, yaitu messaging.

Beberapa tahun lalu sudah dimulai oleh salah satu provider. Waktu itu ada BlackBerry Messenger (BBM). Dan tentunya langsung diikuti oleh banyak messenger lainnya, termasuk Line.

Line sendiri sudah mulai sejak tahun 2011 di Jepang. Ketika mulai popular kami pun masuk ke Indonesia. Beberapa tahun ini penggunanya sudah cukup besar. Kita termasuk one of the market leader untuk messenger di Indonesia.

Bagaimana latar belakang pertumbuhan messenger app?

Ada riset yang menunjukkan bahwa Indonesia itu pasar yang unik. Pemakai messengernya itu bukan stick ke satu messenger aja. Rata-rata pemakai messenger di Indonesia itu menggunakan 4,2 aplikasi.

Jadi ini saat memang sifatnya messenger itu lebih lebih open untuk mereka coba-coba. Belum very loyal to particular messenger. Kenapa itu sangat popular? Balik lagi, ada kebutuhan dulu akan SMS. Dilihat dari alternative lain dimana messaging itu sangat instan, lebih cepat dan mudah untuk berinteraksi.

Akhirnya dari mulut-ke-mulut, merasa bahwa messenger itu jauh lebih functional, punya utility lebih tinggi dibandingkan dengan SMS. Awalnya memang replacement of SMS. Tapi messengernya itu sendiri berkembang. Nah Line masuk di saat user mulai mencari alternatif untuk messenger.

Kita masuk waktu itu dengan value proposition yang sangat unik yaitu stiker. Dari Line caracters. Itu menjadi suatu alternatif yang menarik sekali terutama segmen youth. Dan mereka mulai mengadopsi dengan sangat cepat. Dan mereka mulai menggunakan stiker-stiker itu untuk membuat conversation jauh lebih fun. Emosi mereka jadi lebih terekspresikan lewat Line.

Lebih real, menarik, catchy, fun, sangat relatable dan relevan buat mereka. Akhirnya adopsi terjadi dengan cepat. Dan tentunya sifat messenger itu bukan dipakai untuk sendiri, jadi messenger itu akan menarik kalau ada orang untuk berinteraksi. Jadi akhirnya perpindahan messenger itu bisa cepat terbantu juga berkat adanya grup-grup diskusi dan lain sebagainya.

Dengan cepat orang mengadopsi karena ini adalah in general a communication app. Sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi orang-orang. Makin lama orang kan butuh sesuatu yang instan. Makanya ada point free instant messenger. Ya karena messenger itu yang membuat kita instantly get the response, instantly can express something. Jadi memang ada clear proposition dari messenger yang membuat orang mudah mengadopsi itu dengan cepat.

Selain messenger, social media juga digandrungi. Apa perbedaannya, atau saling melengkapi?

Awalnya complementary. Karena SNS itu kan sifatnya ke social media, expressing themselves into komunitas. Mereka bisa menunjukkan ‘oh siapa ini saya.’ Sementara messenger kan sifatnya menjawab kebutuhan basic yaitu komunikasi, yang sebelumnya diketer oleh SMS. Mungkin SMS dirasa makin mahal, kurang affordable, jadi pemicu accelerate orang untuk berpindah ke messenger.

Dalam perkembangannya, messenger itu sendiri juga sudah mulai meluas. Mungkin inget dulu even starting dari Profile Picture yang berubah, itu sudah masuk ke ranahnya SNS, dan sekarang sudah diadopsi oleh seluruh messenger. Jadi ada banyak hal yang mulanya basic communication app tapi meluas ke social app juga. Seperti sharing profile piture, kemudian creating group, sharing photos. Itu kan sudah masuk ke ranahnya SNS.

Akhirnya, makin lama makin converging. Antara SNS dan messenger. Saling melengkapi, tapi mulai masuk ke ranah yang sama. Sekarang kita mulai masuk ke ranah yang sudah saling bersentuhan. Jadi terserah kita apakah kita mau lihat ini sebagai suatu kompetisi, atau sebagai sesuatu yang bisa accelerate adoption dari this kind of services.

Eskalasi pertumbuhan layanan cukup fenomenal?

Memang kalau dilihat dari situasi di Asia yang jauh lebih relate dengan karakter-karakter di Line, seperti penggunaan stiker, Asia memang lebih terbuka. Jadi Line sendiri sangat kuat di Asia terutama di Indonesia, Jepang, Thailand, dan Taiwan. Di sini, sekarang registered usernya sekitar 90 juta.

Kemudian kalau kita lihat positioning di Indonesia, kita termasuk Top 3 market leader. Walaupun kita punya strong segmen itu di millennial. Kita sangat kuat di youth karena mereka melihat Line itu sangat relevan buat kehidupan mereka.

Padahal kan Yahoo Messenger sangat popular, tapi kenapa tidak berkembang?

Kalau kita melihat ada hambatan dari desktop untuk pindah ke mobile. Sementara di Indonesia sendiri, kita negara yang skip perkembangan dari fixed line, karena challenge dari negara kita yang cukup luas dan tidak bisa dengan cepat menjangkau kalau lewat fixed line.

Akhirnya yang lebih popular adalah mobile. Dan messenger yang lebih fokus ke mobile-first contohnya di awal adalah BBM, itulah yang akhirnya bisa menggoyahkan dominasi Yahoo Messenger. Jadi lebih mudah diadopsi oleh orang-orang di Indonesia.

Karena memang kenyataannya, kalau kita lihat penetrasi mobile itu sudah lebih dari 100 persen sementara penetrasi desktop atau PC itu masih kecil, masih di bawah 10 persen.

Sebagai communication app kan butuh lebih universal. Kalau adopsinya sudah tinggi, masuk aplikasi seperti Messenger akan jauh lebih mudah.

Seperti halnya BBM, Line juga melihat peluang ini. Makanya Line masuk sebagai mobile-first. Dari awal, kita selalu mulai dari mobile-fisrt. Jadi seluruh interface kita itu fokusnya mobile. Mulai dari pengembangan awal di Jepang, kita fokuskan untuk mobile user. Mobility dan nyaman dipakai lewat mobile phone.

Baru akhir-akhir ini saja kita masuk ke Line for PC. Karena kita melihat adanya kebutuhan juga untuk memperluas jangkaunanya bukan hanya di mobile, tapi juga di PC. Jadi kalau kita lihat, dulu itu awalnya Yahoo Messenger untuk desktop. Tapi begitu kita berkembang dari sisi mobility, dengan bantuan dari operator telekomunikasi, memperbesar adopsi mobile di Indonesia, di situ messenger riding on that. Mobile messenger lah yang menjadi winner di sini.

Selain Yahoo Messenger, kan ada BBM, juga popular. Perbedaannya dimana dengan Line?

Sebagai communication app, cukup mirip. Tapi secara differentiation, yang waktu itu sangat menarik proposisinya bagi subtain segment yakni youth, adalah stiker. Jadi kita masuk dengan stiker, dimana BBM saat itu tidak punya. BBM masih fokus ke emoji, sedangkan stiker adalah sesuatu yang lebih fresh untuk mengekspresikan emosi dengan sangat baik, terutama untuk segmen millennial.

Starting dengan itu, kemudian Line juga masuk dengan hal-hal yang lebih dekat dengan local culture dan juga kehidupan sehari-hari.

Juga ada beberapa promosi misalnya setiap Ramadhan kita keluarin promosi paket Goceng. Itu kan sangat menarik bagi pengguna. Ada value yang lebih besar. Kalau kita lihat stiker-stikernya juga tiap ada occasion, kita menggunakan kata-kata yang sangat lokal, yang sangat bisa dipakai untuk percakapan sehari-hari.

Kita juga menggaet beberapa selebritis untuk dibuatkan free sticker. Itu juga menunjukkan bahwa “oh saya bisa relate.” Karena selebritinya, selebriti lokal. Semua stiker-stiker itu diinject ke jutaan percakapan. Menjadi bagian dari percakapan sehari-hari. Dan itu membuat Line sangat unik dibandingkan dengan messenger lain. Sangat localized.

Kita benar-benar melihat local culture. Kalau bisa dibilang dengan presence kita di sini dengan kantor dimana banyak sekali nuansa lokal yang kita push dan business unit yang sekarang kita kembangkan sifatnya jauh lebih lokal. Itu memang salah satu diferensiasi kita dibandingkan messenger yang lain.

Bagaimana Anda melihat kompetisi di segmen ini?

Tentunya sekarang kompetisi makin ketat. Kalau dilihat player-player besar termasuk yang baru-baru ini masuk, Google dan Apple, mereka melihat messenger business ini merupakan bisnis yang sangat penting di masa depan. Karena kenyataannya hampir setiap hari orang menggunakan messenger ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berkomunikasi mulai messenger itu sendiri. Kemudian messenger ada fitur-fitur seperti free call dan video call. Suddenly messenger ini menjadi pusat aktivitas dalam kehidupan mereka sehari-hari, tanpa disadari. Karena kebutuhan utama orang adalah komunikasi. Dari messenger, telepon, even video call.

Balik lagi ke misi Line adalah closing the distance, itu clear sekali terefleksikan dalam bentuk kita sebagai communication app. Kalau memang trafik sudah masuk setiap hari sebanyak itu, tentunya tidak sulit untuk mulai memperkenalkan layanan-layanan baru on top of that. Contohnya untuk Line kita sudah memperkenalkan layanan Line Today, dimana kita sudah mengagregasikan berita-berita dan mempresentasikan itu balik ke pengguna-pengguna kita.

Dan itu terbukti sangat popular dan juga perkembangannya sangat pesat. Kenapa? Karena secara starting point, user base-nya juga sudah besar sekali. Jadi secara langsung dan tidak langsung, toh mereka sudah membuka aplikasi Line, sudah menggunakan itu setiap hari. Kalau sekarang direpresentasikan kita memiliki summary news, tidak harus cari-cari kemana-mana, buat segmen kami itu sangat relevan ke mereka.

It save a lot of times. Mereka gak harus ke macam-macam portal, sudah diagregasikan di satu tempat. Dan mereka stay up-to-date dengan berita-berita terbaru yang ada di Line Today.

Tidak risau dengan pemain baru sekelas Google?

Kuncinya itu tadi, kita harus stay relevant. Pertama memang kita punya aset yang sangat berharga. Yaitu sekarang kita sudah punya pengguna yang jumlahnya puluhan juta. itu adalah aset yang sangat besar. Tidak mudah buat pemain-pemain baru untuk masuk dan mencoba untuk menggoyahkan user base tadi.

On top of that, user base juga loyal karena mereka mendapatkan value dari komunikasi tadi, baik dalam bentuk komunikasi, stiker, free call atau video call.

Nah kita tidak boleh stop sampai di situ. Kita harus tetap relevan. Terus-terusan relevan. Ahead of the competitor. Keluarlah layanan-layanan seperti tadi: Line Today dan Line Shopping. Kita juga membuka platform kita kepada startup, seller untuk online shop, blogger. Semua itu sebagai bagian dari usaha kita untuk tetap menjadi relevan buat pengguna-pengguna Line.

Bagaimana Anda melihat dukungan pemerintah dalam perkembangan industri komunikasi?

Starting point nya adalah infrastruktur sendiri. Kalau infrastruktur kita bicara mengenai DNA, yaitu Device, Network, dan Application. Kita bergerak di aplikasi. Tentu kita menjadi bagian dari ekosistem tersebut. Kalau kita lihat, berati ada juga dua player yang cukup besar, yaitu yang menyediakan device dan infrastruktur.

Kalau bicara soal infrastruktur, tentunya telco operator. Kalau bicara device tentunya manufacturer dari handset terutama yang bisa mengikuti teknologi yang disediakan oleh telco operator, misalnya 4G.

Jadi saya berbesar hati karena melihat dari sisi operator sangat agresif sekali untuk menggelar 4G. 4G itu penting buat aplikasinya sendiri untuk bisa relevan terhadap masyarakat kita. Karena makin lama apa yang bisa disampaikan oleh aplikasi tersebut makin kaya. Misalnya konten seperti video itu lebih rich dibanding konten-konten yang hanya berbentuk gambar atau teks.

Jadi tentunya perkembangan yang kita lihat sekarang seperti penggelaran infrastruktur dan juuga dukungan pemerintah untuk Palapa Ring sehingga bisa menjangkau daerah-daerah di Indonesia Timur itu membantu sekali untuk membangun ekosistem itu sendiri.

Tentunya itu kita butuhkan juga partisipasi dari handset manufacturer yang bisa mengeluarkan handset-handset yang affordable sehingga pengguna di Indonesia bisa mendapatkan handset-handset tersebut.

Kalau itu sudah berjalan dengan baik, tentu sekarang tugas dari pemain aplikasi untuk selalu bisa berinovasi. Dan itu tidak mudah, karena butuh biaya dan butuh kreativitas. Jadi kita butuh talent-talent yang terbaik, tapi ternyata ada satu hal yang kita sadari adalah berinovasi itu tidak sendiri. Berinovasi itu jadi lebih efektif kalau kita melakukan partnership.

Di sinilah, bagaimana Line sangat agresif untuk melakukan partnership. Bukan hanya dengan OTT-OTT lokal misalnya Gojek, kita punya partnership yang cukup bagus sekarang, dimana orang bisa mengorder Gojek dari Line, tapi juga bekerjasama dengan badan-badan pemerintah.

Tentunya yang paling relevan buat kami adalah Bekraf, pada saat ini, dan Kemenkominfo. Untuk Bekraf sendiri sejak tahun lalu kita sudah menyelenggarakan event Creativate Day, dimana kita mengekspose banyak sekali creator-creator dari lokal, pembuat-pembuat stiker dan komik, yang semuanya sekarang menggunakan platform Line untuk menampilkan karya mereka

Banyak dari mereka sekarang sudah sukses. Bukan hanya kami ekspos di Line Indonesia, tapi sampai ke Line Thailand misalnya. Jadi ada beberapa komik yang tadinya cukup popular di Indonesia lewat Line Webtoon, sekarang sudah Top 10 Comic di Line Thailnad.

Jadi kelihatan sekali dengan adanya platform seperti Line ini, bukan hanya kita bisa memanfaatkan inovasi dari platform tersebut tapi juga berpartner dan bermitra dengan pemain-pemain lokal menjadi itu sebagai platform yang dengan mudah buat mereka untuk menjangkau puluhan juta user. Mengekspose karya mereka, langsung mendapat feedback dari user. Kalau bagus ya bagus, kalau jelek ya sorry, you have to do better. Jadi menurut saya ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk creator-creator di Indonesia.

Yang kedua juga, startup atau OTT-OTT lokal yang mau mencoba dulu. Seperti contohnya Gojek tadi, bukan berarti hanya Gojek saja, tapi juga OTT-OTT yang lain. Kalau misalnya awalnya struggling untuk coba memasarkan aplikasi mereka sendiri, coba dulu di Line. Kita ada yang namanya Line Add, Line Add ini sudah banyak sekali dipakai oleh ratusan ribu seller di Indonesia, SME, untuk mencoba memasarkan produk-produk mereka. Itu semuanya gratis. Bisa dipakai oleh seller-seller tersebut, dicoba dulu. Minimum cost tapi terekspos ke puluhan juta user. Jadi menurut saya ini suatu peluang yang baik dan kita terus mencoba bekerja sama dengan baik pemerintah atau badan-badan swasta untuk bisa terus mengekspose platform ini kepada creator-creator lokal dan SME lokal.

Bagaimana persepsi negatif masyarakat terhadap OTT asing sekarang?

Itu juga PR (pekerjaan rumah) bagi kami sebagai OTT untuk bisa lebih agresif lagi untuk memberikan awareness, potensi dari platform yang kami miliki sekarang. Dan memang dari awal strategi kita adalah always locally relevant. Jadi dari situ menunjukkan bahwa this is the platform yang sebenarnya potensial dipakai dan makanya kita sekarang jauh lebih agresif lagi untuk bekerja sama, bukan hanya dengan badan-badan swasta atau brands tapi juga badan-badan pemerintah untuk bisa meningkatkan lagi awareness dari potensi platform kami.

Dan itu memang PR bagi kita semua di OTT ini. Itu sejalan juga dengan awareness masyarakat Indonesia mengenai digital lifestyle. Jadi semakin banyak yang mengadopsi digital lifestyle, makin banyak juga yang melihat kebutuhan mengenai platform ini. Platform messenger untuk dipakai sehari-hari menurut saya adalah platform yang matang untuk dijadikan sebagai batu loncatan untuk semua local startup untuk mengoptimalkan itu sebagai batu loncatan.

Pakah market sudah jenuh dengan basic service dari messenger app?

Itu kembali lagi ke point awal tadi yaitu infrastruktur, device, dan aplikasi. Semua itu memegang peranan yang sangat penting. Like it or not, kita juga harus bergerak bersama-sama. kita bisa bikin aplikasi yang sangat inovatif, tapi kalau tidak bisa dinikmati oleh pengguna di Indonesia, karena misalnya tidak punya 4G, maka mereka tidak akan mendapat value-nya sama sekali. Jadi yang kita butuhkan kerja bareng-bareng sebagai suatu ekosistem untuk mempush hal tersebut.

Harapan Ongki soal penetrasi 4G?

Terutama yang saya harapkan bahwa dengan lebih banyak lagi kerjasama yang kita lakukan, dengan startup-startup local atau SME-SME lokal, itu menjadi inspirasi yang besar buat pengguna layanan operator di Indonesia bahwa sebenarnya menggunakan layanan data itu ada reason to use nya. Jadi itu akan membantu juga untuk operator bahwa ada demand yang tinggi untuk menggunakan infrastruktur operator. Dan juga dari sisi manufaktur mereka juga bisa melihat ada demand yang besar bahwa ada aplikasi yang baik yang bisa menjadi pusat kegiatan sehari-hari digital life style, untuk orang mau beli handphone yang lebih baik.

Jadi ini PR (pekerjaan rumah) untuk semuanya termasuk kami sendiri untuk memastikan bahwa banyak sekali layanan inovatif yang bisa dijalankan dari platform Line.

Gojek contohnya, lalu ada beberapa local startup misalnya saya sebut Salestock, yang sekarang mulai menggunakan yang namanya chat bot, dimana orang bisa berinteraksi melalui chat dengan bot. Bot itu semacam di ujungnya sana bukan manusia, tapi ia bisa memberikan jawaban secara otomatis, dari pertanyaan atau percakapan yang dilakukan oleh user.

Itu sangat membantu karena mereka bisa menjalankan proses marketing atau selling sales mereka dengan lebih baik, karena ada interaksi chat, yang sebelumnya hanya klik, klik, klik. Dengan adanya chat, orang lebih percaya “Oh oke, saya bisa tanya macam-macam, saya bisa mengerti lebih jauh mengenai produknya, begitu saya sudah paham, saya bisa melakukan purchasing dicision.” Dan ternyata memang conversation rate mereka jauh lebih besar kalau menggunakan chat, dibanding dengan cara biasa.

Bukan orang baru, Ongki Kurniawan adalah mantan Chief Digital Services Officer di XL Axiata. Bagaimana ceritanya bisa ke Line?

Pengen lebih awet muda aja sih haha. Seriously, sebelum saya pindah, sepuluh bulan terakhir di XL, saya pegang posisi Chief Digital Services Officer. Kesempatan yang luar biasa yang diberikan ke saya waktu itu untuk belajar dunia digital lewat telco. Dan memang itu membuka mata saya luar biasa, bahwa ke depannya, ini adalah suatu industri yang sangat relevan dan juga sangat impactful buat masyarakat Indonesia. Dan saya lihat memang untuk bisa mendapatkan impact yang jauh lebih besar, saya harus terjun langsung. Menurut saya ini suatu peluang yang windownya tidak panjang. Kebetulan saya lihat waktu itu ada peluang yang cukup bagus. Kemungkinan memberikan impact ke masyarakat Indonesia lebih besar, jadi saya ambil peluang tersebut.

Masalah decision makingnya cukup panjang. Tapi memang datang di saat yang tepat juga peluang sehingga saya rasa ini sesuatu yang terbaik buat saya, makanya saya ambil.

Apa target seorang Ongki ketika memutuskan pindah?

Jadi memang saya melihat Line itu sendiri sekarang dalam tahap yang sangat critical dimana persaingan sangat ketat. I like that challenges. Jadi saya lihat ada peluang yang sangat besar dimana saya melihat Line punya potensi luar biasa baik dari sisi menarik dan segmen yang cukup loyal ke Line sendiri. Challengenya adalah bagaimana kita bisa tetap memperluas userbase-nya itu sehingga menjadi dominan messaging platform atau communication platform untuk generasi millennial.

Nah dengan pengalaman saya di telco dan juga networking yang sudah saya buat, saya cukup yakin saya bisa membawa Line untuk mencapai objective tersebut.

Beberapa tahun ke depan target Ongki apa?

Sekarang saat ini, strategy objective kita, kami ingin menjadi number one smart portal by 2019, jadi tiga tahun dari sekarang. Kalau kita bicara soal smart portal, jadi bukan hanya bicara soal communication app saja, tapi sudah menyentuh seluruh kehidupan digital life style dari masyarakat Indonesia sehari-hari. Jadi apa pun yang mereka lakukan yang terkait dengan digital, yang kami harapkan Line menjadi dominan smart portal buat mereka. Artinya mereka akan spent most of their time in Line app, by 2019.

Itu definisi yang kita pakai untuk number one smart portal.

Apa strategi Ongki untuk membesarkan Line?

Konten tentunya penting sekali. Karena userbase butuhnya itu. Mereka butuh konten yang menarik. Konten itu kita salurkan dalam bentuk Line Today. Dan Line Today saat ini bentuknya masih berita, tapi ke depan bisa dikembangkan untuk memperluas ke berbagai bentuk konten salah satunya ke video itu sendiri.

Kemudian sekarang kita kembangkan yang commerce dan payment. Untuk commerce sendiri kita sudah ada Line Shopping, dan untuk payment sekarang kita sudah mulai mengembangkan Line Pay. Jadi ada layanan end-to-end di situ dari sisi Commerce sampai ke Pay.

Ada satu hal lagi yang potensinya sangat besar yaitu online-to-offline. Jadi itu yang mulai kita eksplor. Dan ke depannya juga akan kita kembangkan dan kami lihat potensinya besar, dan itu akan bermanfaat bukan hanya untuk segmen tertentu tapi juga segmen yang sangat luas. Kita bisa melihat sekarang bentuk-bentuk online-to-offline seperti transport app. Itu mulai banyak diadopsi oleh pengguna di Indonesia. Bukan berarti tidak mungkin itu semua nanti dilakukan di dalam Line. Karena toh userbase Line sudah cukup besar. Dan itu sudah mulai diadopsi oleh Gojek.

Gojek melihat bahwa userbase Line sudah cukup besar, dan mungkin sejumlah user kalau dia harus download app begitu banyak dengan login lagi, harus memahami lagi nterface yang baru, itu menjadi challeng bagi user untuk adopsi. Jadi sekarang di Line, Gojek membuka official account atau akun resmi, dan order itu bisa dilakukan lewat Line, tanpa harus keluar dari aplikasi Line, tanpa harus download aplikasi yang baru.

Prinsipnya adalah semakin memudahkan pengguna. Masuk ke Line, satu aplikasi and it can do everything. Saya cukup yakin kita bisa sampai ke situ nanti.

Ke depannya environment bagaimana yang dibangun Line?

Bisa dilihat suasana kantor kita cukup fun. Jadi saya harapkan ini jadi tempat yang juga sangat menarik bagi talent-talent di Indonesia untuk berkreasi di Line. Kita juga terus berekspansi secara perusahaan, karena melihat peluang yang besar sekali di Indonesia dan banyaknya minat dari partner-partner untuk bekerjasama dengan Line. Tentunya butuh banyak talent yang nantinya bisa membantu membesarkan Line di Indonesia. Dan saya butuh supportnya juga dari talent-talent tersebut.

Sangat penting sekali buat kami di Line untuk terus menjaga environment kerja yang fun, creative, inovatif, open untuk bisa berpartner dengan siapa pun.

Tentunya akhirnya banyak yang melihat, terutama kalangan muda, ini suatu environment yang bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan diri jadi lebih baik. Tidak banyak birokrasi. Things are faster untuk decision making-nya. Kalau saya lihat memang sangat menarik untuk segmen millennial kita. Mereka juga segmen yang kelihatannya juga tidak selalu harus by the rule. Selalu men-challenge status quo, dan itu cocok banget dengan Line. Kenapa harus order Gojek di tempat lain kalau dia bisa order dari Line. Kita challenge that. Memikirkan cara yang lebih baik dari berbagai sisi.

Kalau stake holder tentunya kita butuh support dari bukan hanya dari company Line sendiri tapi juga partner-partner kita, termasuk pemerintah dan juga pemain-pemain di ekosistem. Itu yang selalu kita coba jaga, relationship dan juga engagement, dan kita siap untuk berinvestasi cukup besar di Indonesia, untuk investasi yang tepat. Agar kita bisa bergerak lebih agresif lagi.

Dan balik lagi tadi objective-nya adalah bukan hanya membesarkan platform itu sendiri, tapi juga menjadi platform untuk aspirant-aspirant yang lain, atau startup-startup lain, atau SME, untuk menggunakan platform Line untuk membesarkan mereka juga.

Kalau saya lihat, sebenarnya sangat win-win. Dari sisi ekosistem, stake holder, dan talent-talent di Indonesia. Satu lagi, awareness dari user, sekarang sudah mulai cukup tinggi untuk menggunakan digital life style. Sejak tahun lalu kita lihat transport app sangat popular, kemudian e-commerce juga makin banyak di-adopt. Jadi kita lihat ini waktu yang tepat sekali untuk bekerja bersama-sama membantu juga pemerintah punya misi yang cukup bagus, creative digital economy. Jadi ini saat yang tepat untuk bekerja sama-sama. Kita punya platform yang sudah siap. Ready dipakai untuk membantu dan sudah banyak juga yang mendapatkan hasil yang cukup baik dari situ.

Banyak sekali success stories. Kita juga sering menampilkan success story itu di dalam Line. Kita bikin semacam case study dimana kita sebarluaskan ke pengguna-pengguna lain.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU