Jakarta, Selular.ID – Dengan seruan cintai paru-parumu, Greenpeace baru-baru ini menghadirkan aplikasi yang berisi informasi kualitas udara di Jakarta. Aplikasi yang diberi nama Udarakita ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara berdasarkan perhitungan jumlah konsentrasi PM 2.5, salah satu polutan udara yang diketahui paling berbahaya.
Dalam keterangan resminya, Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia menuturkan, data kualitas udara yang terdapat dalam aplikasi Udarakita diambil dari rerata harian alat pemantau kualitas udara yang diletakkan di 50 titik pemantauan yang tersebar di Jabodetabek dan beberapa kota lain di Indonesia.
“Tingkat polusi udara di kota besar seperti Jakarta sudah sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan, sehingga ini yang membuat kami menghadirkan aplikasi kualitas udara yang dihirup,” ujar Bondan
Lebih jauh Bondan menjelaskan, pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara Jakarta sudah berada pada level 45 μg/m3, atau 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dalam sebuah laporan Greenpeace bersama Harvard, polusi udara yang berasal dari pembangkit listrik batubara dapat meningkatkan risiko kematian dini hingga mencapai 6.500 jiwa setiap tahunnya, 115 di antaranya adalah anak-anak yang mengalami infeksi saluran pernafasan bawah.
Tidak hanya itu Laporan WEO menghitung 70.000 potensi kematian dini akibat polusi udara di Indonesia pada tahun 2015 dan dapat meningkat sampai 140.000 kasus di tahun 2040, apabila tidak ada langkah berarti yang dilakukan untuk mengurangi sumber polutannya .
“Sumber polusi udara di kota besar di Indonesia, kebanyakan berasal dari transportasi dan pembangkit tenaga listrik, yang masih mengandalkan bahan bakar fosil. Sedangkan polutan udara yang dinilai paling berbahaya adalah PM 2.5, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan serius bahkan hingga kanker paru.,” ujar Bondan lagi
Tingginya kadar polusi udara di kota-kota besar ternyata belum mendapatkan perhatian khusus dari pihak pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari minimnya alat pemantauan kualitas udara yang datanya dapat diakses oleh masyarakat, khususnya bagi kota-kota yang memiliki tingkat polusi tinggi seperti Jakarta dan Bandung.
Lewat aplikasi ini, Greenpeace mengajak masyarakat di kota-kota besar di Tanah Air untuk mulai peduli terhadap kondisi udara sekitar dan menjadi lebih sadar terhadap dampak kesehatan yang dapat kita derita akibat polusi udara.
Aplikasi Udarakita tak bisa digunakan oleh sembarang orang. Mereka yang menggunakan UdaraKita harus terlebih dahulu memberitahu pihak Greenpeace Indonesia jika ingin menjadi relawan. Bagi calon relawan yang ingin menggunakan aplikasi Udarakita, harus terlebih dahulu membeli Laser Egg. Alat ini sudah dijual bebas di beberapa e-commerce dengan harga berkisar Rp1,5 juta.
Bila sudah memiliki alatnya, Greenpeace Indonesia akan memberikan sejumlah syarat yang harus dipenuhi mulai dari tempat pemasangan Laser Egg hingga teknis pemasangan alat. Tujuannya agar data yang didapat lebih akurat.
Bila lolos seleksi Greenpeace, calon relawan cukup memberitahu lokasi serta barcode yang tertera pada Laser Egg miliknya kepada Greenpeace Indonesia. Selanjutnya, barcode dan lokasi itu akan dimasukkan dalam sistem dan relawan sudah bisa online memantau kualitas udara melalui aplikasi. Pemantauan kualitas udara juga bisa langsung dibagikan ke media sosial seperti Twitter.
Bondan menjelaskan bahwa pihaknya cukup selektif terkait pemberian akses untuk memantau kualitas udara melalui Udarakita. Pasalnya, data yang terekam harus bisa dipertanggungjawabkan. Itu sebabnya kelima puluh Laser Egg yang mereka sebar bukan ditempakan di rumah sembarang orang, melainkan di beberapa rumah staf Greenpeace Indonesia.
Aplikasi Udarakita saat ini baru tersedia di Google Play Store. Menurut Bondan, pihaknya tengah menunggu sekitar dua minggu hingga satu bulan agar aplikasi ini bisa tersedia di Apple App Store.