
Jakarta, Selular.ID – Era internet cepat yang mendorong pemakaian data lebih massif membuat kebutuhan frekwensi menjadi sangat penting. Tengok saja tantangan yang dialami Telkomsel. Saat ini dengan jumlah total pelanggan mencapai 152 juta, terbesar di Indonesia sekaligus terbesar ketujuh di dunia, pengguna data operator yang identik dengan warna merah tersebut terus tumbuh secara eksponensial.
Direktur Network Telkomsel Sukardi Sillahi mengungkapkan bahwa sepanjang 2015, market share Telkomsel mencapai 44% dan revenue share 58%. Di sisi lain jumlah pengguna data sudah mencapai 74 juta.
“Besarnya pengguna data sejalan dengan pertumbuhan smartphone yang menembus 45 juta unit. Tumbuh rata-rata 20% per tahun”, ujarnya dalam paparan media update di Jakarta (15/3/2016).
Tingginya laju pengguna data memang membuat rapor Telkomsel semakin kinclong. Dengan ARPU rata-rata mencapai Rp 50 ribu – 100 ribu, pengguna data mampu menyokong peningkatan revenue hingga 10%, tertinggi di atas industri yang tahun lalu cuma tumbuh 7%. Sekaligus mampu mempertahankan pendapatan double digit selama empat tahun berturut-turut (anaudit).
Meski mencatat laju positif, khususnya layanan data yang merupakan masa depan industri selular, Telkomsel tetap menilai bahwa kebutuhan akan frekwensi sudah sangat mendesak. Seperti diketahui, saat ini Telkomsel punya 10 MHz di 900 MHz — jika digabung dengan spektrum bekas Flexi di 800 MHz. Kemudian di 1.800 MHz mereka punya 22,5 MHz. Lalu di 2,1 GHz juga ada 15 MHz. Jumlah itu membuat Telkomsel paling banyak mengoleksi spektrum frekwensi dibandingkan para kompetitornya.
Persoalannya, spektrum 800 Mhz saat ini masih digunakan oleh Smartfren Telecom, tepatnya di 850 Mhz. Telkomsel pun berharap agar proses migrasi 850 Mhz sepanjang 7,5 Mhz dapat segera rampung mengingat proses yang sudah tertunda selama lebih dari setahun. Di sisi lain, Telkomsel sudah membayar BHP frekwensi itu sebesar Rp 525 milyar pada 12 Desember 2014.
Dalam RDP dengan Komisi 1 DPR, Senin (14/3) di Jakarta, Menkominfo Rudiantara mengungkapkan bahwa pihaknya tengah membicarakan dengan Telkomsel dan Smartfren mengenai pelaksanaan waktu migrasi. Di sisi lain, meski kontrak penggunaan frekwensi 850 Mhz sudah habis per 15 Desember 2015, Smartfren sudah melayangkan surat resmi ke Kemenkominfo agar dapat memperpanjang masa pemakaian hingga 1 tahun ke depan. Meski sesuai klausul kontrak, perpanjangan tersebut dimungkinkan, namun Rudiantara menginginkan agar frekwensi 850 dapat dikembalikan ke Telkomsel sebelum akhir 2016.
Sukardi pun mengapresiasi langkah Menkominfo dalam menemukan solusi yang win-win dari kedua belah pihak, khususnya Telkomsel yang memang sudah sangat membutuhkan tambahan frekwensi.
“Frekwensi adalah domain pemerintah dan Telkomsel selalu dalam koridor regulasi yang telah ditetapkan. Karenanya sudah menjadi milik Telkomsel, migrasi frekwensi 850 Mhz perlu dipercepat karena bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan”, ujar Sukardi.
Ditambahkan oleh Sukardi, sebagai operator milik Indonesia, kinerja Telkomsel yang terus positif, pada akhirnya juga menguntungkan negara dalam bentuk deviden dan pembayaran pajak.
Untuk diketahui, pada 2013 saja setoran pajak Telkomsel ke kas negara sudah mencapai 10,8 triliun. Jumlah itu menempatkan Telkomsel sebagai pembayar pajak korporasi terbesar kedua setelah Pertamina.
“Pada akhirnya, pengembalian frekwensi 800 Mhz sangat penting untuk meningkatkan kinerja Telkomsel. Ujung-ujungnya hal tersebut dapat menyokong pendapatan negara”, pungkas Sukardi.