Dikenal sebagai CitiSense, perangkat ini mampu mengukur konsentrasi lokal dari lapisan ozon, nitrogen dioksida, dan karbon monoksida, yang merupakan polutan berbahaya yang dikeluarkan oleh pembakaran internal kendaraan. Hasil data dikirim secara nirkabel ke smartphone pengguna untuk ditampilkan pada layar smartphone melalui aplikasi kustom. Selain memuat tingkatan polusi, aplikasi juga menampilkan skala kode warna EPA di mana hijau berati bagus dan ungu berarti udara di sekitar tidak bagus.
Salah satu ide di balik sensor jika dikomersialkan, maka orang-orang bisa lebih proaktif mengenai masalah polusi udara. Pengguna bisa menghindari daerah di mana tingkat polusi sangat tinggi, dan mungkin pemerintah bisa lebih termotivasi untuk menekan daerah dengan pancaran udara kurang baik bagi warganya.
Pengembangan sensor ini memakan biaya lumayan besar, yakni US$1.000 per unit. Namun para peneliti yakin harga dapat ditekan bila telah masuk ke produksi massal. Kelemahannya, akibat pertukaran data secara konstan antara sensor dengan prototipe ponsel saat dipasang, tidak dipungkiri akan menguras baterai ponsel cukup banyak. Tapi, kabarnya dapat diatasi dengan membatasi pertukaran tersebut dengan interval spasi, atau dapat aktif pengguna membutuhkannya. Sayangnya, tidak disebutkan sensor portabel ini bisa kompatibel dengan perangkat dari platform apa, iOS atau Android. (Choiru Rizkia)