Selular.id – CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengakui bahwa kehadiran kecerdasan buatan (AI) berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.
Dalam wawancara terbarunya, sang bos ChatGPT ini menyebutkan beberapa jenis pekerjaan yang dinilai sangat rentan digantikan oleh teknologi AI, dengan customer service sebagai yang paling utama.
Altman menyampaikan kekhawatirannya tersebut dalam acara The Tucker Carlson Show.
Ia menjelaskan bahwa pekerjaan di sektor layanan pelanggan, yang saat ini banyak dilakukan melalui telepon atau komputer, merupakan yang paling mudah untuk diotomatisasi oleh AI.
“Saya yakin bahwa banyak layanan pelanggan saat ini akan membuat orang-orang tersebut kehilangan pekerjaan, dan hal itu akan lebih mudah dilakukan oleh AI,” ujar Altman, mengutip Tech Radar.
Kekhawatiran Altman ini bukan tanpa dasar. Beberapa model AI populer telah menunjukkan kemampuan yang signifikan dalam menangani tugas-tugas yang sebelumnya membutuhkan tenaga manusia.
Selain customer service, Altman juga memprediksi dua pekerjaan lain di sektor IT yang berisiko tinggi, yaitu programmer dan developer.
Kemampuan AI dalam menulis, mengoreksi, dan mengoptimalkan kode pemrograman dengan akurasi yang baik menjadi alasan utama prediksi ini.
Sebagai CEO OpenAI, Altman mengaku merasakan tanggung jawab etika dan moral yang besar atas konsekuensi yang mungkin dialami oleh jutaan pekerja.
Ia bahkan mengungkapkan bahwa kekhawatiran ini sering membuatnya sulit tidur.
Yang membuatnya resah bukan hanya soal seseorang yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga dampak langsung dari keputusan-keputusan kecil dalam perilaku AI terhadap kehidupan mereka.
Baca Juga:
Fenomena pergeseran pekerjaan akibat AI ini sebenarnya bukan hal baru. Altman menjelaskan bahwa dari studi yang dipelajarinya, sekitar 50 jenis pekerjaan diprediksi akan mengalami perubahan signifikan dalam kurun waktu 75 tahun atau lebih.
Namun, kehadiran AI diperkirakan akan mempercepat proses ini secara dramatis, sehingga para pekerja memiliki waktu yang lebih singkat untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Kekhawatiran Altman semakin menemukan buktinya dalam realitas industri. Beberapa perusahaan besar telah mulai mengadopsi AI untuk menggantikan tenaga kerja manusia.
Salesforce, misalnya, baru-baru ini dilaporkan memangkas sekitar 4.000 karyawan di divisi customer support.
Langkah efisiensi ini dilakukan sebagai bagian dari transisi perusahaan untuk beralih menggunakan AI dalam layanannya.
CEO Salesforce, Marc Benioff, bahkan berpendapat bahwa para pemimpin perusahaan di masa depan tidak hanya harus mampu mengelola tim manusia, tetapi juga harus terampil dalam mengatur “tim digital” yang terdiri dari agen AI.
Pandangan ini semakin mengukuhkan tren otomatisasi yang sedang berlangsung.
Perkembangan ini juga selaras dengan apa yang terjadi di perusahaan teknologi lainnya, seperti yang terlihat dalam strategi efisiensi yang dilakukan Intel untuk kembali fokus pada bisnis inti.
Pekerjaan yang Aman dari Ancaman AI
Meskipun mengakui dampak disruptif AI terhadap lapangan kerja, Altman menegaskan bahwa tidak semua jenis pekerjaan dapat digantikan oleh teknologi ini.
Profesi yang membutuhkan keterampilan empati dan interaksi manusia secara mendalam dinilai lebih aman dari ancaman otomatisasi AI.
Ia mencontohkan peran seperti perawat atau tenaga kesehatan lainnya, yang memerlukan sentuhan manusiawi yang sulit untuk direplikasi oleh mesin.
Pernyataan Altman ini memberikan sedikit pencerahan di tengah kekhawatiran yang melanda banyak pekerja.
Meskipun AI mampu melakukan tugas-tugas teknis dan repetitif dengan efisiensi tinggi, unsur kemanusiaan seperti empati, kreativitas, dan intuisi masih menjadi domain yang sulit ditembus oleh algoritma.
Hal ini menunjukkan bahwa masa depan kerja mungkin akan lebih berfokus pada pengembangan soft skills yang tidak dapat dengan mudah diotomatisasi.
Transformasi yang dibawa oleh AI ini mengingatkan pada dinamika yang terjadi di perusahaan e-commerce yang juga mengalami penyesuaian struktural.
Perubahan ini tidak hanya terjadi di satu sektor, tetapi menyebar ke berbagai industri, menuntut adaptasi dari seluruh pemangku kepentingan.
Dampak Jangka Panjang dan Adaptasi Pekerja
Percepatan adopsi AI yang diprediksi Altman menciptakan tantangan tersendiri bagi tenaga kerja.
Jika sebelumnya pekerja memiliki waktu puluhan tahun untuk beradaptasi dengan perubahan jenis pekerjaan, kini mereka mungkin hanya memiliki waktu yang sangat terbatas.
Situasi ini memerlukan respons yang cepat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan perusahaan itu sendiri.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun AI menggantikan beberapa jenis pekerjaan, teknologi ini juga akan menciptakan peluang kerja baru.
Namun, transisi dari pekerjaan lama ke baru membutuhkan program pelatihan dan pengembangan keterampilan yang masif.
Tanpa persiapan yang memadai, banyak pekerja berisiko tertinggal dalam revolusi digital ini.
Perkembangan di sektor teknologi, seperti yang ditunjukkan oleh kinerja saham Intel yang membaik, menunjukkan bahwa investasi dalam inovasi tetap menjadi kunci.
Namun, pertumbuhan bisnis harus diimbangi dengan pertimbangan dampak sosial, termasuk terhadap tenaga kerja.
Pengakuan jujur dari seorang pionir AI seperti Sam Altman tentang potensi dampak negatif teknologi ini terhadap lapangan kerja merupakan langkah penting dalam membangun kesadaran kolektif.
Dialog terbuka tentang tantangan dan solusi diperlukan untuk memastikan bahwa revolusi AI dapat membawa manfaat yang inklusif bagi seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir pihak.