Selular.id – Pernahkah Anda merasa dunia maya semakin penuh dengan identitas ganda? Akun-akun anonim yang tiba-tiba muncul, buzzer yang menguasai percakapan, hingga penipuan digital yang kian merajalela?
Kini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji usulan kontroversial: satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial. Gagasan yang pertama kali diusulkan oleh anggota DPR RI, Oleh Soleh dari Fraksi PKB pada Agustus 2025 ini, dinilai dapat menjadi solusi atas berbagai masalah di ruang digital, mulai dari misinformasi hingga kejahatan siber.
Latar belakang usulan ini tidak terlepas dari program Satu Data yang sedang dirancang pemerintah. Dengan menghubungkan setiap akun media sosial ke nomor telepon yang terverifikasi melalui identitas resmi, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih transparan dan terkendali.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyatakan bahwa kebijakan ini sedang dalam tahap pengkajian mendalam untuk memastikan efektivitas dan dampaknya terhadap masyarakat.
Meski terdengar radikal, usulan satu orang satu akun medsos ini bukan tanpa alasan. Nezar menegaskan bahwa langkah ini dapat mempersempit ruang bagi para pelaku kejahatan digital, seperti scamming, serta memudahkan pengawasan terhadap penyebaran hoaks dan misinformasi.
Namun, di balik niat baik tersebut, muncul pertanyaan besar: apakah kebijakan ini benar-benar akan membawa manfaat, atau justru mengancam privasi dan kebebasan berekspresi warganet?
Dampak Positif: Mengurangi Penipuan dan Misinformasi
Salah satu argumen utama yang mendasari usulan ini adalah upaya mengurangi tindak penipuan di dunia digital. Dengan membatasi setiap individu hanya pada satu akun media sosial, diharapkan pelaku kejahatan siber akan lebih sulit menyembunyikan identitasnya.
Nezar Patria menjelaskan, “Itu adalah salah satu solusi dan kita lagi kaji sekian opsi yang intinya adalah untuk semakin memperkecil upaya-upaya scamming misalnya di dunia online kita.”
Selain itu, kebijakan ini juga dianggap dapat mempermudah pemerintah dalam memantau dan menangani penyebaran hoaks serta misinformasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia kerap dilanda gelombang informasi palsu yang memicu keresahan sosial.
Dengan setiap akun terhubung ke identitas resmi, diharapkan para penyebar hoaks dapat lebih mudah diidentifikasi dan ditindak.
Baca Juga:
Tantangan dan Kritik: Privasi vs Pengawasan
Meski menjanjikan sejumlah manfaat, usulan satu orang satu akun medsos menuai kritik dari berbagai kalangan. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah soal privasi data pribadi.
Dengan menghubungkan akun media sosial langsung ke identitas resmi, banyak pihak merasa bahwa kebebasan berekspresi dan anonimitas yang selama ini dinikmati di dunia digital akan hilang.
Selain itu, kebijakan ini juga dinilai berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pengawasan yang berlebihan. Dalam situasi di mana setiap aktivitas online dapat dilacak langsung ke individu tertentu, kekhawatiran akan munculnya budaya pengawasan massal menjadi sangat nyata.
Apalagi, usulan ini tidak hanya berlaku untuk perorangan, tetapi juga perusahaan dan lembaga, seperti ditegaskan oleh Oleh Soleh: “Tidak boleh satu orang memiliki akun ganda. Baik perusahaan, lembaga, maupun personal.”
Buzzer dan Akun Ganda: Masalah yang Ingin Diatasi
Salah satu poin penting yang diangkat oleh Oleh Soleh adalah maraknya penggunaan akun ganda oleh buzzer. Menurutnya, praktik ini tidak hanya merusak ekosistem digital, tetapi juga mendistorsi realitas sosial. “Akibat buzzer, orang yang nggak qualified menjadi terkenal, menjadi artis, menjadi apa, menjadi wah, menjadi super gitu, dan dia malah mengalahkan orang yang qualified gitu. Ini kan juga sangat merusak,” tegasnya.
Dengan membatasi setiap orang hanya pada satu akun, diharapkan influencer dan buzzer tidak lagi dapat memanipulasi opini publik melalui multiple account. Langkah ini juga dianggap dapat memulihkan kredibilitas konten digital, di mana suara yang terdengar benar-benar mewakili individu nyata, bukan entitas fiktif yang diciptakan untuk kepentingan tertentu.
Baca Juga:
Implementasi dan Kendala Teknis
Meski usulan sudah disampaikan, implementasi kebijakan satu orang satu akun medsos masih menghadapi sejumlah kendala teknis. Salah satunya adalah bagaimana memastikan bahwa setiap platform media sosial dapat terintegrasi dengan sistem verifikasi identitas yang aman dan terpercaya. Selain itu, perlu juga dipastikan bahwa data pribadi pengguna tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Nezar Patria mengakui bahwa saat ini Komdigi masih mengkaji berbagai opsi yang ada. “Kita lagi kaji sekian opsi,” ujarnya, menandakan bahwa belum ada keputusan final mengenai bentuk dan mekanisme kebijakan ini. Yang jelas, nantinya pembatasan akan menggunakan nomor telepon yang terhubung ke nomor identitas dan akun media sosial pengguna.
Di sisi lain, platform media sosial seperti Meta, TikTok, dan YouTube juga diminta untuk aktif memfilter penggunaan akun-akun ganda. Oleh Soleh bahkan secara khusus meminta agar pelarangan akun ganda dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas.
Masa Depan Ruang Digital Indonesia
Usulan satu orang satu akun medsos tidak hanya sekadar wacana, tetapi bisa menjadi penanda arah baru kebijakan digital Indonesia. Jika diterapkan, kebijakan ini akan mengubah landscape media sosial di tanah air secara drastis. Di satu sisi, langkah ini dapat menciptakan ruang digital yang lebih aman dan terkendali. Di sisi lain, ia juga berpotensi memicu perdebatan panjang tentang batasan antara keamanan dan kebebasan.
Sebagai masyarakat digital, penting bagi kita untuk terus mengikuti perkembangan kebijakan ini dan menyuarakan aspirasi secara konstruktif. Apapun keputusan akhirnya, yang terpenting adalah menjaga keseimbangan antara perlindungan dari kejahatan digital dan penghormatan terhadap hak privasi serta kebebasan berekspresi.
Bagaimana pendapat Anda? Apakah kebijakan satu orang satu akun medsos merupakan solusi yang tepat untuk masalah digital saat ini, atau justru langkah yang berisiko? Mari kita diskusikan bersama sambil menunggu keputusan resmi dari Komdigi.