Sabtu, 20 September 2025
Selular.ID -

Google Tak Perlu Jual Chrome dan Android, Saham Melonjak

BACA JUGA

Selular.id – Google berhasil lolos dari hukuman terberat dalam kasus monopoli mesin pencari yang digugat pemerintah Amerika Serikat. Hakim Federal Amit Mehta memutuskan bahwa perusahaan tidak diwajibkan menjual browser Chrome atau sistem operasi Android, meski sebelumnya dinyatakan melanggar undang-undang antitrust.

Keputusan ini menjadi angin segar bagi raksasa teknologi asal California tersebut. Pada Agustus 2024, Pengadilan Distrik Columbia telah menyatakan bahwa Google melanggar Pasal 2 Sherman Act karena memonopoli pasar pencarian internet dan iklan selama bertahun-tahun.

Saat itu, Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengusulkan opsi penyelesaian dengan memaksa Google melakukan divestasi bisnis inti seperti Android dan Chrome.

“Google tidak akan diwajibkan untuk mendivestasi Chrome; pengadilan juga tidak akan memasukkan divestasi bersyarat sistem operasi Android dalam putusan akhir,” bunyi putusan Mehta yang dikutip dari Gizmodo, Jumat (5/9/2025).

Hakim menilai permintaan divestasi tersebut terlalu berlebihan dan tidak relevan dengan fokus kasus yang hanya menyangkut distribusi mesin pencari Google.

Keputusan ini sejalan dengan kekhawatiran banyak pengamat yang menilai pemaksaan divestasi Chrome dan Android akan mengacaukan ekosistem digital global. Chrome merupakan salah satu produk andalan Google dengan total pengguna mencapai 3,5 miliar orang, sementara populasi dunia hanya sekitar 8,1 miliar.

Berdasarkan laporan GS Stats Counter per Agustus 2025, Chrome menguasai 69,23 persen pangsa pasar browser global. Angka ini jauh melampaui pesaing terdekatnya seperti Safari (14,98 persen), Edge (5,03 persen), Firefox (2,26 persen), Samsung Internet (1,97 persen), dan Opera (1,85 persen).

Dampak langsung dari keputusan pengadilan terlihat pada perdagangan saham. Saham Alphabet, perusahaan induk Google, melonjak hingga delapan persen dalam perdagangan setelah jam bursa.

Saham Apple juga tercatat naik sekitar empat persen, diduga karena kesepakatan distribusi Google Search di perangkat iPhone tetap berjalan meski aturan eksklusivitas dihapus.

Kasus antitrust terhadap Google bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, berbagai negara telah menjatuhkan denda dan tuntutan terhadap praktik monopoli perusahaan teknologi ini. Selain Indonesia, beberapa negara lain juga telah mendenda Google karena monopoli dagang dalam beberapa tahun terakhir.

Meski terbebas dari hukuman divestasi, Google tetap harus mematuhi sejumlah aturan baru. Hakim Mehta memerintahkan perusahaan untuk berbagi data pencarian dengan perusahaan pesaing yang memenuhi syarat. Data yang harus dibagikan meliputi indeks pencarian dan interaksi pengguna, meski data iklan dikecualikan dari kewajiban ini.

Putusan juga mencakup larangan bagi Google untuk membuat perjanjian eksklusif dalam distribusi Google Search, Google Chrome, Google Assistant, dan aplikasi Gemini AI. Langkah ini dimaksudkan untuk menciptakan persaingan yang lebih sehat di pasar mesin pencari dan browser.

Hakim Mehta telah memerintahkan kedua pihak untuk bertemu dan mendiskusikan putusan ini paling lambat tanggal 10 September 2025. Pertemuan ini akan membahas implementasi aturan baru yang harus dijalankan Google, termasuk mekanisme berbagi data dengan kompetitor.

Kasus antitrust terhadap Google telah berlangsung selama bertahun-tahun dan menjadi perhatian global. Banyak pengamat yang memantau perkembangan kasus ini karena dampaknya yang signifikan terhadap industri teknologi dunia.

Keputusan untuk tidak memaksa divestasi Chrome dan Android dinilai sebagai kompromi yang menjaga stabilitas ekosistem digital sambil tetap memberikan ruang bagi kompetisi.

Perkembangan kasus antitrust Google ini juga menjadi perhatian regulator di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pencegahan monopoli digital menjadi isu penting yang terus dibahas dalam berbagai forum kebijakan teknologi.

Dengan keputusan ini, Google dapat mempertahankan integrasi antara Chrome, Android, dan layanan pencariannya yang selama ini menjadi tulang punggung bisnis perusahaan. Namun, perusahaan tetap harus beradaptasi dengan aturan baru yang membatasi praktik eksklusivitas dan mewajibkan berbagi data dengan kompetitor.

Para analis memprediksi bahwa putusan ini akan memengaruhi strategi bisnis Google ke depan, terutama dalam hal kemitraan dan distribusi layanan. Perusahaan perlu menyesuaikan model bisnisnya sambil tetap mempertahankan posisi dominan di pasar mesin pencari dan browser.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU