Selular.ID – Ledakan AI bagaikan dua sisi mata uang. Di satu bagian memberikan optimisme. Namun di sisi lain menimbulkan kekhatiran.
Tak urung, CEO OpenAI, Sam Altman, berpendapat bahwa pasar kecerdasan buatan sedang mengalami gelembung (bubble).
“Ketika gelembung terjadi, orang-orang pintar menjadi terlalu bersemangat tentang inti kebenaran,” ujar Altman, seperti dilaporkan The Verge, pada Jumat (15/8).
“Apakah kita berada dalam fase di mana investor secara keseluruhan terlalu bersemangat tentang AI? Pendapat saya, ya. Apakah AI hal terpenting yang terjadi dalam waktu yang sangat lama? Pendapat saya juga, ya,” katanya.
Altman tampaknya membandingkan dinamika ini dengan gelembung dot-com yang terkenal sekitar dua dekade lalu.
Sebuah kejatuhan pasar saham yang berpusat pada perusahaan-perusahaan berbasis internet yang menyebabkan antusiasme investor yang besar selama akhir 1990-an.
Antara Maret 2000 dan Oktober 2002, Nasdaq kehilangan hampir 80% nilainya setelah banyak dari perusahaan-perusahaan ini gagal menghasilkan pendapatan atau laba. Banyak perusahaan bangkrut, membuat investor kehilangan jutaan dollar hanya dalam semalam.
Meski terlihat optimis, bagaimana pun komentar Altman – sosok kunci dalam pertumbuhan dan ledakan AI – menambah kekhawatiran yang berkembang di kalangan para ahli dan analis bahwa investasi dalam AI bergerak terlalu cepat.
Salah satu pendiri Alibaba, Joe Tsai, Ray Dalio dari Bridgewater Associates, dan kepala ekonom Apollo Global Management, Torsten Slok, semuanya telah menyampaikan peringatan serupa.
Baca Juga: OpenAI Rilis GPT-5 dengan Kemampuan Lebih Cepat dan Akurat
Bulan lalu, Slok menyatakan dalam sebuah laporan bahwa ia yakin gelembung AI saat ini, pada kenyataannya, lebih besar daripada gelembung internet, dengan 10 perusahaan teratas di S&P 500 dinilai lebih tinggi di bandingkan era 1990-an.
Meski demikian, Ray Wang, Direktur Riset Semikonduktor, Rantai Pasok, dan Teknologi Baru di Futurum Group, menilai bahwa komentar Altman memiliki validitas, tetapi risikonya bergantung pada perusahaan.
“Dari perspektif investasi yang lebih luas dalam AI dan semikonduktor, saya tidak melihatnya sebagai gelembung. Fundamental di seluruh rantai pasokan tetap kuat, dan lintasan jangka panjang tren AI mendukung investasi berkelanjutan,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan bahwa terdapat peningkatan jumlah modal spekulatif yang mengejar perusahaan-perusahaan dengan fundamental yang lebih lemah dan hanya potensi yang dirasakan, yang dapat menciptakan kantong-kantong valuasi yang terlalu tinggi.
Kontoversi valuasi AI yang meroket cepat, sejatinya sudah disuarakan banyak kalangan sejak setahun lalu. Salah satunya datang dari Elliott Management.
Pada Agustus 2024, grup investor terkemuka di Amerika Serikat itu, menilai bahwa AI terlalu dibesar-besarkan.
Fenomena itu mendorong harga saham Nvidia yang terbang tinggi namun berada dalam “bubble land” alias gelembung, karena menimbulkan keraguan atas potensi teknologi saat ini dan masa depan.
Seperti dilaporkan Financial Times, dalam surat yang dikirim kepada para kliennya, Elliott memberi tahu investor bahwa mereka skeptis perusahaan teknologi besar akan terus membeli GPU Nvidia dalam jumlah besar.
Elliott menilai, AI pada akhirnya terlalu dibesar-besarkan dan banyak aplikasi yang disebut-sebut belum siap untuk penggunaan komersial.
Lebih lanjut, Elliott berpendapat bahwa banyak kasus penggunaan teknologi “tidak akan pernah hemat biaya, tidak akan pernah benar-benar berfungsi dengan benar, akan menghabiskan terlalu banyak energi atau akan terbukti tidak dapat dipercaya”, demikian bunyi surat itu.
Banyak kekhawatiran akan gelembung AI telah mencapai puncaknya di awal tahun ini ketika perusahaan rintisan asal China, DeepSeek, merilis model penalaran kompetitif.
Perusahaan teknologi yang berbasis di Hangzhou itu, mengklaim satu versi model bahasa besar canggihnya telah dilatih dengan biaya di bawah $6 juta.
Angka itu hanya sebagian kecil dari miliaran dollar yang dibelanjakan oleh para pemimpin pasar AI AS seperti OpenAI, meskipun klaim ini juga ditanggapi dengan beberapa skeptisisme.
Pada awal Agustus ini, Altman mengatakan kepada CNBC bahwa pendapatan berulang tahunan (recurring revenue) OpenAI berada di jalur untuk melampaui $20 miliar tahun ini, tetapi meskipun demikian, perusahaan tersebut tetap tidak menguntungkan.
Peluncuran model AI GPT-5 terbaru OpenAI pada awal bulan ini juga berjalan kurang mulus, dengan beberapa kritikus mengeluhkan bahwa model tersebut terasa kurang intuitif.
Hal ini mengakibatkan perusahaan mengembalikan akses ke model GPT-4 lama untuk pelanggan berbayar.
Setelah peluncuran model tersebut, Altman juga mengisyaratkan kehati-hatian yang lebih tinggi terkait beberapa prediksi optimis industri AI.
Berbicara kepada CNBC, Altman berpikir bahwa istilah kecerdasan umum buatan (artificial general intelligence/AGI), mulai kehilangan relevansinya, ketika ditanya apakah model GPT-5 membawa dunia lebih dekat untuk mencapai AGI.
Bagaimana pun, penilaian kritis para ahli dan analis, termasuk dedengkot AI Sam Altman, menunjukkan bahwa di balik kemegahan yang membuat perusahaan-perusahaan teknologi seperti Nvidia dan AMD menjadi magnet bagi investor, tetap diperlukan kehatian-hatian agar tidak mengulangi kesalahan berjemaah yang pernah terjadi pada era dot com.
Baca Juga: Pengguna OpenAI Minta Kembalikan GPT-4o, CEO Sam Altman Merespons