Senin, 8 Desember 2025
Selular.ID -

Pemerintah Larang HP dan Smartwatch di SMP-SMA Mulai 2026

BACA JUGA

Selular.id – Pemerintah Singapura resmi memperketat aturan penggunaan perangkat digital di sekolah.

Mulai Januari 2026, seluruh siswa sekolah menengah (secondary school) atau setingkat SMP dan SMA di negara itu dilarang menggunakan smartphone dan smartwatch selama berada di lingkungan sekolah, mencakup seluruh jam sekolah.

Kebijakan baru ini diumumkan oleh Kementerian Pendidikan Singapura (MOE) sebagai perluasan dari aturan yang sudah berlaku.

Saat ini, larangan penggunaan ponsel dan jam tangan pintar hanya diterapkan selama jam pelajaran berlangsung, dengan kelonggaran di waktu istirahat.

Namun, mulai tahun depan, pembatasan akan berlaku penuh dari pagi hingga pulang sekolah.

Dalam siaran pers resminya, Kementerian merinci bahwa perluasan aturan ini mencakup seluruh aktivitas di sekolah.

“Perluasan tersebut mencakup ke waktu istirahat (recess), kegiatan ko-kurikuler (CCA), kelas tambahan, kelas pengayaan, hingga kelas remedial,” bunyi pernyataan tersebut.

Para siswa diwajibkan menyimpan perangkat mereka di area penyimpanan yang ditentukan atau di dalam tas sekolah, dan hanya boleh menggunakannya untuk keperluan khusus yang disetujui sekolah.

“Jika diperlukan, sekolah dapat mengizinkan siswa menggunakan smartphone sebagai pengecualian,” tambah pernyataan MOE, menegaskan bahwa kebijakan ini tetap mempertimbangkan kebutuhan mendesak.

Langkah ini bukan hal yang sama sekali baru di sistem pendidikan Singapura.

Sejak peluncuran strategi nasional kesehatan Grow Well SG pada 2025, larangan serupa telah lebih dulu diterapkan di tingkat sekolah dasar.

Beberapa sekolah menengah bahkan telah mulai mengadopsi pedoman tersebut secara sukarela.

Hasilnya, menurut catatan pemerintah, menunjukkan tren positif.

Larangan penggunaan ponsel di sekolah dilaporkan mampu meningkatkan kesejahteraan siswa, memperbaiki fokus belajar, serta mendorong interaksi fisik yang lebih sering antar siswa selama waktu istirahat.

Kebijakan ini merupakan bagian integral dari inisiatif Grow Well SG, yang dijalankan bersama oleh Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan (MOH), dan Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga.

Pada Januari lalu, pemerintah menyatakan akan memperkenalkan pedoman komprehensif tentang penggunaan layar di semua jenjang pendidikan, termasuk prasekolah.

Langkah Holistik untuk Kesehatan Digital Pelajar

Larangan penggunaan perangkat di sekolah hanyalah satu sisi dari kebijakan yang lebih luas.

Pemerintah Singapura juga akan memajukan pengaturan default “sleep time” pada perangkat pembelajaran pribadi (PLD) siswa menjadi pukul 22.30, dari sebelumnya pukul 23.00.

Pengaturan ini bertujuan membatasi akses ke aplikasi dan notifikasi di malam hari.

“Hal ini dapat membantu siswa mengelola penggunaan perangkat sebelum tidur, dan mendorong mereka untuk tidur lebih awal,” jelas kementerian.

Pendekatan ini menunjukkan kesadaran bahwa tantangan kesehatan digital tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di rumah, yang memerlukan manajemen waktu layar yang lebih baik.

Kebijakan ini muncul di tengah meningkatnya keprihatinan global tentang dampak penggunaan gawai berlebihan terhadap kesehatan mental, pola tidur, dan perkembangan sosial anak-anak serta remaja.

Beberapa negara lain juga telah mengambil langkah serupa, meski dengan pendekatan yang berbeda-beda.

Adapun untuk siswa yang lebih senior di junior college dan Millennia Institute, pemerintah menilai mereka sudah memiliki kemampuan manajemen diri yang lebih matang.

Oleh karena itu, aturan ketat yang sama tidak akan diterapkan secara menyeluruh pada jenjang tersebut, meski pedoman dan pembinaan tentang penggunaan teknologi yang bertanggung jawab tetap akan diberikan.

Langkah Singapura ini juga menarik untuk dilihat dalam konteks regional, di mana isu kesiapan talenta digital dan regulasi teknologi menjadi perhatian utama.

Kebijakan pendidikan sering kali berjalan beriringan dengan strategi pembangunan sumber daya manusia suatu negara.

Implementasi kebijakan serupa di masa lalu, seperti saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) diterapkan, memberikan pelajaran berharga tentang keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan perlindungan terhadap pengguna muda.

Kini, fokus bergeser dari sekadar akses ke arah pengelolaan dan disiplin digital.

Antara Regulasi dan Kemandirian

Keputusan MOE ini diprediksi akan memicu diskusi tentang sejauh mana negara harus turun tangan dalam mengatur kehidupan digital generasi muda.

Di satu sisi, aturan yang jelas dinilai dapat melindungi siswa dari distraksi dan potensi dampak negatif seperti cyberbullying atau konten tidak pantas selama di sekolah.

Di sisi lain, muncul pertanyaan tentang pembentukan kebiasaan dan disiplin diri dalam menggunakan teknologi.

Pendekatan bertahap Singapura, dimulai dari sekolah dasar dan kini merambah ke sekolah menengah, menunjukkan pola pembelajaran dan adaptasi.

Pengalaman dari sekolah-sekolah perintis yang telah menerapkan larangan ini menjadi bahan evaluasi berharga.

Interaksi sosial yang lebih intens dan penurunan keluhan terkait gangguan konsentrasi menjadi indikator awal keberhasilan.

Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi dinamika pasar gadget untuk segmen pelajar di Singapura.

Permintaan terhadap smartwatch dengan fitur komunikasi, misalnya, bisa menurun, atau justru bergeser ke model yang lebih sederhana dan fokus pada kesehatan.

Bagi orang tua, aturan ini mungkin dapat meringankan kekhawatiran sekaligus menghemat biaya untuk perangkat mahal yang rentan rusak karena kecelakaan di lingkungan sekolah.

Langkah regulatoris di bidang pendidikan dan teknologi ini mencerminkan karakteristik kepemimpinan Singapura yang seringkali proaktif dan terencana.

Figur-figur seperti Shou Zi Chew, CEO TikTok yang merupakan alumni sistem pendidikan Singapura, adalah contoh produk dari disiplin dan fokus yang ingin terus dipupuk negara kota tersebut.

Dengan waktu implementasi yang ditetapkan pada Januari 2026, sekolah-sekolah dan para pemangku kepentingan memiliki waktu kurang lebih setahun untuk mempersiapkan infrastruktur pendukung, seperti loker penyimpanan yang aman, serta menyosialisasikan kebijakan ini kepada siswa dan orang tua.

Kesuksesan kebijakan ini kelak akan sangat bergantung pada konsistensi penerapan dan evaluasi dampaknya terhadap kesejahteraan holistik siswa.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU