Selular.id – Isu penggabungan dua raksasa transportasi daring, Grab dan GoTo, kembali memanas dan kini memantik kekhawatiran nyata dari pesaing di lapangan.
Maxim, salah satu pemain dalam industri ride-hailing, secara terbuka menyuarakan ketakutan bahwa merger ini berpotensi menciptakan monopoli yang dapat mengganggu ekosistem persaingan sehat di Indonesia.
Kekhawatiran itu disampaikan oleh Director Development Maxim Indonesia, Dirhamsyah, dalam acara bertajuk “Sinergi Ekosistem Transportasi Digital dan Inovasi untuk Ekonomi Indonesia yang Inklusif” di kantornya.
Dirhamsyah mengaku pihaknya masih memantau perkembangan isu tersebut dengan cermat.
“Kalau dari Maxim sih harapannya yang kita takutkan nanti akan ada monopoli dan lain-lain,” ujarnya.
Pernyataan ini menandai pertama kalinya seorang perwakilan perusahaan pesaing secara langsung merespons rumor merger yang telah lama beredar.
Meski menyuarakan kekhawatiran, Dirhamsyah menegaskan bahwa hingga saat ini kabar merger masih berada di ranah rumor.
“Kami belum ada dengar sama sekali info-info terkait gimana nanti kelanjutan-kelanjutannya, apakah memang benar terjadi atau enggak ya kita lihat saja lah nanti,” tegasnya.
Posisi Maxim ini menggambarkan situasi yang dihadapi banyak pemain di industri: bersiap menghadapi kemungkinan terburuk meski informasi resmi belum turun.
Respons Hati-Hati dari Para Pihak Terkait
Respons dari pihak yang disebut-sebut akan melakukan merger, yaitu GoTo, juga terkesan sangat berhati-hati.
Melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), GoTo mengaku mengetahui pemberitaan tersebut namun menegaskan tidak ada informasi baru yang dapat disampaikan kepada publik.
Perusahaan hanya menyatakan komitmennya untuk terus mendukung program pemerintah dan meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi.
Sikap ini sejalan dengan pernyataan sebelumnya di mana GoTo membantah rencana merger dengan Grab dan memilih fokus pada jalan menuju profitabilitas.
Dari sisi investor potensial, Rosan Roeslani dari BPI Danantara menyebut prosesnya sepenuhnya ada di tangan Grab dan GoTo.
“Kita serahkan kepada prosesnya… Mereka menyampaikan ke kita, terbuka juga untuk Danantara untuk berpartisipasi,” ujarnya.
Komentar ini mengindikasikan bahwa pembicaraan mungkin memang terjadi di tingkat tertentu, meski belum mencapai keputusan final yang dapat diumumkan.
Rencana akuisisi Grab senilai miliaran dolar terhadap GoTo memang telah menjadi bahan perbincangan serius di awal tahun.
Baca Juga:
Ujian Bagi Regulator dan Masa Depan Persaingan Usaha
Kekhawatiran Maxim tentang terciptanya monopoli bukan tanpa dasar.
Gabungan dua aplikasi dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia berpotensi melahirkan sebuah entitas dengan dominasi yang sangat kuat, hampir tak tertandingi oleh pemain lain.
Dalam skenario seperti ini, peran pemerintah dan regulator, khususnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menjadi sangat krusial untuk mengawal agar iklim persaingan tetap sehat.
Dirhamsyah menyatakan keyakinannya bahwa pemerintah akan memberikan solusi terbaik.
“Tapi kan tetap saya yakin sih dari sisi pemerintah, bakal memberikan solusinya sebaik-baiknya terkait itu,” ujarnya.
Keyakinan ini akan diuji oleh kemampuan regulator untuk bergerak cepat dan tegas.
Tantangannya adalah kecepatan inovasi dan dinamika bisnis digital yang sering kali melampaui kecepatan respons regulasi.
Kasus-kasus lain di ekosistem digital menunjukkan betapa kompleksnya pengawasan di era disruptif ini.
Di balik kekhawatiran monopoli, merger juga dapat dilihat sebagai strategi logis di tengah tekanan ekonomi global dan tuntutan efisiensi.
Baik Grab maupun GoTo telah melalui fase ekspansi agresif dengan pembakaran modal yang besar.
Konsolidasi mungkin dipandang sebagai jalan untuk mengurangi persaingan tidak sehat yang mengandalkan diskon besar-besaran, menciptakan skala ekonomi, dan akhirnya membangun bisnis yang lebih berkelanjutan secara finansial.
Namun, bantahan-bantahan resmi dari GoTo terkait rencana akuisisi tetap menjadi catatan penting bahwa semua skenario masih berupa kemungkinan.
Yang paling rentan dalam perubahan struktural besar seperti ini sering kali adalah mitra pengemudi.
Mereka menjadi ujung tombak operasional yang langsung merasakan dampak setiap perubahan kebijakan, tarif, dan sistem bagi hasil.
Janji GoTo untuk memprioritaskan kesejahteraan mitra pengemudi akan mendapat ujian nyata jika meja negosiasi merger benar-benar terbentuk.
Suara Maxim mewakili keresahan yang lebih luas dalam ekosistem digital Indonesia.
Gelombang konsolidasi, dari merger Tokopedia dan Gojek yang membentuk GoTo hingga potensi penggabungan kali ini, memunculkan pertanyaan mendasar: apakah masa depan ekonomi digital Indonesia akan didominasi oleh beberapa raksasa konglomerat, atau masih ada ruang yang adil bagi pemain kecil dan menengah untuk berinovasi dan tumbuh?
Dengan menyuarakan kekhawatiran, Maxim sedang memperjuangkan narasi diversifikasi.
Mereka berargumen bahwa ekosistem dengan banyak pemain yang sehat justru lebih kondusif untuk mendorong inovasi, meningkatkan kualitas layanan, dan melindungi kepentingan konsumen serta mitra driver.
Dalam pasar yang terdiversifikasi, tekanan kompetisi memaksa setiap perusahaan untuk terus memperbaiki diri.
Saat ini, bola berada di lapangan regulator dan pihak-pihak yang terlibat dalam rumor merger.
Kabar penggabungan Grab dan GoTo mungkin masih berupa bayangan, namun dampak psikologis dan strategisnya sudah mulai mempengaruhi lanskap persaingan.
Respons Maxim adalah alarm pertama yang terdengar jelas. Langkah selanjutnya akan menentukan apakah Indonesia mampu membangun ekosistem transportasi digital yang tidak hanya besar dan efisien, tetapi juga inklusif, berkeadilan, dan menjamin persaingan sehat untuk jangka panjang.




