Selular.id – Hakim federal Amerika Serikat, Amit Mehta, telah mengesahkan pembatasan baru terhadap Google yang dapat mengubah lanskap mesin pencari default di perangkat Apple.
Keputusan ini memaksa Google untuk menegosiasikan ulang perjanjian bernilai miliaran dolar dengan Apple setiap tahun, membuka peluang bagi pesaing seperti Microsoft Bing untuk menggantikan posisi Google sebagai mesin pencari bawaan di Safari pada iPhone, iPad, dan Mac.
Keputusan final yang dikeluarkan pada Jumat lalu merupakan tindak lanjut dari putusan Agustus 2024 yang menyatakan unit bisnis pencarian Google sebagai monopoli yang melanggar hukum antitrust AS, khususnya Bagian 2 dari Sherman Act.
Meski terbukti melanggar, Google tidak diharuskan untuk menjual browser Chrome-nya, yang oleh hakim disebut sebagai langkah yang “sangat rumit”. Namun, perubahan signifikan justru terjadi pada cara perusahaan membuat kesepakatan eksklusif.
Hakim Mehta kini melarang Google membuat perjanjian baru yang mirip dengan kesepakatan bersama Apple, kecuali perjanjian tersebut berakhir tidak lebih dari satu tahun setelah ditandatangani.
Artinya, era kontrak multi-tahun yang mengamankan posisi Google sebagai default search engine di perangkat Apple telah berakhir. Perubahan aturan ini menciptakan dinamika negosiasi tahunan yang lebih terbuka, di mana perusahaan dengan modal kuat seperti Microsoft berpeluang menawar lebih tinggi untuk merebut posisi tersebut.
Google dilaporkan membayar Apple sekitar $20 miliar per tahun untuk menjadi mesin pencari default di Safari. Kesepakatan ini berbentuk bagi hasil pendapatan. Dalam kesaksian di bawah sumpah tahun 2023, CEO Alphabet Sundar Pichai mengungkapkan bahwa Google membayar 36% dari pendapatan pencarian Safari yang dihasilkan dari perangkat Apple.
Dengan aturan baru ini, nilai kesepakatan megah tersebut harus dinegosiasikan ulang setiap 12 bulan, meningkatkan ketidakpastian bagi kedua raksasa teknologi tersebut.
Data Pencarian Google Harus Dibagikan ke Kompetitor
Selain perubahan pada kontrak, putusan hakim Mehta juga memerintahkan Google untuk berbagi data pencarian tertentu dengan kompetitor yang memenuhi syarat. Data ini mencakup “snapshot” satu kali dari Google Search Index, yaitu database raksasa berisi URL dan halaman web yang dikumpulkan Google.
Berbagi data ini dimaksudkan untuk membantu pesaing, termasuk rival kecerdasan buatan seperti OpenAI dan Perplexity, dalam mengembangkan mesin pencari yang kompetitif tanpa harus memulai dari nol.
Untuk menentukan perusahaan mana yang berhak menerima data tersebut, hakim membentuk sebuah komite teknis. Anggota komite ini harus merupakan ahli dalam kombinasi bidang rekayasa perangkat lunak, penemuan informasi, kecerdasan buatan, ekonomi, ilmu perilaku, serta privasi dan keamanan data.
Untuk mencegah konflik kepentingan, anggota komite dilarang pernah bekerja untuk Google atau pesaingnya selama enam bulan sebelum dan satu tahun setelah duduk di panel.
Google juga diwajibkan membagikan metrik interaksi pengguna yang terdiri dari Kueri (apa yang diketik pengguna di kotak pencarian) dan Klik (tautan mana yang diklik pengguna dari hasil pencarian).
Informasi ini dapat membantu rival mesin pencari Google menyajikan hasil yang lebih baik dan menutup kesenjangan kinerja dengan mesin pencari Google. Data Kueri dan Klik memungkinkan perusahaan pesaing melatih algoritma mereka untuk menghasilkan hasil yang lebih relevan.
Baca Juga:
Implikasi Jangka Panjang dan Nasib Chrome
Putusan ini tidak hanya berdampak pada kesepakatan mesin pencari tradisional, tetapi juga merambah ke produk-produk yang melibatkan kecerdasan buatan generatif (genAI) dan model bahasa besar (LLM). Setiap “aplikasi, perangkat lunak, layanan, fitur, alat, fungsionalitas, atau produk” yang berkaitan dengan genAI atau LLM juga tunduk pada aturan baru ini, menunjukkan cakupan regulasi yang luas terhadap dominasi Google di ekosistem digital.
Di tengah tekanan regulator yang semakin ketat, Google dinilai masih beruntung karena tidak diharuskan memisahkan diri dari browser Chrome. Pada satu titik, bahkan sempat beredar wacana bahwa Google bisa dipaksa melepas unit Android-nya.
Keputusan hakim Mehta untuk tidak memerintahkan divestasi ini memberikan ruang napas bagi perusahaan, meski tahun 2024 telah menjadi tahun yang sulit penuh tantangan hukum. Tekanan antitrust terhadap Google bukan hal baru, seperti terlihat dari penyelidikan baru Uni Eropa soal peringkat berita dan denda besar yang dijatuhkan regulator Eropa.
Google telah menyatakan akan mengajukan banding atas putusan yang menyatakan unit pencariannya sebagai monopoli. Langkah ini dianggap wajar bagi perusahaan dalam posisi serupa. Namun, perusahaan harus menyadari bahwa sentimen negatif dari pembuat kebijakan dan media terhadap raksasa teknologi semakin menguat.
Dinamika hubungan Apple dan Google sendiri telah lama menjadi perhatian, terutama menyangkut ketergantungan pendapatan, seperti yang pernah diakui Apple sendiri. Persaingan di tingkat sistem operasi juga terus berlanjut, misalnya terkait workaround AirDrop antara ekosistem mereka.
Dengan aturan baru ini, pasar mesin pencari di perangkat mobile, terutama iPhone, diprediksi akan menjadi lebih kompetitif. Microsoft, dengan Bing yang telah diinfuskan teknologi AI dari OpenAI, kini memiliki peluang konkret untuk menantang hegemoni Google dengan menawar lebih agresif dalam negosiasi tahunan bersama Apple.
Perubahan ini berpotongan dengan tren integrasi AI ke dalam mesin pencari, menciptakan babak baru persaingan yang tidak hanya tentang pembayaran default, tetapi juga tentang kualitas hasil dan inovasi fitur.
Bagi pengguna akhir, perubahan regulasi ini pada akhirnya bisa membawa lebih banyak pilihan dan inovasi dalam layanan pencarian. Sementara bagi ekosistem teknologi, keputusan hakim Mehta menandai era di dimana dominasi mutlak satu pemain dalam satu segmen pasar semakin dibatasi oleh kerangka hukum, membuka jalan bagi pesaing untuk bersaing di lapangan yang lebih setara.



