Selular.id – PT Indosat Tbk (ISAT) resmi membentuk perusahaan patungan di bisnis serat optik bernama FiberCo bersama konsorsium yang terdiri dari Arsari Group dan Northstar Group.
Masing-masing perusahaan disebut memiliki kekuatan yang saling melengkapi untuk membangun platform infrastruktur digital yang independen dan terbuka.
Director & Chief Business Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Muhammad Danny Buldansyah, menjelaskan bahwa perusahaan FiberCo yang dikembangkan ini memiliki kemiripan dengan InfraNexia milik PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM).
Namun, kekuatan FiberCo tidak berasal dari satu perusahaan, melainkan gabungan dari beberapa perusahaan, dengan Indosat sebagai pemegang saham mayoritas.
“Indosat akan controling dalam hal pengoperasian karena kami yang mengerti bagaimana mengoperasikan (bisnis) fiber optik,” kata Danny, Senin (29/12/2025).
Berdasarkan dokumen yang diperoleh, Indosat akan menggenggam 45% saham di FiberCo. Sementara itu, 45% lainnya dipegang bersama oleh Arsari Group dan Northstar Group, dengan 10% sisanya beredar bebas.
Kolaborasi ini menempatkan Arsari dan Northstar sebagai mitra strategis yang membawa keahlian di bidangnya, termasuk perihal finansial, sementara Indosat berperan penuh dalam mengoperasikan bisnis serat optik.
Danny menambahkan, FiberCo akan membantu perusahaan telekomunikasi yang membutuhkan dukungan infrastruktur serat optik untuk menghadirkan layanan internet andal. Tujuannya adalah mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.
“Kekuatan inisiatif ini adalah investasi pada masa depan. Banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau serat optik. Nanti perusahaan ini akan menggelar kabel untuk mendukung Indosat,” ujarnya.
Dari sisi implementasi, entitas baru ini akan mengoperasikan jaringan serat optik yang komprehensif dan terintegrasi sepanjang lebih dari 86.000 kilometer.
Jaringan ini mencakup backbone, kabel laut domestik, serta akses infrastruktur yang menghubungkan menara telekomunikasi dan kawasan bisnis.
Dengan komposisi sekitar 45% di Pulau Jawa dan 55% di luar Jawa, platform ini dirancang untuk mendorong konektivitas digital yang lebih merata.
Model Open-Access dan Nilai Strategis
Sebagai entitas independen, FiberCo akan beroperasi dengan model open-access.
Model ini menyediakan akses terbuka bagi berbagai penyedia layanan telekomunikasi untuk memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur dan mempercepat inklusi digital nasional. Pendekatan ini sejalan dengan upaya membangun ekosistem digital yang lebih kolaboratif.
President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, Vikram Sinha, mengatakan kolaborasi ini berangkat dari visi jangka panjang yang sejalan dalam memberdayakan Indonesia.
Menurutnya, membangun infrastruktur digital yang tangguh membutuhkan kolaborasi kuat dan ambisi jangka panjang.
“Bagi Indosat dan para pemegang sahamnya, transaksi ini menghadirkan nilai strategis yang signifikan,” kata Vikram.
Vikram mengungkapkan, Indosat akan mengalihkan aset serat optiknya ke FiberCo dengan nilai sekitar Rp14,6 triliun.
Langkah strategis ini memungkinkan Indosat memonetisasi aset tersebut sekaligus mempertahankan kepemilikan sekitar 45% di FiberCo.
“Langkah strategis ini penting bagi pertumbuhan bisnis Indosat di masa yang akan datang, dengan menggunakan dana hasil transaksi untuk pengembangan jaringan 5G serta memperkuat fondasi AI Indosat,” jelasnya.
Baca Juga:
Dukungan dan Komitmen Jangka Panjang
Di sisi mitra, Deputy CEO and COO Arsari Group, Aryo P.S. Djojohadikusumo, menegaskan komitmen jangka panjang Arsari Group dalam pembangunan nasional melalui infrastruktur digital.
Keterlibatan Arsari Group dan Northstar Group bukan sekadar investasi finansial, tetapi juga bentuk dukungan strategis untuk memperkuat fondasi konektivitas tanah air.
Pembentukan FiberCo ini terjadi dalam dinamika industri telekomunikasi dan infrastruktur digital Indonesia yang semakin kompetitif.
Kehadiran platform serat optik independen seperti ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat, menurunkan biaya akses, dan akhirnya memperluas jangkauan layanan digital ke berbagai penjuru negeri.
Sebelumnya, upaya serupa juga dilakukan perusahaan lain seperti Moratelindo yang menggandeng Nokia untuk meningkatkan kapasitas jaringan transmisi optiknya.
Kolaborasi antara operator telekomunikasi, grup investasi, dan konglomerasi dalam proyek infrastruktur skala nasional seperti ini menunjukkan pendekatan baru dalam mendanai dan mengelola aset strategis.
Model patungan memungkinkan pembagian risiko dan penggabungan keahlian, yang pada akhirnya dapat mempercepat pembangunan.
Hal ini sejalan dengan tren di mana investasi digital, seperti yang pernah dibahas dalam konteks monetisasi aset digital Telkom di era new normal, menjadi semakin krusial.
Ke depan, operasional FiberCo akan menjadi sorotan. Kemampuannya dalam mengelola jaringan yang luas dan kompleks, serta menarik minat penyedia layanan lain untuk menggunakan platform open-access-nya, akan menjadi penentu kesuksesan.
Pembentukan entitas ini juga mempertegas pentingnya platform fiber optik independen sebagai tulang punggung transformasi digital Indonesia.
Perkembangan FiberCo diprediksi akan memengaruhi lanskap kompetisi dan kolaborasi di industri infrastruktur telekomunikasi dalam beberapa tahun mendatang.




