Selular.id – Dunia kecerdasan buatan (AI) sedang mengalami pergeseran paradigma yang signifikan.
Jika beberapa tahun terakhir didominasi oleh AI generatif (Generative AI) yang mahir menghasilkan teks dan gambar, fokus industri kini bergerak menuju sistem yang mampu mengambil tindakan otonom, yang dikenal sebagai Agentic AI.
Pergeseran ini diprediksi akan mencapai puncaknya pada 2026, membuka jalan bagi revolusi robotika yang lebih luas.
Perbedaan mendasar antara kedua jenis AI ini terletak pada fungsinya.
Generative AI, seperti ChatGPT atau Midjourney, berperan layaknya konsultan yang pintar.
Sistem ini dapat memberikan saran, ide, atau membuat konten berdasarkan permintaan pengguna, namun sifatnya pasif dan tidak dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan fisik untuk menyelesaikan tugas.
Sebaliknya, Agentic AI bertindak sebagai eksekutor lapangan. AI jenis ini memiliki “agensi” atau kemampuan untuk membuat keputusan secara mandiri dan mengambil serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan tertentu yang diberikan.
Sebagai ilustrasi, ketika meminta resep nasi goreng, Generative AI akan memberikan daftar bahan dan langkah-langkah memasak.
Sementara itu, Agentic AI, jika terintegrasi dengan perangkat smart home, dapat secara otomatis mengecek stok bahan di kulkas, menyalakan kompor, atau bahkan memesan bahan yang kurang melalui layanan pesan-antar, hanya dengan perintah sederhana seperti “Saya lapar”.
Perubahan fokus dari sistem yang hanya berkomunikasi (chatbot) menjadi sistem yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) ini dinilai sebagai evolusi alami teknologi AI.
Jembatan Menuju Revolusi Robotika 2026
Mengapa pergeseran ke Agentic AI disebut-sebut sebagai penanda era robot?
Jawabannya terletak pada kebutuhan mendasar robot: sebuah “otak” yang mampu mengambil keputusan di dunia nyata, bukan sekadar memproses dan menghasilkan informasi.
Robot fisik memerlukan kecerdasan yang memahami konteks lingkungan, merencanakan gerakan, dan mengeksekusi tugas kompleks secara mandiri.
Startup teknologi terkemuka di Silicon Valley saat ini sedang berlomba mengembangkan fondasi untuk masa depan ini.
Dua nama yang mencuat adalah Aaru dan Physical Intelligence (Pi). Mereka tidak berfokus pada pengembangan Large Language Model (LLM) konvensional, melainkan pada Large Action Model (LAM).
Teknologi LAM dirancang khusus untuk memungkinkan AI memahami dan berinteraksi dengan lingkungan fisik, sehingga dapat melakukan tugas-tugas seperti melipat pakaian, merakit komponen, atau membersihkan ruangan.
Laporan dari Forbes menyebutkan bahwa pergerakan menuju agen otonom ini adalah langkah evolusi berikutnya, di mana sistem AI tidak hanya memproses data tetapi juga secara aktif berinteraksi dengan dunia nyata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dari awal hingga akhir (end-to-end).
Prediksi inilah yang mendasari mengapa tren teknologi 2026 dipandang sebagai periode keemasan bagi robotika yang didukung oleh kecerdasan buatan tingkat lanjut.
Kita akan menyaksikan integrasi perangkat lunak cerdas ke dalam perangkat keras yang lebih tangguh dan mampu.
Baca Juga:
Dampak Langsung pada Produktivitas dan Keseharian
Transisi dari Generative AI ke Agentic AI bukan sekadar wacana futuristik, tetapi akan membawa dampak konkret dalam kehidupan sehari-hari dan dunia industri.
Pertama, dari sisi produktivitas, peran AI akan berubah dari sekadar asisten (copilot) yang membantu menulis email menjadi autopilot yang sepenuhnya mengelola tugas.
Agentic AI dapat mengatur jadwal rapat, membalas pesan rutin, hingga mengelola keuangan pribadi secara otonom berdasarkan tujuan yang ditetapkan pengguna.
Kedua, otomatisasi akan merambah ranah fisik. Di rumah tangga, robot yang dilengkapi Agentic AI berpotensi mengambil alih pekerjaan domestik yang repetitif.
Di sektor industri, mereka dapat ditugaskan untuk menangani pekerjaan di lingkungan berbahaya atau berisiko tinggi, meningkatkan keselamatan tenaga kerja manusia.
Kolaborasi antara manusia dan mesin akan memasuki fase baru yang lebih efisien.
Ketiga, interaksi antara manusia dan AI akan menjadi lebih sederhana. Pengguna tidak lagi perlu merancang perintah (prompt) yang rumit dan detail.
Cukup dengan menyampaikan tujuan akhir, seperti “Rencanakan liburan ke Bali dengan anggaran lima juta rupiah”, Agentic AI akan secara mandiri mencari tiket pesawat, memesan hotel, dan menyusun itinerary perjalanan.
Kemudahan ini didukung oleh perkembangan infrastruktur komputasi dan perangkat pintar yang semakin mumpuni, sebagaimana terlihat dari upaya berbagai perusahaan untuk meningkatkan kapasitas digital dan mempercepat kemampuan Generative AI sebagai fondasi.
Memahami beda Generative AI dan Agentic AI menjadi kunci untuk mempersiapkan diri menghadapi gelombang transformasi digital berikutnya.
Industri bergerak dari AI yang hanya “berpikir” dan “berkreativitas” menuju AI yang mampu “bertindak” dan “mengeksekusi”.
Jika Generative AI telah membuka pintu bagi ledakan kreativitas dan efisiensi konten, maka Agentic AI berjanji untuk membawa efisiensi tersebut ke dalam tindakan fisik dan pengambilan keputusan operasional yang lebih kompleks.
Perkembangan ini juga didorong oleh kolaborasi strategis di tingkat enterprise, seperti yang dilakukan SAP dengan NVIDIA dalam pemanfaatan Generative AI, yang memperkuat ekosistem pendukung.
Dengan demikian, lanskap teknologi 2026 dan seterusnya tidak lagi hanya tentang siapa yang memiliki ide paling brilian, tetapi juga tentang siapa yang dapat mengeksekusi ide tersebut dengan bantuan sistem otonom yang cerdas.
Era di mana asisten robot pribadi menjadi bagian dari keseharian bukan lagi impian distant, tetapi sebuah trajectory yang sedang dibentuk oleh inovasi dalam Agentic AI hari ini.




