Minggu, 23 November 2025
Selular.ID -

Mastel Desak Evaluasi Total Sistem CEIR untuk Keamanan Pelanggan Seluler

BACA JUGA

Selular.id – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai penguatan pengawasan penjualan kartu SIM harus dibarengi dengan evaluasi total terhadap sistem identifikasi perangkat dan pelanggan seluler di Indonesia.

Ketua Umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno, menekankan perlunya seluruh pemangku kepentingan duduk bersama untuk membenahi sistem yang ada yang dinilai banyak kelemahan.

Sarwoto menyatakan bahwa sistem yang dikenal sebagai CEIR (Central Equipment Identity Register) saat ini sudah tidak memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang, khususnya terkait keamanan pelanggan.

“Semua kepentingan harus diakomodasi termasuk kepentingan konsumen dan industri perangkat,” kata Sarwoto pada Jumat (14/11/2025).

Pemangku kepentingan yang dimaksud meliputi operator seluler, Komdigi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Menurut Sarwoto, berbagai regulasi perlu ditinjau kembali untuk menyesuaikan dengan sistem CEIR baru.

Regulasi tersebut termasuk Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2020, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2019, serta Perdagangan Nomor 38 Tahun 2019.

Dia menambahkan, penyesuaian ini akan mencakup pemanfaatan MSISDN (Mobile Subscriber Integrated Service Digital Number) yang bisa dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan, termasuk penegak hukum.

“Opsel (operator seluler) akan menyesuaikan berdasarkan kebutuhan mutakhir,” katanya.

Perlindungan Data Pelanggan dan Ancaman Penipuan Digital

Sementara itu, Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai masyarakat perlu dilindungi dari penyalahgunaan data yang digunakan untuk mendaftarkan SIM card.

Dia mencatat banyak data pelanggan tidak valid karena adanya kartu SIM yang dijual dalam kondisi sudah aktif atau akibat kebocoran data, sehingga nomor NIK dan KK milik orang lain kerap dipakai.

“Harus ada mekanisme pendaftaran ulang data di SIM card,” kata Heru.

Heru juga menyebut penggunaan verifikasi biometrik sebagai kebutuhan masa depan, meskipun perlu penerapan bertahap.

Menurutnya, biometrik akan menutup celah penyalahgunaan identitas.

“Sebab dengan biometrik data kita tidak bisa dipakai orang lain karena verifikasi ke Dukcapil menyesuaikan database biometrik kita,” ucapnya.

Pendekatan biometrik ini dapat menjadi solusi jangka panjang, mirip dengan perkembangan teknologi identifikasi digital yang mulai diterapkan di pasar global, seperti yang terjadi pada adopsi eSIM di China.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan sedang memperkuat pengawasan penjualan kartu SIM menyusul meningkatnya panggilan dan pesan penipuan digital.

Mengutip akun Instagram resmi Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid pada Jumat (14/11/2025), pemerintah disebut telah memulai konsultasi publik untuk menyiapkan regulasi baru terkait distribusi SIM card.

“Selama ini sebagian besar sim card dijual terlalu bebas,” kata Meutya dalam unggahan tersebut.

Meutya juga mengungkapkan telah memanggil Telkomsel, Indosat, dan XLSMART untuk membahas persoalan tersebut.

“Mereka (operator seluler) yang berkewajiban mengatasi ini,” kata Meutya.

Setelah seluruh tahapan siap, pemerintah akan menerbitkan peraturan menteri (Permen) yang mewajibkan setiap pembelian SIM card sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Langkah ini sejalan dengan upaya sebelumnya yang dibahas dalam kajian Permen baru untuk sanksi operator.

Lonjakan Laporan Penipuan dan Dampaknya

Isu ini mencuat setelah sebuah akun Instagram mengeluhkan banjir panggilan spam dan penipuan hingga 15 kali dalam sehari yang hanya terjadi pada satu operator seluler.

“Nomor lain yang saya gunakan tidak mendapat telepon spam. Saya pengguna setia, selama satu dekade ini, loh,” tulis akun tersebut dalam unggahan yang turut disertakan Meutya.

Penipuan digital diketahui semakin marak. Komdigi mencatat sekitar 1,2 juta laporan masuk hingga pertengahan 2025.

Indonesia Anti-Scam Center (IASC) juga melaporkan 299.237 aduan pada Oktober 2025 dengan kerugian lebih dari Rp7 triliun.

Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Pasti menerima lebih dari 297.000 laporan korban penipuan online sepanjang 2025.

Situasi ini menggarisbawahi urgensi perbaikan sistem, termasuk aspek keamanan data yang rentan, seperti yang pernah diangkat dalam konteks kerentanan kloning kartu akses RFID.

Evaluasi sistem CEIR dan pendaftaran SIM card diharapkan tidak hanya mengatasi penipuan, tetapi juga mendukung transformasi digital yang lebih aman.

Sebagai perbandingan, operator seperti Telkomsel telah berinovasi dengan layanan seperti paket YouTube Premium untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, namun keamanan identitas tetap menjadi fondasi krusial.

Dengan kolaborasi antar-pemangku kepentingan, sistem baru diharapkan mampu melindungi data pelanggan dan mengurangi risiko kejahatan digital di masa depan.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU