Selular.id – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama para operator telekomunikasi tengah menyiapkan langkah strategis untuk menekan maraknya penipuan digital atau scam.
Langkah ini mencakup pemberantasan Base Transceiver Station (BTS) ilegal, pengembangan sistem anti scam berbasis teknologi, serta edukasi publik untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
Pengamat Telekomunikasi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai langkah pemerintah dalam meningkatkan perlindungan konsumen di industri telekomunikasi perlu dilakukan dengan mengembangkan sistem anti scam.
Penerapan teknologi tersebut perlu segera dibicarakan bersama para operator agar solusi yang diambil benar-benar efektif.
Heru juga menyoroti maraknya SMS blast yang dikirim melalui BTS palsu.
Terkait hal tersebut, dia menilai perlu adanya razia perangkat ilegal yang memungkinkan pengiriman pesan palsu kepada pengguna untuk tujuan phishing atau mengambil alih ponsel korban.
Isu BTS ilegal ini sebelumnya juga telah menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk XL Axiata yang meminta Komdigi konsisten memberantas BTS palsu.
Selain aspek teknis, Heru menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat tidak mudah terjebak penipuan digital.
“Masyarakat perlu literasi dan edukasi mengenai dampak mempercayai scam begitu saja, atau mengklik link yang disisipkan dalam pesan, sehingga masyarakat akan berhati-hati jika terima pesan berisi scamming,” ujarnya.
Dia menambahkan teknologi kecerdasan artifisial juga dapat dimanfaatkan operator untuk memfilter pesan, meski efektivitasnya perlu diuji.
“Teknologi AI sebenarnya bisa juga dipakai operator untuk memfilter message, tapi harus dilihat seberapa efektif filtering dilakukan,” katanya.
Baca Juga:
Respons Regulasi dan Teknis yang Lebih Kuat
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan pihaknya tengah menyiapkan kebijakan baru untuk meningkatkan perlindungan konsumen dari maraknya kejahatan scam yang memanfaatkan celah jaringan telekomunikasi.
Modus pelaku kini semakin beragam, mulai dari spoofing, masking, hingga penyalahgunaan identitas pelanggan.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menilai kondisi tersebut membutuhkan respons regulasi dan teknis yang lebih kuat.
“Saat ini, isu yang paling sering muncul adalah mengenai scam call atau panggilan penipuan. Penipuan ini terjadi melalui telepon, SMS, messenger service, surat elektronik, dan berbagai saluran lain. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mencegah hal ini?” kata Edwin, Jumat (14/11/2025).
Edwin menjelaskan pelaku scam kini mengandalkan teknik penyamaran nomor yang semakin canggih.
Atas dasar itu, Komdigi meminta operator membangun sistem anti scam berbasis teknologi, termasuk kecerdasan artifisial, untuk mendeteksi dan mencegah panggilan palsu sebelum menjangkau pengguna.
“Operator harus melindungi pelanggan mereka. Mereka diminta membangun infrastruktur dan teknologi anti scam agar panggilan penipuan, termasuk yang menggunakan nomor masking, tidak lagi menjangkau pengguna,” katanya.
Tinjau Ulang Proses Masking dan Registrasi SIM Card
Pemerintah juga akan meninjau ulang proses masking serta memetakan celah teknis yang memungkinkan manipulasi nomor, termasuk pada jalur panggilan internasional dan mekanisme Session Initiation Protocol (SIP) Trunk yang umum dimanfaatkan untuk menampilkan nomor lokal palsu.
Dalam hal identitas pelanggan, Komdigi menilai sistem registrasi SIM card masih memberi ruang penyalahgunaan NIK dan KK.
Untuk itu, pemerintah bersama Ditjen Dukcapil tengah memfinalisasi kebijakan baru berbasis pengenalan wajah (face recognition).
“Dalam waktu dekat, registrasi berbasis pengenalan wajah yang bekerja sama dengan Dukcapil akan segera dijalankan,” tutur Edwin.
Menurutnya, kebijakan ini mendesak mengingat tingginya peredaran nomor telepon di Indonesia.
“Setiap hari terdapat sedikitnya 500 ribu hingga satu juta nomor baru yang diaktivasi,” ungkapnya.
Kebocoran identitas warga memperbesar peluang aktivasi nomor secara ilegal dan digunakan untuk kejahatan.
Upaya edukasi masyarakat untuk menjaga data pribadi juga semakin penting, seperti yang dilakukan oleh BCA dan Jaringan PRIMA dalam mengedukasi masyarakat menjaga data pribadi di era digital.
Edwin menegaskan keamanan pengguna harus menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan industri.
Regulasi yang kuat, teknologi jaringan yang aman, dan tata kelola identitas digital menjadi fondasi penting untuk melindungi masyarakat.
“Yang sedang kami rapikan adalah bagaimana industri telekomunikasi tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memiliki tanggung jawab kuat dalam menjaga pelanggannya,” pungkasnya.
Langkah pemberantasan BTS ilegal dan penipuan digital ini menjadi semakin krusial mengingat berbagai masalah yang pernah terjadi di sektor telekomunikasi, termasuk kasus korupsi BTS 4G yang belum usai dan BAKTI Kominfo yang terseret kasus suap SAP.
Dengan langkah komprehensif ini, diharapkan perlindungan terhadap konsumen telekomunikasi dapat semakin ditingkatkan dan angka penipuan digital dapat ditekan secara signifikan.



