Selular.id – Google setuju membayar biaya penyelesaian gugatan sebesar 24,5 juta dolar AS atau setara Rp 408 miliar yang diajukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Persetujuan ini secara administratif diajukan Google ke pengadilan federal di California pada Senin (29/9/2025) waktu AS, menandai babak akhir dari sengketa hukum yang berawal dari penangguhan akun YouTube Trump pada tahun 2021.
Secara teknis, Google akan membayar biaya penyelesaian dalam dua bagian terpisah. Bagian pertama senilai 22 juta dolar AS (sekitar Rp 367 miliar) dialokasikan untuk lembaga nirlaba Trust for the National Mall dan pembangunan ballroom di Gedung Putih.
Sementara itu, sisa dana sebesar 2,5 juta dolar AS (sekitar Rp 41,7 miliar) akan diberikan kepada para penggugat lainnya, termasuk American Conservative Union, Andrew Baggiani, dan Naomi Wolf.
Google telah mengonfirmasi penyelesaian gugatan ini, meskipun perusahaan menolak memberikan komentar lebih lanjut mengenai alasan di balik keputusan tersebut.
Akun YouTube Trump sendiri sudah dipulihkan sejak tahun 2023 lalu, mengakhiri masa penangguhan yang berlangsung selama dua tahun.
Kasus ini menjadi bagian dari serangkaian gugatan hukum yang diajukan Trump terhadap perusahaan teknologi besar.
Presiden AS ke-47 ini menuduh sejumlah platform media sosial, termasuk Google dan induk Facebook Meta, telah membungkamnya secara tidak adil, khususnya setelah masa jabatannya sebagai presiden AS ke-45 berakhir pada Januari 2021.
Pola Penyelesaian dengan Perusahaan Teknologi
Google merupakan perusahaan teknologi besar ketiga yang setuju membayar biaya penyelesaian dari tuntutan hukum Trump.
Sebelumnya, pada tahun 2022, Trump juga menggugat Meta dan Twitter (sebelum dibeli Elon Musk dan berubah menjadi X) dengan tuduhan serupa, di mana akunnya juga sempat ditangguhkan.
Meta sepakat membayar biaya penyelesaian gugatan sebesar 25 juta dolar AS (sekitar Rp 417 miliar), sementara Twitter hanya membayar 10 juta dolar AS (sekitar Rp 166 miliar).
Perbedaan nilai penyelesaian ini mencerminkan variasi dalam strategi hukum masing-masing perusahaan.
Dinamika hubungan antara pemimpin teknologi dan Trump mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun sebelumnya terlibat dalam sengketa hukum, para CEO teknologi ternyata menunjukkan dukungan terhadap Trump dalam periode pemerintahannya yang kedua.
Elon Musk, pemilik sekaligus CEO X/Twitter saat ini, bahkan menjadi pendukung hingga kontributor utama bagi kampanye Trump pada tahun 2024.
Baca Juga:
CEO Alphabet (induk Google) Sundar Pichai dan CEO Meta Mark Zuckerberg juga termasuk dalam daftar pemimpin teknologi yang mendukung Trump.
Hal ini ditunjukkan dengan kehadiran mereka di acara pelantikan Trump pada Januari 2025, menandai pergeseran hubungan dari konfrontasi ke kolaborasi.
Konteks Hubungan Industri Teknologi dan Pemerintah
Dukungan dari para pemimpin teknologi ini ditafsirkan sebagai niatan industri untuk bekerja lebih erat dengan presiden AS saat ini.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan menggelar jamuan makan malam bersama para bos teknologi dunia di Gedung Putih pada Kamis (4/9/2025) malam waktu setempat.
Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh besar industri teknologi, termasuk CEO Meta Mark Zuckerberg, CEO Apple Tim Cook, CEO OpenAI Sam Altman, pendiri perusahaan Alphabet Sundar Pichai, serta Satya Nadella dan Bill Gates dari Microsoft.
Jamuan makan malam ini bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan dimanfaatkan Trump sebagai ajang diskusi untuk membahas komitmen investasi besar-besaran yang akan dilakukan perusahaan teknologi di seluruh AS.
Perkembangan ini terjadi dalam konteks dimana perusahaan teknologi besar terus menghadapi tekanan regulasi di berbagai negara.
Gugatan terhadap Google terkait praktik monopoli pasar kini diikuti oleh banyak negara, termasuk negara-negara Asia, menunjukkan semakin ketatnya pengawasan terhadap dominasi big tech.
Persoalan regulasi teknologi juga terjadi di kawasan lain. Babak baru Apple vs Uni Eropa dengan potensi denda 500 juta euro menjadi contoh bagaimana regulator Eropa berusaha mengurangi dominasi perusahaan teknologi besar.
Dinamika industri teknologi juga ditandai dengan persaingan ketat di bidang kecerdasan buatan.
Elon Musk bahkan meminta pengadilan federal melarang OpenAI mendapatkan keuntungan, menunjukkan kompleksnya lanskap persaingan di era AI.
Penyelesaian gugatan antara Google dan Trump ini menandai titik penting dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan teknologi.
Meskipun sempat berkonflik melalui jalur hukum, kedua belah pihak tampaknya memilih jalan rekonsiliasi dan kolaborasi di era pemerintahan Trump yang kedua.
Keputusan Google untuk membayar biaya penyelesaian sekaligus mendukung pemerintahan Trump mencerminkan strategi bisnis yang pragmatis dalam menghadapi lanskap politik dan regulasi yang terus berubah.
Perusahaan teknologi besar semakin menyadari pentingnya membangun hubungan konstruktif dengan pemerintah, terlepas dari perbedaan pandangan yang mungkin terjadi di masa lalu.
Pemulihan akun YouTube Trump pada 2023 dan penyelesaian gugatan senilai Rp 408 miliar ini menjadi penanda baru dalam hubungan antara platform teknologi dan figur politik.
Perkembangan ini juga mengisyaratkan perubahan pendekatan perusahaan teknologi dalam menangani konten politik dan figur publik yang kontroversial.