Jumat, 17 Oktober 2025
Selular.ID -

BBM Etanol 10 Persen Tak Pengaruhi Penjualan Mobil Listrik

BACA JUGA

Selular.id – Pemerintah menargetkan implementasi bahan bakar minyak (BBM) dengan kandungan etanol 10 persen atau E10 pada tahun 2026 mendatang.

Kebijakan ini diwajibkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia dan telah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto.

Tujuannya untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.

Namun, pakar industri otomotif menilai kebijakan BBM etanol 10 persen ini tidak akan mempengaruhi penjualan kendaraan listrik di pasar domestik.

Yannes Martinus Pasaribu, Pakar Industri Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan bahwa bioetanol dan kendaraan listrik (EV) sebenarnya tidak bersaing untuk segmen pengguna yang sama saat ini.

Meski sama-sama mengedepankan aspek ramah lingkungan, masyarakat Indonesia dinilai masih belum terlalu peduli dengan isu lingkungan.

“Dengan adanya kebijakan etanol 10 persen justru tak membuat masyarakat beralih ke mobil listrik,” ujar Yannes seperti melansir dari Antara.

Menurut analisis Yannes, kebijakan BBM E10 justru akan mendorong masyarakat ke pasar mobil bekas dengan tahun produksi lebih muda yang sudah kompatibel dengan bahan bakar tersebut.

Segmen masyarakat yang secara finansial tidak mampu membeli mobil listrik baru yang harganya masih relatif mahal, serta secara praktis terhalang oleh minimnya infrastruktur pengisian daya di luar kota besar, akan mencari solusi paling rasional.

“Sehingga, solusi paling rasional bagi mereka adalah lari ke pasar mobil bekas ICE yang lebih muda dan sudah kompatibel dengan bioetanol E10,” jelasnya.

Analisis dampak kebijakan BBM Etanol 10 persen terhadap industri otomotif Indonesia

Fenomena ini terjadi di tengah kondisi pasar mobil listrik yang sedang mengalami fluktuasi.

Beberapa waktu terakhir, terjadi penurunan penjualan mobil listrik di pasar domestik, termasuk pada merek-merek ternama.

Penjualan mobil listrik turun 36% dengan BYD dan Hyundai mengalami penurunan signifikan dalam kuartal terakhir.

Kondisi ini memperkuat analisis bahwa faktor harga dan infrastruktur masih menjadi kendala utama adopsi kendaraan listrik di Indonesia.

Di kancah global, persaingan produsen mobil listrik semakin ketat. BYD berhasil menggeser Tesla sebagai raja penjualan mobil listrik global di tahun 2025, menunjukkan dinamika pasar yang terus berubah. Namun, di Indonesia, tantangan adopsi kendaraan listrik masih membutuhkan penanganan lebih komprehensif, tidak hanya sekadar kebijakan bahan bakar ramah lingkungan.

Respons Industri dan Kesiapan Infrastruktur

Kebijakan BBM E10 yang akan diimplementasikan tahun 2026 mendapat respons beragam dari pelaku industri otomotif.

Beberapa produsen kendaraan masih melakukan pengecekan kelayakan kendaraan mereka terhadap bahan bakar etanol, seperti yang dilakukan Chery dengan masih memastikan kelayakan mobilnya untuk menggunakan BBM etanol.

Hal ini menunjukkan bahwa transisi menuju bahan bakar yang lebih ramah lingkungan membutuhkan penyesuaian dari berbagai pihak.

Di sisi lain, upaya meningkatkan adopsi kendaraan listrik terus dilakukan berbagai pihak, termasuk operator telekomunikasi.

IM3 recently menggelar Pesta IMPoin 2025 dengan menyiapkan 4 mobil listrik dan 2.025 hadiah sebagai bagian dari program loyalitas.

Inisiatif semacam ini diharapkan dapat meningkatkan eksposur dan familiaritas masyarakat dengan kendaraan listrik.

Profesor Tri Yuswidjajanto, Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, menanggapi kekhawatiran masyarakat mengenai potensi etanol merusak mesin kendaraan.

Menurutnya, kekhawatiran ini tidak berdasar karena pengaruh etanol terhadap tenaga mesin sangat kecil.

“Pengaruhnya terhadap tenaga mesin cuma sekitar 1 persen, tidak terasa, dan kendaraan tidak rusak,” ungkapnya.

Pernyataan ini diharapkan dapat menenangkan kekhawatiran konsumen mengenai kompatibilitas kendaraan mereka dengan BBM E10.

Implikasi Kebijakan Jangka Panjang

Kebijakan BBM etanol 10 persen merupakan bagian dari strategi pemerintah mengurangi ketergantungan impor BBM yang selama ini membebani neraca perdagangan Indonesia.

Dengan meningkatkan kandungan etanol dalam BBM, diharapkan dapat mengurangi volume impor BBM sekaligus menekan emisi karbon dari sektor transportasi.

Namun, kebijakan ini tidak serta merta menjadi pendorong transisi menuju kendaraan listrik.

Seperti diungkapkan Yannes, kedua teknologi ini melayani segmen pasar yang berbeda dengan pertimbangan ekonomi dan praktis yang juga berbeda.

Masyarakat dengan kemampuan finansial terbatas akan cenderung memilih mobil bekas tahun muda yang kompatibel dengan E10, sementara segmen menengah atas mungkin lebih tertarik pada kendaraan listrik meski dengan tantangan infrastruktur yang masih ada.

Ke depan, perkembangan pasar otomotif Indonesia akan ditentukan oleh berbagai faktor termasuk kebijakan pemerintah, kesiapan infrastruktur, daya beli masyarakat, dan kesadaran lingkungan.

Kebijakan BBM E10 dan pengembangan kendaraan listrik diprediksi akan berjalan paralel, masing-masing melayani segmen pasar yang berbeda, setidaknya dalam beberapa tahun mendatang.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU