Sabtu, 20 September 2025
Selular.ID -

Trump Ancam Balas Uni Eropa Usai Denda Google Rp53 Triliun

BACA JUGA

Selular.id – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengambil langkah balasan setelah Komisi Eropa menjatuhkan denda sebesar €2,95 miliar atau setara Rp53 triliun kepada Google. Raksasa teknologi itu dianggap menyalahgunakan dominasinya dalam industri periklanan digital.

Trump menyebut denda tersebut sangat tidak adil dan diskriminatif terhadap perusahaan Amerika. Dalam unggahan di Truth Social, Trump menegaskan pemerintahannya tidak akan membiarkan tindakan semacam itu.

“Jika perlu, saya akan memulai proses Section 301 untuk membatalkan penalti yang tidak adil ini,” tulis Trump. Aturan Section 301 dalam Undang-Undang Perdagangan AS 1974 memungkinkan Washington menjatuhkan sanksi kepada negara asing yang dinilai memberatkan perdagangan AS. Trump juga menyatakan akan berbicara langsung dengan Uni Eropa mengenai masalah ini.

Komisi Eropa menyatakan penyelidikan menemukan Google memanfaatkan kekuatannya dengan mengutamakan layanan teknologi iklan milik sendiri, merugikan pesaing, pengiklan, dan penerbit. Fokus investigasi tertuju pada AdX exchange dan DFP ad platform, dua alat utama dalam bisnis iklan digital Google.

Ini merupakan kali keempat sejak 2017 Google dijatuhi denda antitrust bernilai miliaran euro oleh Brussel. Meski jumlahnya besar, pengamat menilai denda itu hanya “uang receh” bagi Google yang meraup pendapatan €24 miliar pada kuartal II-2025.

Google sendiri menyebut keputusan itu “salah” dan akan mengajukan banding. Perusahaan diberi waktu 60 hari untuk menawarkan solusi, namun Komisi Eropa menilai langkah efektif mungkin hanya bisa dicapai lewat pemisahan sebagian bisnis iklan Google.

Tekanan dari Penerbit Eropa

Denda terbaru dipicu keluhan dari European Publishers Council (EPC). Organisasi tersebut menilai denda saja tidak cukup dan menyerukan agar Google dipaksa menjual unit bisnis iklannya. “Fakta bahwa Google terus menyalahgunakan kekuasaannya menunjukkan denda bukan solusi,” kata Direktur Eksekutif EPC Angela Mills Wade.

Sejumlah pejabat tinggi Eropa juga mendukung opsi pemisahan, dengan alasan denda dan aturan perilaku di masa lalu gagal menghentikan praktik monopoli Google. Peneliti senior Future of Technology Institute, Cori Crider menilai keputusan Brussel merupakan langkah penting melawan dominasi Big Tech. “Namun hanya pemecahan struktur yang bisa mengakhiri monopoli Google,” ujarnya.

Dampak pada Hubungan Transatlantik

Kasus ini menambah panas hubungan transatlantik yang belakangan diwarnai perselisihan soal perdagangan, tarif, dan regulasi teknologi. Ancaman Trump menggunakan Section 301 menunjukkan ketegangan perdagangan antara AS dan Uni Eropa bisa semakin memanas. Section 301 sendiri adalah instrumen perdagangan yang kontroversial dan sering digunakan AS untuk melindungi kepentingan ekonominya.

Google sendiri juga tengah menghadapi tekanan di Amerika Serikat. Awal pekan ini, hakim federal AS menyatakan perusahaan memiliki monopoli ilegal dalam pencarian online. Namun pengadilan menolak permintaan pemerintah untuk memaksa penjualan browser Chrome. Tekanan regulasi terhadap Google tidak hanya datang dari Eropa, tetapi juga dari dalam negeri sendiri.

Ini bukan pertama kalinya Google menghadapi denda besar dari regulator Eropa. Sebelumnya, perusahaan teknologi asal AS ini juga pernah dihadapkan pada sanksi finansial oleh Rusia karena masalah konten. Bahkan denda dari otoritas Rusia mencapai nilai yang signifikan. Baru-baru ini, Google juga menghadapi denda rekor dari otoritas Perancis bersama dengan Shein.

Perkembangan kasus ini akan terus dipantau karena berdampak pada hubungan dagang AS-Uni Eropa dan masa depan regulasi teknologi global. Respons Google terhadap tuntutan pemisahan bisnis iklan dan langkah balasan AS melalui Section 301 akan menentukan arah perseteruan hukum ini ke depan.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU

Tips Memilih Laptop untuk Kuliah