Minggu, 23 November 2025
Selular.ID -

Kemendiktisaintek Bumikan Sains Kuantum

BACA JUGA

Selular.id – Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) bersama Medcom.id menggelar talkshow KopiSains bertema “Quantum and Everyday Technology (From Pockets to Future)”  di Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Yudi Darma, Direktur Pemanfaatan dan Diseminasi Sains dan Teknologi, menekankan misi utama acara adalah mendekatkan hasil karya sains dan teknologi dari kampus kepada publik.

“Kami ingin membumikan saintek ke masyarakat,” ujar Yudi.

Menurutnya, KopiSains merupakan upaya strategis untuk membincangkan sains di keramaian, melahirkan masyarakat yang melek sains (citizen science).

Tahun 2025 menandai 100 tahun sains dan teknologi kuantum, menjadi momen tepat memperkenalkan bidang ini secara luas. Yudi mengakui kuantum sering dianggap kaku dan sulit dipahami.

“Kita berupaya mengenalkannya tanpa mengurangi esensi, tapi dengan bahasa lebih mudah dan populer,” jelasnya.

KopiSains juga menargetkan generasi muda untuk menumbuhkan minat pada STEM (Sains, Teknologi, Teknik, Matematika).

Yudi menyoroti kecenderungan penurunan minat generasi muda terhadap STEM dan pentingnya membalikkan tren tersebut.

“Saintek kuantum disinyalir memegang peran penting ke depan,” tegasnya. Untuk mematahkan anggapan fisika membosankan, Yudi menekankan pendekatan kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, seperti handphone dan internet yang memanfaatkan fenomena kuantum.

Revolusi Kuantum 2.0 dan Tantangan Indonesia

Husin Alatas, Guru Besar Fisika Teori IPB University, menyebut Indonesia harus bersiap memasuki revolusi kuantum 2.0 agar tidak tertinggal.

“Mau tidak mau harus masuk dan menguasai teknologi kuantum,” tegas Husin.

Menurutnya, revolusi kuantum 2.0 diprediksi menghadirkan kemajuan lebih powerful dibanding revolusi pertama yang melahirkan laser, MRI, CT scan, dan PET scan.

Husin mengingatkan, jika bangsa tidak siap menguasai teknologi ini, akan ketinggalan dari negara lain.

Padahal, masyarakat Indonesia memiliki kemampuan menguasai kuantum. Langkah yang bisa dilakukan pemerintah, menurut Husin, adalah political will sebagai kunci utama.

“Harus ada kebijakan politik yang berpihak pada pengembangan teknologi cutting edge,” jelasnya.

“Setelah political will terbentuk, dua hal penting yang harus dilakukan adalah mempersiapkan fasilitas dan SDM. “Mempersiapkan SDM lebih sulit karena butuh waktu 5-10 tahun,” papar Husin.

Meski tantangan besar, ia optimistis dengan kemampuan bangsa Indonesia, asalkan ada dukungan masyarakat untuk mewujudkan political will.

Kuantum dalam Kehidupan Sehari-hari dan Peluang Indonesia

Husin juga menjelaskan keseruan menerapkan kuantum dalam kehidupan sehari-hari, seperti memprediksi tendangan Cristiano Ronaldo dengan fisika mesoskopik.

“Dia sudah tahu bolanya akan melengkung karena memahami gaya fisika,” ujarnya.

Pendekatan ini membuat fisika lebih menyenangkan dan aplikatif.

Adam Badra Cahaya, Dosen MIPA UI/Ketua Kelompok Riset Fisika Kuantum, Magnetik dan Ionik, menambahkan, menurutnya, untuk menjembatani kompleksitas sains kuantum.

Adam menekankan, momen 100 tahun sains kuantum adalah kesempatan emas bagi Indonesia.

Revolusi kuantum 1.0 yang melahirkan semikonduktor terlewatkan, namun di revolusi 2.0, semua negara berada di start yang sama.

“Saatnya Indonesia jadi pemain, bukan penonton,” tegas Adam.

Ia membongkar mitos bahwa mempelajari kuantum harus diawali rasa takut, mengutip fisikawan Richard Feynman:

“Jangan khawatir, setiap orang enggak ngerti kuantum, ayo enggak ngerti bareng-bareng.” Adam menjelaskan, kuantum menawarkan cara mengetahui hal-hal yang tidak bisa diamati langsung, seperti suhu matahari.

Melalui KopiSains, Kemendiktisaintek berharap membangun kesadaran dan minat generasi muda untuk berkontribusi dalam pengembangan sains kuantum di Indonesia.

Acara ini menjadi wadah bagi ahli berkolaborasi, sehingga Indonesia dapat berada dalam peta perkembangan kuantum global.

Seperti upaya Pemerintah China yang serius memperkuat sektor teknologi, Indonesia juga perlu komitmen serupa.

Pengembangan SDM menjadi kunci, mirip dengan inisiatif Coding Camp 2025 oleh DBS Foundation yang mencetak talenta digital. Selain itu, pendekatan kontekstual seperti pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana Finnet dan MTD yang menghadirkan chat WhatsApp bot, dapat membuat sains lebih mudah diterima.

Acara ini bertujuan meningkatkan literasi sains dan teknologi dengan suasana santai, sehingga saintek lebih mudah dicerna masyarakat.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU