Kamis, 9 Oktober 2025
Selular.ID -

Dear Meutya Hafid, ATSI Desak Regulasi Adil untuk OTT Demi Industri Telekomunikasi

BACA JUGA

Selular.id – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan perlunya regulasi yang lebih adil bagi penyedia layanan Over the Top (OTT) seperti Netflix, WhatsApp, YouTube, dan Spotify.

Dalam konferensi pers Rapat Umum Anggota ATSI di Jakarta, Senin (29/9/2025), ketua umum asosiasi, Dian Siswarini, mengungkapkan industri telekomunikasi nasional kehilangan sebagian besar potensi bisnisnya kepada pemain OTT global selama satu dekade terakhir.

Dian Siswarini menyatakan industri telekomunikasi tidak berkembang sesuai harapan karena sebagian besar “kue” bisnis diserap oleh penyedia layanan digital.

“Kue kita tuh, atau our lunch time itu banyak diambil oleh pemain lain, yang tadinya adalah pemain IT atau internet, dan masuk ke ranah telekomunikasi,” ujar Dian dengan gamblang.

Menurutnya, ke depan yang harus diusulkan agar industri tumbuh lebih baik adalah adanya keadilan di “tempat bermain” atau playing field bagi para operator telekomunikasi dan pemain lainnya.

“Terutama pada para pemain OTT tentunya. Karena tadi kalau saya sebutkan ada yang eating our lunch itu adalah kebanyakan adalah pemain OTT,” tegas Dian.

Ia menekankan bahwa operator telekomunikasi menghadapi regulatory charges yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Sementara itu, beban serupa belum diberlakukan kepada pemain OTT yang juga memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi untuk memberikan layanan ke masyarakat.

Dian menjelaskan lebih lanjut implikasi dari ketidakseimbangan ini.

“Kalau tidak memiliki yield yang reasonable, itu mungkin akan sulit bagi kami untuk memberikan layanan internet yang baik. Jadi itu yang harus dipahami oleh semua pemangku kepentingan dalam industri telekomunikasi,” jelasnya.

Pernyataan ini menggarisbawahi hubungan langsung antara kesehatan finansial operator dengan kualitas layanan yang diterima konsumen.

Review Aturan untuk Pembagian Beban yang Proporsional

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal ATSI, Merza Fachys, menilai perlu ada review aturan agar beban dan manfaat di ekosistem digital terbagi secara proporsional.

“Jadi jangan kebalik, mereka (OTT) yang menanggung beban besar menerima manfaat kecil, mereka yang menanggung beban kecil justru menerima manfaat yang jauh lebih besar. Nah inilah review yang harus kita lakukan,” ujar Merza.

Merza menegaskan regulasi yang ada saat ini sudah tidak relevan karena dibuat ketika pelaku industri masih terbatas.

“Karena apa? Karena hal-hal yang diatur ini, ini aturan-aturannya pada saat industri ini masih belum seperti sekarang. Di saat seluruh beban dan manfaat berada di satu pelaku yang sama,” terang Merza.

“Sekarang enggak pelakunya udah banyak, tapi bebannya ngumpul di satu tempat. Inilah yang kita akan lakukan.”

Permintaan ATSI untuk regulasi OTT yang lebih adil ini bukan kali pertama disuarakan.

Industri telekomunikasi telah lama mengadvokasi level playing field antara operator lokal dan pemain global.

Ketimpangan regulasi ini dianggap menghambat pertumbuhan industri telekomunikasi yang merupakan tulang punggung transformasi digital Indonesia.

Isu regulasi OTT sebenarnya telah menjadi perbincangan hangat di berbagai forum industri.

Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, kebutuhan akan kerangka regulasi yang jelas untuk OTT telah lama ditunggu-tunggu oleh pelaku industri.

ATSI berharap dengan adanya penyesuaian regulasi, dapat tercipta lingkungan kompetisi yang sehat dan berkelanjutan.

Dampak Jangka Panjang bagi Ekosistem Digital Nasional

Ketidakseimbangan regulasi antara operator telekomunikasi dan penyedia layanan OTT memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan.

Operator telekomunikasi yang menanggung beban investasi infrastruktur tinggi harus bersaing dengan pemain OTT yang tidak memiliki kewajiban serupa.

Padahal, layanan OTT justru sangat bergantung pada kualitas infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh operator.

ATSI berargumen bahwa tanpa adanya regulasi yang adil, investasi di sektor telekomunikasi bisa terhambat.

Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas layanan digital yang diterima oleh masyarakat.

Seperti pernah diungkapkan dalam analisis sebelumnya, regulasi OTT yang tepat tidak hanya menguntungkan pemerintah tetapi juga dapat mempercepat digitalisasi nasional.

Industri telekomunikasi Indonesia telah melalui berbagai transformasi selama dua dekade terakhir.

Dari layanan suara yang dominan, bergeser ke data, dan kini menghadapi era dimana nilai tambah justru banyak diambil oleh aplikasi dan layanan digital.

Transformasi ini membutuhkan penyesuaian regulasi yang mampu mengakomodir dinamika bisnis yang terus berubah.

ATSI berharap agar pemerintah segera melakukan penyesuaian regulasi agar tercipta level playing field yang adil antara operator dan OTT.

Dengan demikian, industri telekomunikasi dan digital Indonesia dapat berkembang lebih sehat dan berkelanjutan.

Harapan ini sejalan dengan kebutuhan akan ekosistem digital yang inklusif, dimana semua pelaku dapat berkontribusi sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing.

Perkembangan isu regulasi OTT ini akan terus menjadi perhatian utama para pemangku kepentingan industri telekomunikasi.

ATSI sebagai asosiasi yang mewakili para penyelenggara telekomunikasi akan terus mendorong dialog konstruktif dengan pemerintah dan regulator untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih seimbang dan berkeadilan.

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU