Selular.id – Sebanyak 33 persen orang dewasa di Amerika Serikat menganggap bahwa menjalin hubungan romantis atau melakukan sexting dengan chatbot AI merupakan bentuk perselingkuhan.
Data ini berasal dari survei terbaru yang dilakukan Kinsey Institute dan DatingAdvice.com terhadap 2.000 responden di AS pada tahun ini.
Dari kelompok yang menganggap interaksi intim dengan AI sebagai kecurangan, 64 persen menyatakan bahwa kedua aktivitas—baik sexting maupun hubungan romantis—sama-sama termasuk perselingkuhan.
Sementara itu, 21 persen hanya menganggap sexting dengan AI sebagai pelanggaran, dan 15 persen hanya menilai hubungan romantis dengan bot sebagai tindakan tidak setia.
Dr. Justin Lehmiller, peneliti senior di Kinsey Institute dan salah satu penulis utama studi ini, menjelaskan bahwa mayoritas responden tidak membedakan antara keintiman seksual dan emosional ketika berinteraksi dengan teknologi AI.
“Kebanyakan orang melihat segala bentuk keintiman yang diarahkan kepada teknologi ini sebagai pelanggaran batas,” ujarnya.
Dr. Jennifer Gunsaullus, sosiolog dan pendiri Center for Courageous Intimacy, menambahkan bahwa angka-angka ini mencerminkan kebingungan masyarakat dalam mendefinisikan keintiman di era AI.
“Sulit bagi kita untuk mengkategorikan interaksi dengan AI karena mereka mengaburkan batas antara fantasi, pornografi, dan emosi yang kita rasakan dalam hubungan manusia sesungguhnya,” katanya.
Persepsi Kecurangan dalam Interaksi Digital Lainnya
Survei tersebut juga mengeksplorasi pandangan responden mengenai berbagai bentuk interaksi digital lainnya.
Sebanyak 45 persen responden mengaku akan merasa dikhianati jika pasangan mereka mengirim uang kepada cam model.
Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan persentase responden yang merasa serupa ketika pasangan mereka berbicara dengan cam model secara online (36 persen) atau berlangganan akun OnlyFans orang lain (33 persen).
Selain itu, 20 persen responden menganggap menonton pornografi sebagai bentuk perselingkuhan.
Aktivitas digital lain yang dianggap sebagai kecurangan termasuk sexting dengan orang lain (72 persen) dan mengikuti atau menyukai postingan seseorang yang menarik di media sosial (13 persen).
Fenomena hubungan manusia-AI memang semakin marak belakangan ini. Beberapa orang bahkan memilih untuk “menikahi” asisten virtual atau chatbot, sementara platform percakapan AI semakin canggih dalam meniru respons emosional manusia.
Hal ini memunculkan pertanyaan etis dan psikologis tentang batas-batas hubungan di era digital.
Baca Juga:
Pentingnya Komunikasi dan Batasan dalam Hubungan
Menurut Gunsaullus, apakah interaksi intim dengan AI dianggap sebagai perselingkuhan atau tidak sebenarnya lebih bergantung pada kesepakatan antar pasangan daripada pada teknologi itu sendiri.
“Jika pasangan ingin membina hubungan yang sehat, penuh kepercayaan, dan terhubung di era AI, mereka perlu melakukan diskusi yang jelas dan menetapkan batasan dalam hubungan mereka,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa asumsi bahwa kedua belah pihak memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang constitutes infidelity bisa berisiko.
Komunikasi terbuka tentang ekspektasi dan batasan menjadi kunci untuk menghindari konflik yang mungkin timbul akibat perbedaan persepsi tentang interaksi digital.
Perkembangan teknologi AI dalam konteks hubungan romantis memang terus menimbulkan debat. Beberapa pihak melihatnya sebagai pelengkap atau bahkan alternatif dari hubungan manusia, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap hubungan interpersonal yang nyata.
Survei ini memberikan gambaran awal tentang bagaimana masyarakat mulai menavigasi wilayah abu-abu ini.
Seiring dengan makin canggihnya teknologi chatbot dan virtual assistant, isu-isu seputar etika hubungan manusia-AI diprediksi akan terus berkembang.
Perusahaan teknologi pun mulai menghadapi tantangan dalam merancang produk yang tidak hanya fungsional tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan psikologisnya.
Platform percakapan AI seperti yang terintegrasi dalam WhatsApp semakin umum digunakan, sementara fitur-fitur privasi seperti yang dibahas dalam cara mengaktifkan fitur WhatsApp menjadi semakin relevan dalam konteks keamanan hubungan.
Bahkan isu keamanan perangkat seperti yang diungkap dalam tingkat keamanan PIN layar kunci Android turut mempengaruhi dinamika kepercayaan dalam hubungan modern.
Ke depan, diperlukan lebih banyak penelitian dan diskusi terbuka untuk memahami implikasi penuh dari hubungan manusia-AI serta mengembangkan pedoman etis yang dapat membantu masyarakat menavigasi perubahan teknologi yang cepat ini tanpa mengorbankan kualitas hubungan interpersonal yang sesungguhnya.