Jumat, 19 September 2025
Selular.ID -

Pemerintah Akuisisi 10% Saham Intel, Trump: “Kesepakatan Besar”

BACA JUGA

Selular.id – Pemerintah Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, merampungkan kesepakatan akuisisi hampir 10% saham di Intel Corp. Langkah ini dianggap sebagai upaya tak lazim untuk menghidupkan kembali perusahaan yang tengah terpuruk dan mendorong produksi chip dalam negeri. Berdasarkan perjanjian, AS akan menerima 433,3 juta lembar saham biasa setara 9,9% saham biasa terdilusi penuh di Intel.

Investasi senilai US$8,9 miliar (sekitar Rp144,92 triliun) didanai dari hibah Chips and Science Act serta program Secure Enclave yang sebelumnya sudah dialokasikan namun belum dibayarkan. Bersama dengan US$2,2 miliar dana Chips Act yang sudah diterima Intel sebelumnya, total investasi mencapai US$11,1 miliar. Saham tersebut tidak memiliki hak suara dan pemerintah AS tidak mendapat kursi dewan.

CEO Intel, Lip-Bu Tan, menyatakan rasa terima kasih atas kepercayaan yang diberikan presiden dan pemerintah. “Kami berharap dapat bekerja sama untuk memajukan teknologi dan kepemimpinan manufaktur AS,” ujarnya dalam pernyataan resmi. Saham Intel naik 5,5% menjadi US$24,80 pada penutupan perdagangan Jumat di New York, meski sempat turun sekitar 1% dalam perdagangan setelah jam bursa.

Trump, dalam unggahan media sosial, menyebut transaksi ini sebagai “kesepakatan besar untuk Amerika, sekaligus kesepakatan besar untuk Intel.” Ia menegaskan bahwa membangun semikonduktor dan chip generasi terdepan adalah fondasi masa depan bangsa. Langkah pemerintah mengambil kepemilikan sebagian menandai intervensi luar biasa dalam sebuah perusahaan Amerika, bertolak belakang dengan prinsip kapitalisme pasar bebas yang selama ini dianggap sakral.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan pemerintah memandang produksi semikonduktor sebagai masalah keamanan nasional. Intel adalah salah satu dari sedikit perusahaan AS yang mampu memproduksi chip dalam skala besar di dalam negeri, sehingga diharapkan dapat menghindari kekurangan seperti yang mengguncang rantai pasok beberapa tahun terakhir. Meski niat pemerintah sudah terlihat dalam beberapa pekan terakhir, langkah ini menciptakan risiko besar yang bisa mendistorsi pasar dan aliran modal.

Trump sebelumnya kerap mengecam Chips Act yang ditandatangani pendahulunya, Joe Biden, dengan alasan subsidi tidak memberi keuntungan langsung bagi pembayar pajak. Kini, Trump menggunakan pendekatan baru dengan menjadikan dana Chips Act sebagai modal untuk mengambil saham. Intel diproyeksikan menjadi penerima dana terbesar dari program tersebut. Sebagai bagian dari pakta, pemerintah juga akan menerima waran lima tahun di harga US$20 per saham untuk tambahan 5% saham biasa.

Intel, yang berbasis di Santa Clara, California, menegaskan rencana ekspansi manufaktur lebih dari US$100 miliar di AS, termasuk pabrik baru di Arizona yang siap memulai produksi massal tahun ini. Namun, perusahaan tidak menyinggung proyek pabrik di Ohio yang terus tertunda. Kesepakatan ini menjadi perubahan dramatis dari awal Agustus, ketika Trump sempat menyerukan agar Lip-Bu Tan mundur karena dianggap “sangat bermasalah” akibat keterkaitan masa lalunya dengan China.

Pertemuan langsung Tan dan Trump setelah komentar tersebut justru membuka jalan bagi tercapainya kesepakatan. Trump mengisahkan diskusinya dengan Tan, “Saya bilang, ‘Saya rasa AS seharusnya diberi 10% dari Intel,’ dan dia menjawab, ‘Saya akan mempertimbangkannya,’ lalu saya berkata, ‘Kalau begitu saya ingin Anda lakukan itu.’” Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan Trump ingin melihat manfaat langsung bagi AS dari pendanaan perusahaan strategis, bukan sekadar hibah.

Gedung Putih menggambarkan kesepakatan ini sebagai model bagi perusahaan lain, meski belum menyebutkan siapa saja. Seorang pejabat AS mengatakan perusahaan yang sudah meningkatkan investasi di AS, termasuk Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. dan Micron Technology Inc., tidak akan dipaksa menawarkan ekuitas sebagai imbalan pendanaan. Suntikan dana segar hampir US$9 miliar langsung meningkatkan prospek pertumbuhan Intel, sekaligus membuka peluang kemitraan penting dalam pengembangan teknologi baru.

Namun analis Wall Street menilai uang saja tidak cukup membalikkan nasib Intel. Perusahaan telah lama kehilangan pangsa pasar dan pelanggan. Tekanan politik dari Trump mungkin membantu menarik lebih banyak klien bagi divisi manufaktur Intel, sehingga biaya ekspansi domestik bisa terbayar. “Trump semacam jadi tenaga penjual tambahan Anda,” kata Dan Morgan, manajer portofolio senior di Synovus Trust yang sudah lama mengikuti Intel.

Tantangan Intel tetap besar. Divisi manufaktur chip Intel dinilai inferior dibanding pesaing dan masih harus membangun fasilitas baru generasi terkini. Analis Bernstein, Stacy Rasgon, menulis dalam catatan untuk klien bahwa selain uang, Intel butuh pelanggan. “Mendanai pembangunan tanpa pelanggan mungkin akan berakhir buruk bagi pemegang saham, termasuk pemerintah AS yang kini menjadi salah satu pemegang terbesar.”

Intel menyebut sudah “sangat terlibat” dengan klien dan mitra potensial. Microsoft Corp., Dell Technologies Inc., HP Inc., dan Amazon Web Services turut menyatakan dukungan. Michael Dell, CEO Dell Technologies, mengatakan industri membutuhkan semikonduktor AS yang kuat dan tangguh, dan tidak ada perusahaan yang lebih penting bagi misi ini selain Intel. Kesepakatan Intel ini mencerminkan cara baru Trump menggunakan “diplomasi ekonomi” di periode keduanya, dengan fokus memperkuat manufaktur dalam negeri.

Awal Agustus, Trump mengumumkan kesepakatan kontroversial dengan Nvidia Corp. dan Advanced Micro Devices Inc., di mana kedua perusahaan setuju menyerahkan 15% pendapatan dari penjualan chip AI ke China kepada pemerintah AS. Sebelumnya, Trump juga mengamankan “saham emas” dari Nippon Steel Corp. yang memberinya hak untuk mengambil keputusan atas United States Steel Corp. Bulan lalu, Departemen Pertahanan mengumumkan kepemilikan saham 400 juta dolar AS di MP Materials Corp.

Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Trump untuk memastikan dominasi AS di sektor strategis melalui intervensi pemerintah yang lebih langsung. Meski menuai kritik dari kalangan yang mendukung pasar bebas, pemerintah berargumen bahwa stabilitas pasokan chip adalah masalah keamanan nasional yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

Perkembangan ini juga menarik perhatian di tingkat global, termasuk di Indonesia yang tengah gencar menarik investasi teknologi. Seperti yang terjadi dalam upaya pemerintah Indonesia menggaet Apple, intervensi pemerintah dalam sektor strategis menjadi tren yang patut diamati. Bahkan sebelumnya sempat muncul kritik bahwa tawaran investasi tertentu dinilai tidak sebanding dengan potensi pasar.

Di sisi lain, kebijakan investasi pemerintah AS yang selektif juga tercermin dalam larangan investasi di perusahaan China yang dianggap berisiko terhadap keamanan nasional. Pendekatan yang berbeda terlihat dalam kebijakan investasi yang lebih berorientasi pada pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung.

Ke depan, kesepakatan dengan Intel akan menjadi ujian penting bagi efektivitas pendekatan baru Trump dalam diplomasi ekonomi. Kesuksesan atau kegagalan investasi ini tidak hanya akan mempengaruhi masa depan Intel, tetapi juga menjadi preseden bagi intervensi pemerintah AS di perusahaan teknologi lainnya.

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU