Senin, 11 Agustus 2025
Selular.ID -

6 Alasan Sulitnya Mengusir Huawei dan ZTE Dari Eropa

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Saat Presiden Donald Trump berkuasa di Gedung Putih pada akhir 2016, kampanye menyudutkan Huawei secara massif dijalankan.

Alasan keamanan dan spionase, membuat sekutu-sekutu AS bergerak mengikuti seruan Trump yang tak menginginkan kedua vendor asal China itu, leluasa menjalankan bisnis seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kampanye hitam yang dijalankan AS begitu terasa dampaknya. Tiga tahun setelahnya, Huawei dan ZTE sudah dikeluarkan dari pembangunan jaringan 5G oleh sejumlah negara di benua biru itu, seperti Inggris, Perancis, Luksemburg, Belanda, dan Belgia.

Polandia dan Jerman, juga merancang aturan baru yang mengharuskan operator menerapkan standar keamanan yang ditingkatkan untuk bagian-bagian penting dari jaringan mereka.

Kriteria untuk menilai risiko penyedia peralatan telekomunikasi bersifat politis dan mungkin ditujukan untuk mengecualikan Huawei dan ZTE dari mengembangkan jaringan 5G negara-negara Eropa.

Uniknya, lima tahun setelah kampanye hitam itu, tidak banyak negara Eropa yang mengikuti jejak Inggris dan Perancis.

Bahkan hingga kini Jerman memilih untuk tidak bersikap tegas terhadap Huawei.  Pendekatan Jerman terhadap Huawei dalam pengembangan jaringan 5G terbilang kompleks, karena harus menyeimbangkan masalah keamanan dengan pertimbangan praktis.

Meskipun ada tekanan untuk mengecualikan Huawei karena risiko keamanan, Jerman juga menghadapi potensi penundaan dan biaya tinggi yang terkait dengan penghentian total peralatan perusahaan tersebut.

Selain itu, beberapa pihak berpendapat bahwa pelarangan menyeluruh tidak dapat dibenarkan tanpa bukti konkret adanya aktivitas jahat, dan bahwa fokus pada sertifikasi dan strategi mitigasi risiko, alih-alih pengecualian total, merupakan pendekatan yang lebih masuk akal.

Seperti dilema yang dihadapi Jerman, pada akhirnya banyak negara Eropa untuk bersikap pragmatis. Di tengah banyak persoalan geopolitik yang mengguncang dunia belakangan ini yang berujung pada ketipastian ekonomi, pilihan melanjutkan kerjasama adalah keputusan paling realistis.

Berikut adalah enam alasan mengapa banyak negara Eropa tidak dapat melarang Huawei dan ZTE untuk memasok peralatan jaringan 5G milik kedua raksasa China itu.

Baca Juga: Pasar Smartphone di Eropa Anjlok Hingga 32 Juta Unit, Ini Penyebabnya

  1. Sebagian Besar Negara Eropa Telah Memanfaatkan Jaringan 4G yang Dibangun Huawei

Bersama dengan ZTE, Huawei sudah memasok peralatan jaringan 4G ke sebagian besar Eropa, sehingga membongkar dan menggantinya akan sangat mengganggu.

Belum lagi biaya penggantian akan sangat besar dan membebani operator di tengah beban investasi 5G yang cukup tinggi.

Sebagian besar operator jaringan selular (Mobile Network Operator/MNO) mengambil pendekatan “non-standalone” atau “NSA” untuk pembangunan jaringan 5G, yang berarti mereka akan meningkatkan infrastruktur 4G yang ada ke standar 5G.

Mereka mengambil pendekatan NSA untuk meminimalkan investasi modal di muka dan waktu pemasaran. Ini adalah pendekatan awal yang sangat praktis di saat adopsi 5G oleh pengguna masih dalam tahap awal.

Namun, NSA tidak layak jika MNO harus menghapus dan mengganti peralatan 4G Huawei yang ada.

  1. Pasar Berpotensi Menjadi Duopoli

Melarang Huawei dan ZTE akan menjadikan Eropa duopoli de facto, dan meningkatkan biaya peralatan jaringan 5G. Eropa tidak dapat secara efektif menenangkan AS kecuali mereka melarang Huawei dan ZTE. Apalagi ZTE adalah perusahaan milik negara China.

Hanya ada 4 OEM di dunia yang mampu membangun satu set lengkap peralatan jaringan 5G ujung ke ujung, yaitu Huawei, Ericsson, Nokia, dan ZTE.

Jika ada negara yang melarang perusahaan China, mereka hanya akan memiliki Ericsson dan Nokia. Menurunnya persaingan vendor pasti berarti lebih sedikit pilihan produk dan berpotensi mendorong kenaikan harga. Hal ini membuat peluncuran jaringan 5G yang sudah mahal menjadi lebih selangit.

  1. Huawei Mengembangkan Teknologi yang Transparan dan Aman

Meskipun propaganda luas yang sebaliknya, Huawei sebenarnya adalah vendor “Paling Transparan” dalam hal keamanan produk 5G.

Selama dekade terakhir, Huawei telah menjadi SATU-SATUNYA vendor – Eropa atau China – yang memungkinkan badan intelijen Eropa untuk terus meninjau kode sumbernya dan melakukan uji penetrasi pada produknya.

Ini telah menjadi kesepakatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Huawei mendapatkan profesional keamanan siber terbaik dari badan intelijen barat untuk membantu menemukan dan memperbaiki kelemahan keamanan untuk produknya.

Sementara komunitas intelijen Eropa mendapatkan visibilitas penuh atas peralatan yang digunakan pada jaringan telekomunikasi mereka.

Mengingat pengawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap produk Huawei, kemungkinan besar perangkat jaringan 5G Huawei LEBIH aman daripada perangkat OEM 4 besar lainnya.

Baca Juga: Kinerja ZTE Q1-2025, Pendapatan Meningkat Namun Laba Terpangkas

  1. Alasan Spionase Adalah Berlebihan

Melarang Huawei dan ZTE tidak akan melindungi siapa pun dari spionase China. Faktanya, semua OEM 4 besar memproduksi peralatan dan/atau komponen di China.

Oleh karena itu, jika intelijen China benar-benar ingin memasang algoritma penambangan data atau perangkat keras pada perangkat milik Ericsson atau Nokia, ada banyak peluang bagi mereka untuk melakukannya.

Bahkan, mungkin LEBIH MUDAH, mengingat relatif kurangnya pengawasan terhadap perangkat non-Huawei.

  1. AS Tidak Menawarkan Insentif Untuk Mengimbangi Biaya Pelarangan Huawei dan ZTE

Sejak awal AS menjadikan Huawei dan ZTE sebagai target. Sejauh ini yang dilakukan AS hanyalah menjelek-jelekkan Huawei dan ZTE dengan tuduhan spionase tanpa bukti, sambil mencaci maki negara mana pun yang memilih untuk terus berurusan dengan Huawei.

Meski meminta negara lain untuk mengikuti jejaknya, AS tidak menawarkan insentif finansial atau ekonomi kepada siapa pun yang benar-benar melarang OEM China, juga tidak menawarkan alternatif teknologi yang realistis selain OEM 4 besar.

Meskipun AS telah mengancam akan membatasi pembagian intelijen dengan sekutu tertentu, sejauh ini AS menahan diri untuk tidak melakukan ancaman tersebut.

Dengan kata lain, AS tidak menawarkan imbalan maupun hukuman untuk memaksa negara lain melarang Huawei dan ZTE, dan seluruh kampanyenya hanya berisi retorika kosong.

Pemerintah AS baru-baru ini mulai membahas kemungkinan pendanaan upaya R&D untuk perangkat lunak jaringan 5G sumber terbuka, tetapi upaya tersebut tidak akan menghasilkan produk yang siap dipasarkan setidaknya selama 2-5 tahun ke depan, JIKA upaya tersebut mendapatkan daya tarik.

Pada saat itu, sebagian besar negara akan telah selesai menerapkan jaringan 5G mereka, atau akan berada di tengah-tengah peluncuran jaringan, dan beralih ke alternatif sumber terbuka praktis mustahil pada saat itu.

Intinya – tidak ada yang ingin menunda transformasi digital mereka dan mempertaruhkan masa depan ekonomi mereka demi kepentingan AS.

  1. Eropa Tidak Memiliki Insentif Untuk Memulai Perang Dagang dengan China

Hubungan dagang Uni Eropa dengan China terkadang naik turun, seperti dalam kasus mobil listrik. Meski demikian, blok ekonomi terbesar itu lebih bersikap hati-hati.

Tak seperti AS, Eropa tak ingin terjebak dalam perang dagang yang merugikan. Pasalnya, China adalah pasar terbesar dunia di bidang-bidang seperti ritel konsumen, otomotif, barang mewah, pesawat penumpang, pariwisata luar negeri, dan lainnya, sektor-sektor di mana Eropa memiliki keunggulan komparatif.

Faktanya, Eropa tidak mendapatkan keuntungan apa pun dengan memprovokasi pembalasan China terhadap perusahaan mereka dan akses pasar ke China.

Perang dagang AS melawan China telah menjadi peluang yang sangat baik bagi perusahaan-perusahaan Eropa untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pesaing AS.

Mereka tidak memiliki insentif untuk mempertaruhkan akses pasar hanya demi menenangkan AS.

Di sisi lain, 5G adalah teknologi dasar yang krusial, karena memungkinkan banyak industri lain & upaya transformasi digital, termasuk AI, kota pintar, kendaraan otonom, ritel pintar, VR/AR, manufaktur otomatis, energi, dan lainnya.

Pada akhirnya, Eropa tidak akan diuntungkan dengan menunda peluncuran 5G mereka, yang akan meningkatkan biayanya, dan bisa berujung merugikan daya saing mereka sendiri hanya demi menenangkan AS.

Tidak mengherankan jika Eropa dan sebagian besar dunia terus bekerja sama dengan Huawei dan ZTE. Hal yang sama juga berlaku di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Huawei Kuasai Pasar Smartphone China, iPhone Tersingkir ke Posisi 5

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU