Selular.ID – Face recognition atau pengenalan wajah adalah teknologi yang mengidentifikasi atau memverifikasi identitas seseorang menggunakan fitur wajah mereka.
Teknologi ini bekerja dengan menganalisis gambar atau video wajah dan membandingkannya dengan basis data wajah yang dikenal.
Saat ini face recognition digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk keamanan, kontrol akses, dan bahkan membuka kunci perangkat selular, khususnya smartphone kelas mid end dan high end.
Padahal satu dekade lalu, face recognition dianggap “mahal” dan hanya dipakai di tempat-tempat tertentu, seperti bandara, gedung perkantoran, atau properti pribadi yang memerlukan sistem keamanan canggih.
Tak dapat dipungkiri, popularitas face recognition meningkat saat Apple menyematkan teknologi tersebut. Untuk diketahui, iPhone pertama yang dilengkapi Face ID, teknologi pengenalan wajah Apple, adalah iPhone X, yang dirilis pada November 2017.
Face ID pada iPhone X menggantikan sensor sidik jari Touch ID dengan sistem yang lebih canggih yang menggunakan sistem kamera TrueDepth untuk memindai dan memetakan wajah pengguna.
Baca Juga: BigVision Hadirkan Face Recognition, Object Detection, dan OCR secara Real-Time
Pasca Apple menyematkan face recognition, vendor-vendor smartphone lainnya, juga menyematkan teknologi tersebut, terutama pada lini produk premium (high end).
Belakangan, teknologi face recognition juga mulai jamak ditemukan pada smartphone segmen menengah. Hal itu menunjukkan, kian massifnya penggunaan sensor wajah untuk keamanan pengguna.
Menariknya, penggunaan face recognition kini semakin meluas, bahkan ke toko-toko ritel.
Tengok saja langkah yang dilakukan Spark. Operator telekomunikasi New Zealand itu, telah memulai uji coba teknologi pengenalan wajah di toko ritelnya.
Tujuannya, meningkatkan keamanan bagi karyawan dan pelanggan, dengan rencana untuk menggunakan pengawasan biometrik di gerai-gerai di masa mendatang.
Rebecca Holdsworth, Kepala Privasi dan AI yang bertanggung jawab di One NZ, operator terbesar di Selandia Baru, mengatakan bahwa pihaknya yakin penggunaan teknologi tersebut dalam “pengaturan yang tepat dengan kontrol yang tepat” dapat memberikan manfaat keselamatan yang positif, tanpa menghalangi privasi pelanggan.
Holdsworth menjelaskan bahwa uji coba tersebut didorong oleh peningkatan signifikan dalam agresi pelanggan di gerai ritelnya selama beberapa tahun terakhir, dengan staf yang dilecehkan secara verbal, diikuti ke mobil mereka setelah bekerja dan dipukul.
Ia menambahkan bahwa pada banyak kesempatan, pihaknya terpaksa menutup toko karena alasan keamanan.
Operator memasang lebih banyak kamera video dan CCTV di toko-toko, tetapi ia mencatat bahwa langkah-langkah tersebut memiliki dampak terbatas dalam mencegah kejahatan dan kekerasan terhadap staf.
Spark bergabung dengan pernyataan bersama Retail New Zealand tentang penggunaan teknologi pengenalan wajah di lingkungan ritel, bersama dengan selusin pengecer lokal.
Perusahaan-perusahaan tersebut akan menerapkan pengawasan biometrik di toko-toko mereka “untuk mengurangi bahaya dan secara proaktif memerangi kejahatan ritel”.
Holdsworth menyatakan: “Kami memahami adanya masalah privasi, bias, dan diskriminasi” terkait penggunaan teknologi pengenalan wajah. “Namun, jika hasilnya membantu karyawan kami menjadi lebih aman di tempat kerja, kami akan mempertimbangkan dengan saksama bagaimana kami dapat menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk mencapai lingkungan kerja yang aman.”
Sebelumnya, Komisaris Privasi Selandia Baru Michael Webster pada bulan lalu, menyetujui uji coba pengenalan wajah jaringan supermarket Foodstuffs.