Rabu, 30 Juli 2025

Teknologi 4G Diprediksi Masih Akan Dominan di Indonesia Hingga 2027

BACA JUGA

Uday Rayana
Uday Rayana
Editor in Chief

Selular.ID – Seperti banyak negara lainnya, Indonesia juga telah memasuki era 5G pada 2021. Dimulai oleh Telkomsel (Mei), Indosat (Juli), dan XL Axiata (November). Peluncuran tersebut menunjukkan, operator-operator Indonesia tak kalah cepat dalam menggelar 5G.

Dengan tingkat latensi yang sangat rendah (kurang dari 1 milidetik), kecepatan akses data yang tinggi dan konsisten (kurang lebih 100Mbps) di berbagai cakupan areanya, kehadiran 5G dapat menciptakan peluang bagi model bisnis dan industri baru.

Seperti industri cerdas 4.0 (manufaktur, transportasi, logistik, pelabuhan, pertambangan, serta retail), Internet of Things (IoT), pendidikan, dan lainnya.

Begitu pun di sektor pemerintahan, 5G dapat mendorong pengembangan smart city yang dapat mempermudah hidup masyarakat.

Mulai dari moda transportasi yang lebih aman dan terintegrasi hingga penerapan IoT yang lebih luas di berbagai sektor pengembangan kota dan kebijakan publik.

Teknologi 5G juga dapat membantu menjembatani kesenjangan digital. Terutama Jawa dan luar Jawa. Sehingga akan meningkatkan kemampuan dan literasi masyarakat untuk menggunakan teknologi secara lebih massif.

Sayangnya, pasca diluncurkan empat tahun yang lalu, euphoria 5G seolah menguap dengan cepat. Operator saat ini seolah tidak bernafsu mengembangkan 5G secara massif.

Rendahnya penetrasi 5G tercermin dari masih sedikitnya jumlah pembangunan BTS oleh operator.

Telkomsel misalnya, sebagai operator terbesar di Indonesia, hingga Mei 2025 baru mengoperasikan 2.500 BTS 5G. Begitu pun Indosat yang baru membangun 107 BTS 5G. XL malah tidak pernah mempublikasikan jumlah BTS 5G yang dimilikinya.

Apa yang menyebabkan 5G di Indonesia seolah jalan di tempat? Mengapa operator belum mau melakukan ekspansi besar-besaran dalam mengembangkan 5G?

Sejatinya, rendahnya jumlah pembangunan BTS 5G di Indonesia, disebabkan sejumlah faktor.

Baca Juga: Perbandingan Coverage 2G,3G,4G dan 5G di Indonesia

Selain ekosistem yang belum matang, penyebab utama adalah infrastruktur yang belum memadai. Seperti kerapatan BTS serta kabel serat optik yang masih kurang.

Padahal penggelaran jaringan fiber optik secara luas dan merata, menjadi salah satu kunci kestabilan konektifitas 5G.

Persoalan lain yang mengganjal adalah belum adanya alokasi frekwensi yang secara khusus digunakan untuk menggelar 5G.

Untuk menjalankan 5G, operator terpaksa menggunakan spectrum existing, seperti 1.800 Mhz atau 2,3 Ghz. Saat ini lebar pita frekuensi yang dimiliki (operator selular) yang bisa digunakan untuk menyediakan layanan secara minimal di 5G, tidak cukup, bahkan bisa dikatakan kurang.

Ironisnya, pemerintah yang terus mendorong agar operator menggeber layanan 5G malah sama sekali belum merilis spektrum yang dikhususkan untuk layanan 5G.

Rendahnya penetrasi 5G berbanding terbalik dengan 4G. Sejak diperkenalkan pertama kali pada 2013, kehadiran 4G yang disambut luar biasa oleh pengguna.

Hadirnya 4G telah mengubah kebiasaan masyarakat secara drastis. Dukungan smartphone dan terjangkaunya tarif internet, mendorong tumbuhnya gaya hidup baru, mobile life style.

Mengakses media sosial, membalas email, selancar di dunia maya, meng-upload/download foto atau dokumen kerja, bermain game, menonton video online dengan kualitas HD, berbelanja di platform e-commerce, memesan ojek online, mengakses mobile banking, serta beragam aktifitas lainnya, telah menjadi kebiasaan baru, terutama pada generasi milenial dan Gen Z.

Ini adalah lompatan yang luar biasa, mengingat beberapa tahun  lalu, masyarakat masih terbiasa dengan layanan dasar (voice dan SMS).

Dengan layanan 4G yang dirasa lebih dari cukup, bagi kebanyakan masyarakat, tak mempermasalahkan 4G atau 5G. Sepanjang mereka bisa menikmati beragam layanan, terutama akses mobile internet seperti yang sudah dinikmati saat ini.

Menurut GSMA Intelligence, sepanjang 2024, layanan 4G telah mencakup 92% dari semua koneksi selular di Indonesia.

Hal itu tercermin dari jumlah BTS 4G yang dibangun tiga operator selular. Hingga April 2025, Telkomsel mengoperasikan 271.040 BTS, termasuk 221.290 BTS 4G.

Indosat memiliki lebih dari 250.300 BTS pada akhir 2024. Adapun BTS 4G mendominasi dengan total mencapai 196.300 BTS.

XLSmart adalah entitas hasil merger XL Axiata dan Smartfren. Pada akhir 2024, jumlah BTS XL Axiata mencapai 165.000 unit, termasuk 110.000 BTS 4G. Sementara itu, hingga September 2024, Smartfren memiliki 46.000 BTS 4G LTE. Sehingga total BTS 4G XLSmart mencapai 156.000 unit.

Dengan mahalnya investasi 5G, belum adanya alokasi spektrum oleh pemerintah, dan kebutuhan masyarakat yang hingga kini masih dapat terpenuhi oleh 4G, GSMA memperkirakan 4G akan tetap menjadi teknologi selular yang dominan di Indonesia, setidaknya hingga 2027 mendatang.

Baca Juga: Membandingkan Jumlah BTS 5G di China dan Indonesia, Bagai Bumi dengan Langit

- Advertisement 1-

BERITA TERKAIT

BERITA PILIHAN

BERITA TERBARU