Selular.id – Jepang mencatat rekor dunia baru untuk kecepatan internet dengan capaian 1,02 petabit per detik (Pbps), atau setara dengan 1.020.000.000 Mbps. Angka ini 16 juta kali lebih cepat dibanding kecepatan rata-rata internet di India yang hanya 63,55 Mbps, dan 3,5 juta kali lebih cepat dari kecepatan broadband AS (290 Mbps).
Rekor ini dipecahkan oleh Institut Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Jepang (NICT) bersama Sumitomo Electric dan mitra Eropa. Mereka menggunakan kabel serat optik 19 inti yang mampu mengirim data sejauh 1.808 km—sekitar jarak London ke Roma—tanpa degradasi sinyal signifikan.
Sebagai gambaran, teknologi ini bisa mengunduh seluruh konten Netflix dalam kurang dari satu detik atau game berukuran 150GB seperti Warzone dalam sekejap. Kunci inovasinya terletak pada desain kabel yang memadatkan 19 jalur transmisi dalam diameter standar, menciptakan “jalan raya super” untuk data.
Teknologi di Balik Terobosan
Tim peneliti mengatasi masalah degradasi sinyal dengan sistem amplifikasi canggih yang bekerja di 180 panjang gelombang sekaligus. “Dengan pemrosesan sinyal mutakhir, kekuatan transmisi terjaga meski jarak jauh,” jelas laporan NICT, melansir Times of India (13/7/2025).
Kabel serat optik 19 inti ini tetap kompatibel dengan infrastruktur existing, sehingga memudahkan adopsi di masa depan. Terobosan ini dinilai krusial untuk memenuhi lonjakan lalu lintas internet global, terutama dari AI, kendaraan otonom, dan perangkat IoT.
Baca Juga:
Implikasi untuk Masa Depan
Meski masih dalam tahap uji lab, teknologi ini membuka peluang peningkatan kapasitas jaringan tanpa perlu membangun infrastruktur baru. Hal ini relevan mengingat tantangan peningkatan kecepatan internet di negara berkembang, termasuk Indonesia yang masih tertinggal dari Laos dan Kamboja.
Di tengah tren efisiensi industri, langkah Jepang kontras dengan strategi Biznet yang justru menambah kecepatan internet pelanggan. Sementara itu, merger XL Axiata dan Smartfren juga dinilai bisa berdampak pada kecepatan internet di Indonesia.
NICT menyatakan temuan ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk aplikasi komersial, meski belum ada timeline pasti. Dengan tren digitalisasi global, inovasi semacam ini menjadi kunci memenuhi kebutuhan bandwidth masa depan.