Selular.id – Istilah seperti “Rojali”, “Rohana”, hingga “Romansa” belakangan ramai diperbincangkan di media sosial. Istilah-istilah ini muncul untuk menggambarkan pola perilaku masyarakat yang datang ke mal hanya untuk jalan-jalan tanpa berbelanja. Fenomena ini disebut menjadi salah satu penyebab sepinya bisnis ritel di pusat perbelanjaan.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengungkapkan, tren “Rojali” (Rombongan Jarang Beli) semakin marak. Meski jumlah pengunjung mal tetap meningkat, pola belanja masyarakat mengalami perubahan signifikan. “Kunjungan ke mal tumbuh, masyarakat datang ke mal, tapi yang terjadi perubahan pola belanja. Tren belanja utamanya yang kelas menengah ke bawah daya belinya belum pulih, mereka beli produk yang harga satuannya kecil, tetap datang (ke mal),” kata Alphonzus seperti dikutip Selular.id, Kamis (31/7/2025).
Berikut beberapa istilah unik terkait fenomena ini beserta artinya:
- ROJALI (Rombongan Jarang Beli)
- ROHANA (Rombongan Hanya Nanya)
- ROHALUS (Rombongan Hanya Elus-Elus)
- ROHALI (Rombongan Hanya Lihat-Lihat)
- ROCEGA (Rombongan Cek Harga)
- ROMANSA (Rombongan Manis Senyum Aja)
- ROTASI (Rombongan Tanpa Transaksi)
- ROSALI (Rombongan Suka Selfie)
- ROCADOH (Rombongan Cari Jodoh)
- ROCUTA (Rombongan Cuci Mata)
- ROMUSA (Rombongan Muka Susah)
Daya Beli Masyarakat Belum Pulih
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual menilai konsumsi masyarakat belum menunjukkan perbaikan. Data per Juni lalu menunjukkan bahwa konsumsi menengah atas, yang menyumbang 70% dari total konsumsi, belum pulih. “Di Big Data itu, bahkan (konsumsi) sampai Juni itu belum bagus. Secara konsumen keseluruhan terutama yang menengah atas yang punya uang—yang membeli durable goods seperti mobil, motor, furniture, kemudian pakaian, luxurious goods—mereka yang mendorong 70% konsumsi,” ujar David dalam acara Editors Briefing Bank Indonesia (BI).
Fenomena ini juga menunjukkan pergeseran kebiasaan masyarakat dalam berbelanja. Jika sebelumnya mal menjadi pusat transaksi, kini lebih banyak digunakan sebagai tempat rekreasi atau sekadar menghabiskan waktu. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pengelola pusat perbelanjaan untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka.
Meski demikian, beberapa mal tetap berupaya menarik pengunjung dengan berbagai program hiburan dan diskon menarik. Namun, efektivitas strategi ini masih perlu dibuktikan seiring dengan pemulihan daya beli masyarakat.