Selular.id – Kementerian Keuangan resmi menetapkan aturan pajak atas transaksi kripto dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,21%. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 ini mulai berlaku pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Dalam PMK 50/2025 disebutkan, penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto dikenai PPh Pasal 22 sebesar 0,21% dari nilai transaksi. Tarif ini mengalami peningkatan dari rentang sebelumnya yang berkisar antara 0,1% hingga 0,2%.
Aturan ini juga mencakup subjek pajak kripto, meliputi penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan elektronik atau bursa kripto, serta penambang kripto. Ruang lingkup transaksi yang dikenai pajak meliputi jual beli menggunakan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto (swap), deposit/penarikan e-wallet, transfer aset kripto, hingga penyediaan media penyimpanan aset kripto.
Kebijakan ini merupakan penyempurnaan dari PMK 11/2025 yang sebelumnya mengatur ulang mekanisme pajak kripto di Indonesia. Pemerintah mencatat, penerimaan pajak kripto pada November 2024 mencapai Rp979,08 miliar, seperti dilaporkan dalam data resmi.
Baca Juga:
Penerapan tarif ini menuai beragam tanggapan dari pelaku industri. Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritik kebijakan pajak kripto yang dinilai memberatkan, seperti tercantum dalam laporan Selular.id. Namun, pemerintah berargumen bahwa regulasi ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan penerimaan negara.
Dengan berlakunya aturan ini, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki regulasi pajak kripto yang jelas. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem perdagangan aset digital yang lebih transparan dan accountable.